Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

pecinta traveling dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Segera Hentikan Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan

7 Desember 2016   00:33 Diperbarui: 7 Desember 2016   00:41 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi anti kekerasan wanita (sumber:http://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/26/11520481/jakarta.timur.wilayah.dengan.jumlah.kekerasan.tertinggi.terhadap.anak.dan.perempuan.di.indonesia)

DKI Jakarta untuk kasus perempuannya itu untuk sepuluh tahun terakhir selalu tertinggi di Indonesia. Kalau masalah kekerasan anak itu sebenarnya fluktuatif tapi DKI lagi-lagi jadi wilayah kekerasan tertinggi.

Setiap tahunnya, selalu terjadi peningkatan kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di DKI Jakarta.

Dari contoh kasus penelitian yang diperoleh penulis, dalam keluarga di mana istri dipukuli suaminya, anak juga terkena resiko dianiaya. Studi terhadap penganiayaan istri mengungkapkan bahwa hamper 25 persen dari anak mereka juga terkena penganiayaan fisik.Anak yang dianiaya mengalami banyak resiko: Mereka menunjukkan stres kronis, termasuk kesulitan di sekolah dan masalah kosentrasi.

Mungkin yang paling buruk, mereka tumbuh menjadi penganiaya pula. Apa yang menyebabkan kekerasan ini? Studi kekerasan suami menunjukkan beberapa faktor. Menyaksikan kekerasan orang tua saat masih kanak-kanak, bersikap agresif terhadap istri, dan berperilaku agresif terhadap anak adalah resiko yang mempengaruhi tindak kekerasan suami.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Banyak defenisi yang dikemukakan untuk menjelaskan mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang pada dasarnya semua definisi tersebut mempunyai arti yang sama dan saling melengkapi. Banyak studi tentang kekerasan terhadap perempuan, penganiayaan atau kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya dikenal sebagai kekerasan domestik.

 Dalam konsiderans (bagian pertimbangan) Deklarasi PBB tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dinyatakan bahwa: “Kekerasan terhadap perempuan adalah perwujudan ketimpangan historis hubungan-hubungan kekuasaan di antara kaum laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan oleh laki-laki dan hambatan bagi kemajuan mereka”. (Deklarasi PBB dalam Katjasungkana &Damanik, 2004).

Secara lebih luas kekerasan dalam rumah tangga ini disebutkan oleh UU RI No. 23 Tahun 2004 tentan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 1 ayat 1, yaitu: “Kekerasan dalam rumgah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama terhadap perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, pada pasal 5 disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, ataupun penelantaran rumah tangga. a.Kekerasan fisik.

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau terluka berat. b.Kekerasan psikis. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. c.Kekerasan seksual. Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang dalam lingkup rumah tangga untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu. d.Penelantaran rumah tangga.

Penelantaran rumah tangga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/ atau melarang untuk bekerja sehingga korban berada di bawah kendali pelaku. Trauma dan Perilaku Kekerasan Anak-anak yang tinggal dalam lingkup keluarga yang mengalami KDRT memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami penelantaran, menjadi korban penganiayaan secara langsung, dan juga resiko untuk kehilangan orang tua yang bertindak sebagi role model mereka. Pengalaman menyaksikan, mendengar, mengalami kekerasan dalam lingkup keluarga dapat menimbulkan banyak pengaruh negatif pada keamanan dan stabilitas hidup serta kesejahteraan anak kekerasan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kerig (1999) yang dilakukan pada anak laki-laki dan perempuan adalah anaklaki-laki yang tumbuh dalam keluarga yang mengalami kekerasan memiliki resiko tiga kali lipat menjadi pelaku kekerasan terhadap istri dan keluarga mereka di masa yang akan datang sedangkan pada anak perempuan akan menjadi perempuan yang pasif dan cenderung untuk menjadi korban dalam kekerasan di dalam keluarga

Kesimpulan penulis: salah satu faktor pencetus seseorang menjadi tindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah menyaksikan kekerasan orang tua saat masih kanak-kanak, bersikap agresif terhadap istri, dan berperilaku agresif terhadap anak adalah resiko yang mempengaruhi tindak kekerasan suami

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun