Mohon tunggu...
Askpert.id
Askpert.id Mohon Tunggu... Lainnya - Expert Network

The first expert network in Indonesia. Providing answers beyond numbers, and bridging institutions with curated domestic experts.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemanfaatan PLTS di Indonesia, Sudah Sejauh Manakah Kita?

22 September 2023   13:04 Diperbarui: 22 September 2023   13:18 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh American Public Power Association dari Unsplash.

Berada di garis khatulistiwa, Indonesia menerima pasokan sinar matahari yang melimpah, menjadikan energi surya sebagai alternatif yang lebih menjanjikan dibandingkan bahan bakar fosil.

Namun, sejauh mana kesiapan Indonesia dalam mengadopsi energi surya sebagai sumber listrik?

Artikel ini membahas pencapaian terbaru Indonesia dalam pengadaptasian energi surya, juga potensi, tantangan, dan langkah yang telah diambil Indonesia menuju sumber energi listrik yang lebih ramah lingkungan.

Potensi Energi Surya di Indonesia

Berkat letaknya yang berada di garis khatulistiwa, potensi energi surya yang dimiliki Indonesia sangat besar. Saat ini, potensi pemanfaatan energi surya di Indonesia rata-rata sebesar 4,8-5,1 kWh/m2/hari, atau hampir setara dengan 112.000 GWp/hari.

Artinya, setiap meter persegi lahan di Indonesia berpotensi menghasilkan energi antara 4,8 hingga 5,1 kilowatt-jam dalam satu hari.

Wilayah timur, khususnya, bahkan menunjukkan potensi yang lebih besar, dengan perkiraan keluaran energi mencapai 6 kWh/m2/hari.

Hal ini merupakan berita yang melegakan mengingat di tahun 2023 ini, pembangkit listrik tenaga batu bara yang beroperasi di Indonesia baru memiliki total kapasitas listrik sekitar 40,65 ribu megawatt, dan 9,2 gigawatt di antaranya akan dihentikan secara bertahap hingga tahun 2030 untuk mencapai target net-zero nasional.

Tantangan yang Dihadapi Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia

Sayangnya, meskipun energi matahari tersedia secara gratis dan berlimpah, biaya awal pemasangan panel surya tengah menjadi kendala bagi banyak negara, termasuk Indonesia. 

Insentif keuangan, subsidi, dan pilihan pembiayaan sangat diperlukan agar energi surya dapat diakses oleh rumah tangga dan dunia usaha di Indonesia.

Memperoleh bantuan dari Just Energy Transition Partnership (JETP), yang didukung oleh negara-negara maju di dunia, merupakan langkah positif, meskipun tantangan terkait penyelarasan prioritas masih ada.

Misalnya, saat ini, Indonesia masih memprioritaskan pengembangan sistem transmisi energi yang andal.

Artinya, pemerintah fokus untuk mendirikan jaringan listrik yang stabil dan efisien untuk menghubungkan pembangkit listrik ke konsumen, baik untuk penduduk maupun untuk sektor-sektor bisnis.

Sementara itu, IPG (International Partners Group), yang merupakan donatur JETP, lebih memprioritaskan pemanfaatan berbagai sumber terbarukan seperti tenaga surya dan angin.

Sumber-sumber terbarukan ini sering disebut juga sebagai "energi variabel" karena inputnya sangat bergantung pada kondisi cuaca. 

Meskipun sangat efektif untuk menghasilkan listrik di lingkungan yang tepat, energi variabel ini tidak bersifat konstan atau dapat diprediksi seperti bentuk energi lainnya, seperti bahan bakar fosil. Itulah sebabnya, masih belum terlalu banyak perhatian yang diberikan pemerintah Indonesia terhadap energi surya atau angin.

Selain itu, pertumbuhan pembangkit listrik tenaga surya atap di Indonesia juga sempat menghadapi kemunduran di tahun 2022, setelah adanya pembatasan kapasitas sebesar 10 hingga 15 persen terhadap tenaga surya. Namun, hal yang sebenarnya lebih membatasi penggunaan PLTS atap di Indonesia adalah persepsi masyarakat mengenai mahalnya tarif pemasangan PLTS.

Mengambil Langkah Menuju Adopsi Energi Surya di Indonesia

Kabar baiknya adalah, dalam lima tahun terakhir, Indonesia telah mencapai kemajuan signifikan dalam instalasi fotovoltaik (PV) tenaga surya, terutama pada atap bangunan perumahan, komersial, dan industri.

Arahan pemerintah tahun 2021 juga menjadi target bagi Indonesia untuk mencapai kapasitas PLTS atap sebesar 3,6 gigawatt pada tahun 2025, setara dengan lebih dari 1.000 turbin angin berskala besar.

Untuk mempercepat transisi menuju pemanfaatan PLTS di Indonesia, investasi dalam penelitian dan pengembangan, serta kolaborasi dengan mitra internasional sangatlah penting.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung Cirata, yang menjadi pembangkit listrik PV terapung terbesar di Asia Tenggara, merupakan bukti komitmen ini.

Mencakup lahan seluas 200 hektar, PLTS Terapung Cirata ini diestimasi akan menghasilkan 245 juta kWh energi setiap tahunnya, yang dapat memenuhi kebutuhan ribuan rumah tangga.

Zainal Arifin, Executive VP Aneka Energi Terbarukan PLN, menambahkan bahwa setelah diresmikan, listrik dari pembangkit Cirata akan langsung menyuplai jaringan listrik Jawa-Madura-Bali. Selain itu, sistem PLTS di ibu kota baru Indonesia (IKN) diharapkan sudah dapat bergabung dengan jaringan listrik Kalimantan Timur pada paruh pertama tahun 2024.

Selain keterlibatan pemerintah, partisipasi dari sektor swasta juga sama pentingnya. 

Perusahaan seperti PT Agra Surya dan Medco Power Indonesia, misalnya, telah merintis pembangkit listrik tenaga surya mereka sendiri, yang menunjukkan adanya potensi bisnis yang besar di sektor ini.

Dalam mengembangkan bisnis pengembangan panel suryanya, PT Agra Surya Energy telah mendapatkan pembiayaan sebesar Rp 254 miliar dan fasilitas Foreign Exchange Line sebesar USD 232.000 dari Bank OCBC-NISP.

Sementara itu, perusahaan penyedia energi swasta Medco Power Indonesia baru-baru ini sudah mengaktifkan pembangkit listrik tenaga surya berkapasitas 26 MW di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, dan secara aktif tengah membangun keahliannya dalam pengoperasian teknologi tenaga surya.

Masa Depan Cerah Untuk Energi Surya di Indonesia

Revolusi dalam pemanfaatan energi surya di Indonesia menandakan terjadinya lebih dari sekedar peralihan sumber energi. Makin maraknya penggunaan PLTS bisa menjadi katalis bagi pembangunan berkelanjutan, menawarkan pertumbuhan ekonomi, peluang kerja, dan peningkatan akses energi di negara ini.

Perjanjian kerja sama antara Indonesia dan Singapura baru-baru ini untuk mengekspor listrik ramah lingkungan juga menggarisbawahi potensi kolaborasi lintas batas dalam pemanfaatan energi terbarukan. Maka tak bisa dipungkiri lagi, energi surya bukan lagi opsi, merupakan sebuah jalan yang mau tak mau akan Indonesia lalui, terutama untuk menjamin akses listrik yang merata bagi penduduk Indonesia kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun