Sebagai penggemar film, saya sering kali melihat review dan rating film di IMDb sebelum menonton film yang akan saya tonton. IMDb merupakan kamus acuan bagi penggemar film, yang dapat menjawab pertanyaan mulai sinopsis sampai rating sebuah film.
Internet Movie Database (IMDb) adalah situs web yang menyediakan informasi mengenai film dari seluruh dunia, termasuk orang-orang yang terlibat di dalamnya, mulai dari nama-nama aktor dan aktris, sutradara, penulis sampai penata rias dan musikus. Situs web ini sekarang dimiliki oleh Amazon.com.
Malam ini saya kaget ketika melihat rating dua film nasional yang lagi ramai dibicarakan di Indonesia yaitu film A Man Called Ahok mendapat rating nilai 9.2 sedangkan film Hanum dan Rangga mendapat rating nilai 1.
Saya kira penilaian yang ditulis reviewer film di IMDb untuk kedua film itu dilakukan oleh banyak orang yang tidak netral di dunia film dan dijadikan alat politik. Karena film Bohemian Rhapsody mendapat rating nilai 8.4 dan A Star is Born ratingnya 8.3 .Padahal kedua film tersebut sedang merajai box office dunia.
Contoh reviewer dengan nama anonim rainbowduniabayi memberi rating 10 untuk film "A Man Called Ahok" disertai komentar:
"Good story you must see the movie....."
Sedangkan untuk film "Hanum & Rangga" dia memberi nilai 1 dengan komentar:
"Film gak berbobot..... mutu rendah..... ga jelas arah dan tujuan....... ...... ini film horor..."
Saya rasa nama akun "rainbowduniabayi" dan beberapa akun sejenis ini belum nonton kedua film itu sebelum me-review. Memberi angka 10 dan 1 pada sebuah film itu bukan kebiasaan bagi orang yang hobi nonton film. Saya rasa reviewer ini ditunggangi politik suka dan tidak suka, bukan melihat murni dari sudut pandang murni pecinta film.
Film "A Man Called Ahok" sampai saya tulis malam ini, Selasa, 13 November, mendapat review dari 167 akun dan film "Hanum & Rangga" mendapat reviewer 261 akun. Sebagian besar pemberi review di IMDb untuk kedua film tersebut adalah akun baru yang dibikin antara 10 November sampai 13 November 2018.
Jadi jelas sekarang banyak pengamat film dadakan untuk kedua film nasional itu yang ditunggangi politik. Padahal me-review sebuah film haruslah netral dari sudut pandang seni dan hiburan dan harus terlepas dari politik.
Me-review film harus terlepas dari fakta apakah film tersebut rekomendasi untuk ditonton ataukah monoton. Beberapa orang yang menulis review film kadang hanya berpaku pada nilai negatif saja dan tidak melihat mutu sebuah seni dan hiburan.Â
Padahal, sebuah review film seharusnya memiliki sifat menghibur, memberikan informasi, serta argumen orisinalitas tanpa menceritakan keseluruhan alur. Jika di samakan dengan buku, maka review film ini akan terlihat seperti sinopsis yang berisi ulasan sederhana namun komplit.
Joko Anwar, sutradara film "Pengabdi Setan" juga berkomentar di Twitter, "Film kok dijadikan alat political bully. Shame on you, dari pihak mana aja. Shame on you. Jauhi film dari kelakuan politik menyebalkanmu lah. Satu film dibuat oleh puluhan, bahkan ratusan orang yang punya pandangan politik beda, atau nggak peduli sama politik seperti kamu. Shame."
Saya disini hanya mengambil hikmah positip karena ramai dibicarakan netizen politik dua kubu antara pecinta Ahok dan Hanum Rais maka penonton film nasional jadi ramai.
Yang lebih penting nama Daniel Mananta semakin terkenal memerankan Ahok dan nama Hanum Rais yang diperankan Acha Septriasa semakin terkenal karena dibicarakan di media sosial oleh penggemar fanatiknya. Abaikan rating filmnya karena sudah tidak netral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H