Salah satu cara yang paling mudah untuk mempengaruhi masyarakat adalah mengusik kembali identitas primordial mereka yang bersifat mutlak. Mutlak disini memiliki artian tidak dapat dirubah, sesuai dengan takdir, dan merupakan kesadaran awal dari setiap manusia. Inilah yang menjadi tonggak lahirnya politik identitas.
Bila ditilik lebih jauh, maka politik identitas umumnya mengacu pada subset politik di mana kelompok orang dengan identitas ras, agama, etnis, sosial atau budaya yang sama berusaha untuk mempromosikan kepentingan atau kepentingan khusus mereka sendiri.
Politik identitas biasa dilakukan oleh mereka yang diuntungkan secara komunitas terhadap masyarakat yang kurang paham tentang esensial politik. Menurut The Guardian, "ketika kelompok merasa terancam, mereka mundur ke dalam kesukuan", menyebabkan kelompok orang menjadi "lebih defensif, lebih menghukum, lebih kita-lawan-mereka". Jadi ketika sebuah komunitas yang cenderung memiliki suara yang banyak tengah diserang atau tidak diuntungkan dari segi politik, maka mereka biasanya akan mengambil jalan politik identitas sebagai modal utama mereka meraih suara.
Adapun jargon yang dipakai untuk mendulang suara dari politik identitas ini adalah ketidakpuasaan yang muncul dari dalam masyrakat yang merasa terpinggirkan sebagai bentuk kanalisasinya maka motif berkelompok didasari rasa yang sama dan inipun mampu menjadi pemicu pembentukan politik identitas sehingga mereka menggunakan jalur politik sebagai alternatif untuk menyatukan kekuatan dalam rangkaian agenda demokrasinya.
Dalam ruang lingkup multikulturalisme, khususnya di Indonesia yang masih menjadi negarra berkembang, praktek politik identitas ini sangat rentan. Bayangkan dari ratusan suku, kepercayaan, dan budaya, berapa banyak potensi pengorganisasian politik identitas ini ? lalu siapa yang diuntungkan ? adalah mereka yang mendulang suara dari kelompok masyarakat terbanyak yang biasanya tidak begitu paham soal politik atatu justru rela menggadaikan semua kepentingannya demi isu politik yang mencuat diantara komunits mereka.
Ada 3 pendekatan pembentukan identitas, yaitu:Â
1. Â Primodialisme yaitu pemahaman identitas diperoleh secara alamiah atau turun temurun. Seperti karakter orang Sunda memiliki watak yang halus, lembut, dan ayu. Pendapat ini menjadi turun menurun walaupun tidak semua orang batak berkarakter demikian.Â
2. Â Konstruktivisme menyatakan identitas sebagai sesuatu yang dibentuk dan hasil dari proses sosial yang kompleks. Identitas dapat terbentuk melalui ikatan-ikatan kultural dalam masyarakat. Marga atau fam bias menjadi pola ikatan yang memicu pembentukan identitas.
3. Â Instrumentalisme yakni identitas merupakan sesuatu yang dikonstruksikan untuk kepentingan elit dan lebih menekankan pada aspek kekuasaan (Widayanti, 2009: 14-15).
Politik identitas dalam masyarakat kultural akan terus terjadi bilamana tidak ada atau kurangnya pengajaran pada masyarakat tentang Multikulturalisme/pluralism. Namun apa saja dampak terjadinya politik identitas di masyarakat ? berikut uraiannya :
- Mengancam ketentraman Negara. Â
Konstestan politik yang terus melakukan berbagai cara agar mereka menang biasanya akan terus menerus menggerus isu politik identitas, bahkan seringkali mereka juga lah yang menjadi wayang dari perhelatan isu politik identitas ini. contohnya adalah penggunaan gaya berpakaian yang agamis agar terlihat demikian oleh masyarakat yang memiliki identitas yang sama.
Penggunaann isu politik identitas ini telah sampai dimana para pencari suara tetlah mempertanyakan ideology bangsa. Tentunya hal ini merupakan hal yang terlalu sensitive dimana seharusnya perlu ada pengkajian yang mendalam atau dipersoalkan secara akademis.
- Menimbulkan adu domba
Politik identitas yang terus menerus menggaungkan paham primordial akan menganggap orang dengan identitas lain adalah inferior bagi mereka. Jadi bagaimana tidak terjadi perpecahan bila isu sensitive ini terus menerus diproduksi.
- Hilangnya pluralitas
Pluralisme berarti kesediaan untuk menerima keberagaman (pluralitas), artinya, untuk hidup secara toleran pada tatanan masyarakat yang berbeda suku, gologan, agama,adat, hingga pandangan hidup. Namun penanaman kehebatan sebuah komunitas secara terus menerus akan menghilangkan toleransi ini karena masayrakat terus menerus berpikir etnosentris. Padalah pluralisme mengimplikasikan pada tindakan yang bermuara pada pengakuan kebebasan beragama, kebebasan berpikir, atau kebebasan mencari informasi, sehingga untuk mencapai pluralisme diperlukanadanya kematangan dari kepribadian seseorang dan/atau sekelompok orang.
- Menimbulkan polarisasi
Rasa di kotak-kotakan akan mempersulit hubungan sosial masyarakat sebagai akibat dari lunturnya pluralitas.
- Membawa perselisihan
Perselisihan tentang saling klaim kekuatan masing-masing komunitas agaknya tidak akan selesai sehingga bila tidak ada pendidikan multikulturalisme perselisihan akan terus terjadi.
      Adapun dampak positif dari adanya politik identitas ini adalah masyarakat jadi tahu siapa diri dan identitas mereka sehingga bila politik identitas ini disertai dengan pengajaran pluralism yang sepadan maka politik identitas akan mencapai manfaatnya. Namun bila tanpa pengajaran yang jelas kemungkinan dampak yang telah diuraikan diatas bisa menjadi kenyataan.
      Oleh karena itu, masyarakat harus pandai mereduksi hal-hal apa saja yang berkaitatn dengan identitas mereka. Angin perselisihan akan mudah sekali ditiupkan pada masyarakat yang tidak sadar siapa dan dimana diri mereka. Oleh karena itu pendidikan multikulturalisme harus diutamakan untuk menghalau efek buruk politik identitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H