Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Beruntung, Saya Bisa Melihat Kawah Ijen Sebelum Ditembok Pemerintah

23 November 2017   14:19 Diperbarui: 23 November 2017   16:43 5082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puncak Gunung Ijen ketika streril dari pembangunan gedung (dok pribadi)

Kawah Gunung Ijen di perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso, Jawa Timur sudah lama saya ingin datangi. Beruntung saya bisa mendaki sampai puncak Gunung Ijen bersama anak bungsu saya Dimas. Saya naik Gunung Ijen ketika belum rame-rame ada pembangunan rest area yang tepat dibangun di puncaknya. Jadi waktu saya datang masih asli.

Karena kampung halaman saya di Jember, perjalanan dimulai dari Kota Surabaya ke Kota Jember dengan bus. Dari Jember pindah bus antar kota lagi jurusan ke Bondowoso. Dari Terminal Bus Bondowoso ada angkutan desa menuju Kecamatan Sempol. 

Di Sempol ini adalah desa terakhir untuk naik mobil apabila menggunakan kendaraan umum. Dari Sempol perjalanan dilanjutkan dengan ojek sampai pos akhir Paltuding. 

Ongkos bus Surabaya-Jember, Rp 60.000, bus Jember-Bondowoso Rp 7.000, angkutan desa Bondowoso-Sempol Rp 15.000, dan ojek Rp 50.000 per orang. Ojek kenapa lebih mahal karena jalannya rusak dan menanjak. Jadi total ongkos perjalanan Rp 132.000 per orang dari Surabaya.

Saya sengaja menginap dulu di penginapan sederhana yang dikelola Kementrian KLH untuk menjaga stamina menunggu waktu fajar untuk saat terbaik mendaki Gunung Ijen. Tarip penginapan cukup Rp 100.000 per kamar tapi sangat sederhana dan bisa untuk tidur berdua saja.

Banyak berpapasan dengan penambang belerang (dok.pribadi)
Banyak berpapasan dengan penambang belerang (dok.pribadi)
Soal makanan di sekitar penginapan ada warung murah yang menjual nasi lodeh dan nasi goreng yang harga rata-ratanya buat orang pribumi Rp 15.000 per piring. Pengunjung tidak perlu khawatir soal harga makanan di sini. Karena pemilik warung membedakan harga untuk orang asing dan pribumi. Teh manis hangat juga cuma Rp 3.000 saja per gelas. Terus terang aja harga warung ini di sini memang dibedakan antara wisatawan asing dan wisatawan nusantara.

Esok harinya pagi-pagi sekitar pukul 05.30 saya sudah siap-siap untuk berjalan selama dua jam untuk mencapak puncak dan kawah Gunung Ijen tersebut. Banyak rombongan wisatawan dari Eropa yang bersama berjalan bersama kami untuk melihat kawah Gunung Ijen. 

Perjalanan naik gunung cukup terjal dan melewati jalan setapak berpasir. Saya sengaja jalan pelan-pelan dengan banyak istirahat maklumlah usia sudah setengah abad tidak boleh ngoyo untuk naik gunung. Alhamdullilah setelah dua jam saya bisa mencapai puncaknya dan melihat kawah Gunung Ijen yang berwarna biru tosca.

Puncak Gunung Ijen ketika streril dari pembangunan gedung (dok pribadi)
Puncak Gunung Ijen ketika streril dari pembangunan gedung (dok pribadi)
Melihat penambang belerang yang berjalan cepat naik gunung dan hanya satu jam berjalan mencapai puncak saya tidak patah semangat meskipun napas sudah mulai ngos-ngosan. Beruntung ada penambang belerang yang memberi  saya tongkat kayu sehingga saya bisa berjalan sambil memakai tongkat untuk menjaga keseimbangan.

Sesampainya di puncak rasa capek langsung sirna melihat keindahan kawahnya yang berwarna hijau toska berpadu dengan langit cerah kebiruan dan hutan hijau seklilingnya yang masih asri. 

Melihat penambang belerang yang membawa beban berat sekitar 50 kilogram belerang di pundaknya naik dari kawah ke puncak gunung nya kemudian dibawa lagi  turun ke Pos Paltuding ada rasa belas kasihan yang sangat dengan beban pekerjaan penambang yang dihargai hanya sekitar Rp 1.000 per kilogram belerang yang diangkutnya sejauh empat kilometer naik dan turun gunung.

Apalagi di pagi hari kabut tebal masih menyelimuti pepohonan sangat eksotis untuk dinikmati pemandangannya. Di perjalanan kita juga akan berpapasan dengan penambang belerang yang mengangkut belerang di pundaknya sampai seberat 80 kilogram. Pengunjung yang datang kebanyakan wisatawan asing dari Eropa.

Saya dan anakku Dimas bisa melihat kawah Ijen tanpa kabut (dok pribadi)
Saya dan anakku Dimas bisa melihat kawah Ijen tanpa kabut (dok pribadi)
Transportasi dari Surabaya atau Denpasar, Bali bisa melalui jalan darat menuju  Banyuwangi ke pos akhir Paltuding bisa ditempuh dengan jalan yang mulus sekarang sekitar dua jam.

Apabila dengan cara backpack ke Gunung Ijen dari Terminal Bondowoso ada angkutan desa ke Kecamatan Sempol dengan ongkos Rp 15.000. Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan ojek ke pos Paltuding dengan biaya sekitar Rp 50.000. Sedangkan dari Banyuwangi Anda harus naik angkutan desa dengan ongkos Rp 10.000 ke Kecamatan Licin dulu kemudian perjalanan bisa dilanjutkan dengan menumpang truk pengangkut belerang ke pos Paltuding hanya dengan ongkos Rp 5.000 per orang

Di pos akhir Paltuding ada penginapan sederhana yang dikelola Kementrian KLH berupa kamar seharga Rp 100.000 per malam atau vila dengan tiga kamar seharga Rp 500.000 per malam. Dari sini Anda tinggal naik ke kawah Gunung Ijen menunggu waktu pagi hari.

Apabila Anda ingin lebih nyaman menginap di guest house milik PTP bisa memilih menginap di Perkebunan Belawan dan Jampit dengan harga mulai Rp 200.000 per kamar per malam. Tapi dari dua perkebunan ini Anda harus menyewa kendaraan menuju ke pos Paltuding sejauh enam kilometer untuk keperluan mendaki gunung.

Puncak Gunung Ijen sebelum ada pembangunan. Begini harusnya suasana puncak gunung tidak ada bangunan. (dok pribadi)
Puncak Gunung Ijen sebelum ada pembangunan. Begini harusnya suasana puncak gunung tidak ada bangunan. (dok pribadi)
Waktu terbaik untuk berkunjung ke Gunung Ijen adalah di musim kemarau pada bulan Juli sampai September. Pada musim hujan sangat bahaya untuk mendaki karena jalanannya licin.

Saat terbaik untuk mendaki gunung pukul 05.000 sampai 06.00 WIB karena di pagi hari matahari belum bersinar terik dan lama perjalanan untuk naik dan turun gunung sekitar empat jam bagi pejalan santai. Pemandangan di pagi hari juga lebih indah karena banyak kabut yang menyelumuti gunung dan uap belerang belum berbau.

Jangan lupa membawa jaket tebal, topi, syal leher dan sepatu kets untuk perlengkapan naik gunung. Senter juga diperlukan jika Anda ingin berangkat saat subuh ke kawahnya.

Kawah Gunung Ijen di perbatasan Bondowoso dan Banyuwangi, Jawa Timur berada di ketinggian 2.386 meter dari permukaan laut. Keindahan kawahnya yang berwarna hijau tosca berpadu dengan langit biru cerah dan lereng-lereng tebing yang terjal kecokelatan dengan garis tegas diatasnya membuat wisatawan akan terpesona dengan keindahannya.

Jalan terjal yang harus ditempuh sepanjang tiga kilometer dari pos akhir Paltuding membuat rasa capek akan sirna setelah mencapai puncaknya.

saya suka dengan pemandangan kabut tipis di lereng gunung ijen ini (dok pribadi)
saya suka dengan pemandangan kabut tipis di lereng gunung ijen ini (dok pribadi)
Kawahnya yang berbentuk lonjong dengan kepulan asap di beberapa tempat dan warna kuning dari belerang di pinggiran kawahnya membuat perpaduan yang indah pandangan mata. Hawa yang sejuk dan lereng gunung yang berupa hutan asli rimbun kehijauan diselimuti kabut menambah eksotis suasana di pagi hari.

Dari Jakarta ke Gunung Ijen bisa ditempuh melalui kota Surabaya atau Denpasar, Bali dari Kota Bondowoso dan Banyuwangi. Kendaraan off road dibutuhkan di sini karena jalannya terjal dan banyak yang rusak, berbatu. Memakan waktu sekitar tiga jam perjalanan dari kota kabupaten terakhir tersebut. Jarak yang ditempuh sekitar 80 kilometer ke pos akhir Paltuding. 

Sebelum tiba di puncak Gunung Ijen, kita terlebih dahulu menemukan lereng gunung yang asri dengan hutan pinus yang diselimuti kabut. Di sepanjang jalan akan berpapasan dengan beberapa penambang belerang yang membawa beban di pundaknya belerang berwarna kuning dengan berat 80 kilogram. Puncak Gunung Raung dan Gunung Argopuro di kejauhan juga kelihatan dari lereng sehingga sejauh mata memandang kelihatan beberapa gunung menjulang sangat sedap dipandang mata.

Penambang belerang yang berjumlah ratusan menambah semangat untuk naik gunung karena serasa kita punya teman untuk mencapai puncaknya. Wisatawan asing dari Eropa lebih mendominasi dari pada wisatawan lokal yang berkunjung ke Gunung Ijen.

Nenek-nenek bule dengan tongkat kayu dengan semangat berusaha naik ke puncaknya membuat penulis malu dan urung untuk balik turun lagi lagi karena terjalnya jalan pendakian. Tongkat dari ranting pohon diperlukan untuk mempermudah jalannya pendakian.

Waktu paling bagus untuk mendaki pukul 05.00-07.00 WIB karena menghindari bau dari uap belerang yang menusuk apabila mencapai puncaknya terlalu siang. Di pagi hari uap belerang juga tidak menutupi kawahnya sehingga kita bisa menikmati warna hijau tosca kawahnya. Matahari yang belum bersinar terik dan lereng gunung berselimut kabut juga lebih nyaman dinikmati di pagi hari.

Kalau ingin melihat api biru dari belerang yang mengeluarkan sinarnya di kawah Gunung Ijen harus berangkat mendaki dini hari sekitar pukul 03.00 WIB dari pos Paltuding. Perlu membawa senter dan wisatawan tidak perlu khawatir sendirian naik gunung pada dini hari. Karena jam-jam tersebut juga waktu penambang belerang untuk berangkat kerja. 

Melihat api biru adalah puncak pesona uniknya kawah Gunung Ijen, karena api biru secara alami terlihat warnanya hanya di malam hari sebelum matahari terbit. Perlu turun dengan jalan terjal ke penggiran kawahnya untuk melihat api biru.

Untuk penginapan yang lebih bagus bisa menginap di wisma milik PTP XII di perkebunan Belawan dan Jampit yang berjarak sekitar tujuh kilometer dari Paltuding. Menginap di wisma PTP ini pengunjung juga sekalian bisa melihat proses pemetikan kopi sampai proses pengeringan di pabrik. 

Mencium bau bunga kopi yang berwarna putih seperti harum aroma melati dan melihat buah kopi yang berwarna merah di sepanjang jalan ke perkebunan membawa juga keasyikan sendiri.

Sekarang ini di puncak Gunung Ijen sedang dibangun parasarana dari beton dan tembok (dok detik.com)
Sekarang ini di puncak Gunung Ijen sedang dibangun parasarana dari beton dan tembok (dok detik.com)
Pembangunan infrastruktur publik di kawasan puncak  kawah Gunung Ijen, yang dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur berupa  sarana prasarana tersebut, meliputi pembangunan toilet, musholla, dan, rest area sekarang ini tetap dilanjutkan meski ada  protes dari masyarakat pecinta lingkungan. Banyak protes karena lokasi pembangunannya berbahan tembok beton tepat tersebut di puncak gunung bukan di lereng gunung sehingga dikhawatirkan mengganggu pemandangan keindahan puncak Gunung Ijen jika bangunan tembok itu sudah jadi.

Pembangunan sarana Gunung Ijen sangat disayangkan dibangun tepat di puncaknya (dok detik.com)
Pembangunan sarana Gunung Ijen sangat disayangkan dibangun tepat di puncaknya (dok detik.com)
Bagi yang tidak kuat berjalan sejauh 3 kilometer mulai dari Paltuding sampai puncak Gunung Ijen, sekarang sudah tersedia ojek kereta dorong untuk wisatawan yang tidak kuat berjalan tetapi tetap ingin melihat kawah Gunung Ijen. Cukup dengan membayar ongkos Rp 600.000 per kereta dorong Anda akan sudah sampai ke puncak gunung dengan hanya duduk manis saja. Kereta dorong ini dimiliki pekerja tambang belerang.

Instagram : Asita DK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun