Mohon tunggu...
Asita Suryanto
Asita Suryanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Traveler

Koresponden Kompas di Jatim (1983-1986) Wartawan Tabloid Nova (1986- 1989) Peneliti Litbang Kompas (1990-2002) Penulis buku travel (2010-sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Segera Hentikan Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan

7 Desember 2016   00:33 Diperbarui: 7 Desember 2016   00:41 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi anti kekerasan wanita (sumber:http://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/26/11520481/jakarta.timur.wilayah.dengan.jumlah.kekerasan.tertinggi.terhadap.anak.dan.perempuan.di.indonesia)

Untuk itu, sangat penting membawa anak yang menjadi korban kekerasan seksual ke psikiater anak dan remaja. "Jadi anak yang menjadi korban harus menjalani terapi," kata Vitria dengan mata berkaca-kaca menceritakan pengalamannya mendampingi kasus pelecehan seksual ada anak.

Dengan berbagai kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun belakangan ini, tidaklah berlebihan jika Indonesia saat ini berada pada posisi darurat kekerasan terhadap anak. Dari 21.689.987 kasus pelanggaran anak yang dimonitor Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 33 provinsi dan di 202 LPA kabupaten dan kota, 58% dari pelanggaran hak anak yang dimonitori itu didominasi kekerasan seksual. Oleh karena itu, tidak berlebihan pula jika Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) sebagai lembaga independen di bidang promosi, penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan anak di Indonesia patut menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk segera bangkit 'perang' memutus mata rantai kekerasan terhadap anak.

15284026-10208163456309555-73261225623393495-n-1-5846f5f65b7b61d3038b4567.jpg
15284026-10208163456309555-73261225623393495-n-1-5846f5f65b7b61d3038b4567.jpg
Dalam kurun waktu yang sama, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Komnas Anak juga menerima laporan pengaduan pelanggaran hak anak menunjukkan jumlah yang terus meningkat. Pada 2010 menerima pengaduan 2.046 kasus pelanggaran hak anak, 42 % di antaranya kejahatan seksual. Itu meningkat di 2011 menjadi 2.467 kasus, 52% di antaranya kejahatan seksual. Pengaduan kekerasan terhadap anak terus meningkat di 2012, yakni 2.646 kasus, 62 % di antaranya kejahatan seksual. Itu meningkat lagi di 2013 menjadi 3.339 kasus, dengan 54% kembali lagi didominasi kejahatan seksual.

Demikian juga di 2014, jumlah pengaduan terus meningkat tajam menjadi 4.654 kasus, 52% di antaranya kekerasan seksual. Dan di 2015, 59,30% juga didominasi kasus kekerasan seksual, selebihnya (40,70%) kekerasan fisik, penelantaran, penganiayaan, pemerkosaan, adopsi ilegal, penculikan, perdagangan anak untuk eksploitasi seksual, ekonomi, tawuran, dan kasus narkoba. Dari hasil monitoring itu juga dilaporkan, 62% kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan tempat tinggal anak dan sekolah. Selebihnya (38%) terjadi di ruang publik, seperti tempat bermain, panti asuhan atau pondok-pondok, serta pusat perbelanjaan bahkan di ruang terbuka hijau.(sumber: http://www.mediaindonesia.com/index.php/news/read/28188/kejahatan-luar-biasa-terhadap-anak/2016-02-11#sthash.lUH22zAD.dpuf)

Menurut pengamatan penulis, terapi menjadi salah satu cara untuk memutus mata rantai kekerasan seksual pada anak. Untuk itu, dalam kasus kejahatan seksual jangan hanya fokus pada pelaku, tetapi juga korban yang masih memiliki perjalanan panjang dalam hidupnya.

Masyarakat, terutama perempuan dan anak yang rentan menjadi korban kekerasan, sudah selayaknya mendapatkan edukasi untuk melindungi dirinya sendiri dari tindak kekerasan.

Acara  KPPPA bersama Kompasiana ini mengajak Kompasianer dan berbagai elemen masyarakat untuk berbincang bersama, mengetahui tindakan ideal jika terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak di sekitar kita, serta membagikan menghindari pemaparan peristiwa pemerkosaan secara rinci di media sosial, dan berani melaporkan tindak kekerasan adalah beberapa cara yang dapat membantu mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.

KPPPA bersama Kompasiana ingin mengajak Kompasianer dan berbagai elemen masyarakat untuk berbincang bersama, mengetahui tindakan ideal jika terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak di sekitar kita, serta membagikan tindakan kekerasan seksual pada anak mengancam masa depan mereka yang masih panjang. . (sumber : http://www.kompasiana.com/kompasiana/diskusi-publik-bersama-mengakhiri-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak_58351ba1717a61fd038b4572

Dari hasil penelitian di media massa , ternyata Jakarta Timur di DKI Jakarta,merupakan wilayah polres dengan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tertinggi di Indonesia. Segala kasus ada semua di sanaDalam kesempatan yang sama, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Timur AKP Endang Sri Lestari menyebutkan contoh-contoh kasus yang selama ini ditangani Polres Metro Jakarta Timur.

Di Jakarta Timur itu kasus kekerasan seksual itu dari anak kecil sampai tua usia nenek itu ada di sana. Pemerkosaan bayi sembilan bulan ada di sana, persetubuhan dengan nenek-nenek, kakeknya dengan cucunya, bapak dengan anak.

Selain itu, secara keseluruhan, DKI Jakarta pun selalu menempati urutan tertinggi kekerasan anak selama lima tahun terakhir. Sementara untuk tingkat kekerasan terhadap perempuan, DKI juga menempati posisi pertama sejak sepuluh tahun terakhir. (sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/26/11520481/jakarta.timur.wilayah.dengan.jumlah.kekerasan.tertinggi.terhadap.anak.dan.perempuan.di.indonesia)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun