Sepanjang perjalanan, orang yang hendak menuju Masjid Wapauwe bisa menikmati pemandangan alam pegunungan, dengan sisi jalan yang kadang-kadang memperlihatkan jurang, tebing, atau hamparan tanaman cengkih dan pala hijau menyejukkan mata.
Pada ruas jalan menuju masjid, saya disuguhi panorama pesisir pantai utara Pulau Ambon yang indah dengan hamparan pohon kelapa dan bakau. Dari situ juga dapat melihat dengan jelas Selat Seram dengan lautnya yang tenang. Pemandangan sepanjang jalan begitu indah di sepanjang jalan mendekati Masjid Wapauwe, saya disuguhi pemandangan pantai lengkap dengan alat penangkap ikan  dari nelayan di sepanjang Selat Seram.
Masjid Wapauwe terletak di Desa Kaitetu, Kabupaten Maluku Tengah. Masjid yang diperkirakan tertua di Maluku ini menyimpan banyak keunikan. Sejarah Masjid Wapauwe Masjid Wapauwe dibangun pada tahun 1414 merupakan saksi sejarah penyebaran agama Islam di Maluku.
Pada tahun 1646, Belanda berhasil menguasai Tanah Hitu usai perang Wawane dan Perang Kapaha. Kebijakan politik Belanda meminta masyarakat yang tinggal di gunung untuk turun ke pesisir untuk memudahkan pengawasan. Dengan aturan tersebut, Masjid Wapauwe ikut pindah lokasi ke Kaitetu atau lokasi saat ini. Pemindahan masjid termasuk lima negeri yang terjadi pada tahun 1664 itu dikenal sebagai tahun berdirinya Negeri Kaitetu.
Masjid Wapauwe terletak di daerah peninggalan sejarah sekitar 150 meter dari masjid ke arah utara tepatnya di tepi jala raya, ada gereja tua yang merupakan peninggalan Portugis dan Belanda yang hancur karena konflik agama di Ambon tahun 1999 lalu.
Di dalam masjid juga menyimpan timbangan zakat fitrah yang terbuat dari kayu dengan pemberat dari kerang laut. Timbangan tersebut dilengkapi dengan anak timbangan seberat 2,5 kilogram yang terbuat dari campuran batu dan kapur. Di masa lampau, satu anak timbangan sama dengan satu zakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H