Kandas dari pertandingan sebelumnya tak membuat Cecilia "First Lady" Braekhus menjadi patah arang. Walau impiannya untuk memecahkan rekor Joe Louis telah pupus dan rekor sempurnanya telah rusak, ia masih memiliki kesempatan untuk mengambil apa yang dimilikinya.Â
Jika dilihat dari segi karakter, Braekhus adalah tipe yang calm, result oriented dan non trash talk. Semua ocehan itu akan nampak ketika di ring nanti, itu yang selalu saya ambil di setiap wawancaranya.Â
Dia tidak pernah mengambil pusing dan menganggap ocehan kasar itu sebagai clue kalau dirinya masih harus memperketat apa yang menjadi kelemahannya. Ini yang saya suka darinya, walau dia tak pernah menelan mentah-mentah apa yang dikatakan oleh orang lain tetapi ia mampu memfilter ejekan kasar itu.
Berbeda dengan sang mantan, juara dunia kelas welter terbaru  yaitu Jessica "Caskilla" Mccaskill punya sifat yang menggebu-gebu dan gemar trash talk. Saya sendiri tak masalah dengan trash talk, karena hal ini penting untuk mem-branding nama dan memancing minat masyarakat agar menonton pertandingan itu.Â
Saya rasa ini bagian dari propaganda dan dibalut dengan marketing, jika propaganda ini berhasil dan membuat penonton kesetrum berarti strateginya berhasil. Wong di politik saja banyak politisi gemar melakukan ujaran kebencian demi sebuah kursi, ya apalagi ini. Jadi jika ada yang terpancing, berarti anda masih melihatnya dari segi emosi saja. Â
Jika dilihat dari gaya bertanding, mereka memiliki satu kesamaan yaitu suka sekali bertarung ala inside, masuk ke pertahanan lawan dan memukulnya. Tetapi bedanya, Braekhus bertanding untuk sekedar mencuri poin, artinya dia memukul telak tanpa menyakiti.Â
Sedangkan Mccaskill memang seorang fighter yang bertarung untuk mengincar knockout. Pukulannya keras, berani dan memang gaya bertarung disukainya adalah brawler atau slugger.Â
Salah satu petarung yang kandas ketika melawan Mccaskill adalah Erica Farias, petinju asal Argentina. Ketika melihat dia bertanding, yang saya lihat adalah menggebu-gebu bak semangat 45 yang menggelora ditambah dengan tatapan mata yang mengintimidasi. Kalau soal teknik ya, saya lebih menjagokan Braekhus. Bagi saya, dia adalah Queen Of  Boxing. Tetapi apakah dia memenangkan pertandingan?
Here's my review:
Rematch kali ini sangat amat berbeda. Jujur semua ini jauh dari ekspetasi saya yang selama ini mengidolakan sosok Cecilia Braekhus. Di dua pertandingan terakhirnya tak seperti dirinya. Kaku, tertekan dan terdikte oleh permainan dari anak emas dari Chicago itu. Mccaskill memulai dengan agresif, menekan dan sempat membuat Braekhus kesulitan.
Tetapi entah kenapa hati saya tidak tersentuh melihat gaya permainan dari juara dunia baru itu.  Gayanya seperti agresor tetapi murni punching bag, menyerang brutal dan tanpa rasa takut. Tak ada footwork dan head movement yang membuat permainan menjadi sengit, hanya berusaha masuk ke pertahanan lawan ala inside.  Setiap pertandingannya saya hanya melihat ambisi, determinasi dan amarah yang menguasai dirinya.
Ya sebagai anak yang pernah merasakan pahit getirnya menjadi homeless, nampaknya sang juara dunia ini selalu menjadikan masa lalunya sebagai cambuk agar tak berkunjung pada hal yang sama. Julukan yang selalu diberikan oleh Rick Ramos selaku pelatihnya adalah no days off.
Breakhus memang membalasnya dengan uppercut tetapi defensenya terbuka lebar hingga bisa menjadi sasaran amuk dari juara dunia baru itu. Pertandingan menjadi sangat monoton karena Mccaskill sejak awal ronde sudah tahu apa yang menjadi kelemahan First Lady yaitu pertahanan di sebelah kanannya sangat longgar. Di situlah pukulan right hand selalu menjadi kunci untuk mencuri poin. Melihat serangan brutal dari anak Chicago itu, saya sempat berpikir dengan sesumbarnya untuk men-knockout Braekhus bisa menjadi kenyataan.
Sayangnya semua itu tak terjadi, syukurlah. Kalau saja Braekhus memanfaatkan range dan footwork, saya yakin dia bisa menumbangkan rage (amarah) besar yang dibawa oleh Mccaskill. Jujur pertandingan ini jauh lebih buruk dibanding yang pertama.
Saya rasa pergantian pelatih yang semula Johnathon Banks ke Abel Sanchez memiliki peran yang sangat amat krusial. Pasalnya saya melihat gaya bertanding yang semula gaya eropa yaitu set the trap dan footwork , diganti menjadi ala Amerika yang menitikberatkan pada jab sebagai serangan andalan. Dari situlah permainannnya merosot tajam.Â
Saya menduga kalau perpindahan dirinya ke Abel Sanchez itu semacam tukar guling karena selang beberapa bulan sebelumnya Gennady Golovkin memutuskan untuk pindah pelatih yang semula dari Abel Sanchez kini berlabuh ke pelatih Banks. Mungkin karena ada beberapa hal yang membuat komunikasi ini tak berjalan lancar, maka Braekhus tak mau ambil resiko dengan mengambil pengganti yang "sama" bagusnya yaitu mantannya si "GGG".
 Tetapi saya tak menyangka kalau imbasnya akan menjadi sebesar ini, Cecilia Braekhus kerepotan melandeni tekanan kuat, ditambah dirinya tampak tak nyaman dengan berubahnya gaya bertanding yang semakin membuat percaya dirinya tergerus.
Saya sudah mengikuti Braekhus sejak tahun 2010 jadi saya sangat tahu mengapa pergantian pelatih ini sangat berdampak buruk dan berimbas pada karir pahlawan Norwegia ini.Â
Dominasi right hand dan tempo cepat dari Mccaskill sangat membuatnya kedodoran. Jika ditanya apakah Braekhus pernah melawan tipe fighter seperti Mccaskill? Jawabannya tentu saja. Myriam Lamare, Oxandia Castillo, Chevelle Hallback, dan sebagainya dengan sangat baik. Bahkan dia bisa meng-handle seorang hard hitter fighter phenomenal yang berasal dari Perancis yaitu Anne Sophie Mathis sebanyak 2x berturut-turut.  Tetapi hari ini semua berbeda, mungkin saya terlalu jumawa berharap kalau Braekhus bisa membawa kembali sabuknya untuk menjadi seorang undisputed champion.Â
Rasanya saya harus mengingat kembali istilah "in boxing, everything is possible." Ya hasilnya tentu saja masih dimenangkan oleh Jessica "Caskilla" Mccaskill via unanimous decision dengan skor  110-89 (angka ini janggal, kecuali kalau Braekhus jatuh selama pertandingan atau deducted point mungkin bisa. Padahal semua itu tidak ada, mengapa gap-nya sangat besar?), 99-90 dan 98-91.
Sebagai penggemar saya sedih melihat salah satu fighter favorit saya tidak bisa tampil bersinar membawa pulang sabuk kebanggaannya. Impian saya untuk melihat Cecilia Braekhus melawan Amanda Serrano ataupun Katie Taylor menjadi pupus karena kansnya untuk masuk ke bursa top matching list sudah berakhir.
Jika pertandingan impian itu bisa direalisasikan, dampaknya akan berakhir memilukan yaitu knockout, dan saya tidak ingin melihat itu. Saya lebih suka melihat pertandingan yang penuh perang, daripada melihat satu fighter dipukul habis-habisan seperti samsak dan berakhir kandas bak mangsa yang sudah diterkam harimau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H