Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Ketika Rating Dua Film Nasional Dijadikan Alat Politik di IMDb

13 November 2018   20:14 Diperbarui: 14 November 2018   08:55 3532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rating nilai 1 utk film Hanum dan Rangga (dok IMDB)

Sebagai penggemar film, saya sering kali melihat review dan rating film di IMDb sebelum menonton film yang akan saya tonton. IMDb merupakan kamus acuan bagi penggemar film, yang dapat menjawab pertanyaan mulai sinopsis sampai rating sebuah film.

Internet Movie Database (IMDb) adalah situs web yang menyediakan informasi mengenai film dari seluruh dunia, termasuk orang-orang yang terlibat di dalamnya, mulai dari nama-nama aktor dan aktris, sutradara, penulis sampai penata rias dan musikus. Situs web ini sekarang dimiliki oleh Amazon.com.

Malam ini saya kaget ketika melihat rating dua film nasional yang lagi ramai dibicarakan di Indonesia yaitu film A Man Called Ahok mendapat rating nilai 9.2 sedangkan film Hanum dan Rangga mendapat rating nilai 1.

Saya kira penilaian yang ditulis reviewer film di IMDb untuk kedua film itu dilakukan oleh banyak orang yang tidak netral di dunia film dan dijadikan alat politik. Karena film Bohemian Rhapsody mendapat rating nilai 8.4 dan A Star is Born ratingnya 8.3 .Padahal kedua film tersebut sedang merajai box office dunia.

Rating 9.2 utk film A Man Called Ahok (dok IMDb)
Rating 9.2 utk film A Man Called Ahok (dok IMDb)
Rating nilai 1 utk film Hanum dan Rangga (dok IMDB)
Rating nilai 1 utk film Hanum dan Rangga (dok IMDB)
Ternyata setelah saya amati, reviewer film "A Man Called Ahok" dan film "Hanum & Rangga" di IMDb adalah orang-orang yang benar-benar baru membuat akun di IMDb. Mereka baru me-review film antara tanggal 10 dan 12 November 2018 saja setelah kedua film itu diedarkan. Banyak reviewer memakai nama akun palsu atau anonim yang memberi rating tanpa berpikir.

Contoh reviewer dengan nama anonim rainbowduniabayi memberi rating 10 untuk film "A Man Called Ahok" disertai komentar:

"Good story you must see the movie....."

Sedangkan untuk film "Hanum & Rangga" dia memberi nilai 1 dengan komentar:

"Film gak berbobot..... mutu rendah..... ga jelas arah dan tujuan....... ...... ini film horor..."

Saya rasa nama akun "rainbowduniabayi" dan beberapa akun sejenis ini belum nonton kedua film itu sebelum me-review. Memberi angka 10 dan 1 pada sebuah film itu bukan kebiasaan bagi orang yang hobi nonton film. Saya rasa reviewer ini ditunggangi politik suka dan tidak suka, bukan melihat murni dari sudut pandang murni pecinta film.

Film "A Man Called Ahok" sampai saya tulis malam ini, Selasa, 13 November, mendapat review dari 167 akun dan film "Hanum & Rangga" mendapat reviewer 261 akun. Sebagian besar pemberi review di IMDb untuk kedua film tersebut adalah akun baru yang dibikin antara 10 November sampai 13 November 2018.

Reviewers dg acount palsu yang nilainya tidak wajar (dok IMDb)
Reviewers dg acount palsu yang nilainya tidak wajar (dok IMDb)

Jadi jelas sekarang banyak pengamat film dadakan untuk kedua film nasional itu yang ditunggangi politik. Padahal me-review sebuah film haruslah netral dari sudut pandang seni dan hiburan dan harus terlepas dari politik.

Me-review film harus terlepas dari fakta apakah film tersebut rekomendasi untuk ditonton ataukah monoton. Beberapa orang yang menulis review film kadang hanya berpaku pada nilai negatif saja dan tidak melihat mutu sebuah seni dan hiburan. 

Padahal, sebuah review film seharusnya memiliki sifat menghibur, memberikan informasi, serta argumen orisinalitas tanpa menceritakan keseluruhan alur. Jika di samakan dengan buku, maka review film ini akan terlihat seperti sinopsis yang berisi ulasan sederhana namun komplit.

Joko Anwar, sutradara film "Pengabdi Setan" juga berkomentar di Twitter, "Film kok dijadikan alat political bully. Shame on you, dari pihak mana aja. Shame on you. Jauhi film dari kelakuan politik menyebalkanmu lah. Satu film dibuat oleh puluhan, bahkan ratusan orang yang punya pandangan politik beda, atau nggak peduli sama politik seperti kamu. Shame."

Reviewer dadakan di IMDB yg memberi rating tidak wajar (dok IMDb)
Reviewer dadakan di IMDB yg memberi rating tidak wajar (dok IMDb)
Jadi, kesimpulan bagi saya pribadi rating di IMDb utuk kedua film di atas sudah tidak wajar karena disusupi reviewer dadakan kayak tahu bulat yang harus digoreng dadakan agar tidak kempes. Saya tidak tahu apakah para reviewer itu memberi rating murni dari hati nuraninya atau suruhan orang yang berpengaruh.  Kalau saya pribadi sebagai penghobi nonton film , kedua film tersebut saya beri rating nilai 6. 

Saya disini hanya mengambil hikmah positip karena ramai dibicarakan netizen politik dua kubu antara pecinta Ahok dan Hanum Rais maka penonton film nasional jadi ramai.

Yang lebih penting nama Daniel Mananta semakin terkenal memerankan Ahok dan nama Hanum Rais yang diperankan Acha Septriasa semakin terkenal karena dibicarakan di media sosial oleh penggemar fanatiknya. Abaikan rating filmnya karena sudah tidak netral.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun