Mohon tunggu...
Asikin Hidayat
Asikin Hidayat Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru di Majalengka.

Saya hanya suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Burung Tak Lagi Takut Bebegig

9 September 2022   16:24 Diperbarui: 9 September 2022   16:26 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu, dengan pola pikir sederhana, para petani tinggal membuat bebegig untuk menakut-nakuti burung yang datang menggangu padi yang menguning. Yaitu boneka berbentuk orang-orangan, ditempatkan di tengah atau di sudut sawah yang dihubungan dari satu bebegig ke bebegig lainnya dengan seutas tali. Petani tinggal menarik tali itu, sehingga bebegig tampak bergerak-gerak, dan karenanya burung takut dan terbang menjauh.

Bahkan, tidak dengan cara ditarik-tarik pun, burung akan takut dengan bebegig yang menyerupai petani (biasanya badan dan tangannya terbuat dari jerami), karena burung mengira sawah yang padinya mulai menguning itu ada penjaganya. Maka, untuk sementara waktu padi aman dari para pencuri berpelatuk keras itu.

Padahal, burung-burung pemangsa padi itu hanya sejenis burung kecil saja, yakni burung pipit, emprit, cici padi, dan bondol. Google menyebut ada 37 jenis burung pemangsa padi yang sepanjang panen menjadi musuh petani. Konon yang paling berbahaya adalah burung pipitbondol. Entah, mungkin ini jenis burung blasteran antara pipit dan bondol, ya ...?

Bukan persoalan ukuran kecilnya yang menjadi masalah dan membuat repot petani, tetapi karena jumlah burung-burung itu yang tidak terhitung. Ratusan, dan bahkan bisa jadi ribuan. Bayangkan jika kawanan burung itu dibiarkan memangsa padi, maka padi satu hektar saja akan dengan mudah dihabisi. Menangislah petani!

Cara ampuh mengusir padi dengan bebegig ternyata sekarang tidak mempan lagi. Perkembangan zaman dan kemajuan pola pikir mungkin terjadi pula pada burung-burung pemangsa padi. Betapapun mengerikannya bebegig-bebegig yang dipasang di sawah tidak lagi jadi persoalan buat burung-burung itu. Emang gue pikiran, mungkin itu yang ada di pikiran mereka.

Peristiwa mengenaskan terjadi di kampung Karoweng, Sukabumi, ketika panen nyaris gagal karena burung-burung kecil yang menggemaskan itu. Ketika padi siap dipanen, ratusan burung menyerang. Berbagai upaya dilakukan untuk menghalau burung-burung itu, termasuk dengan bebegig, tidak membuahkan hasil.

Seperti kawanan gerilyawan yang terdidik, burung-burung itu konon menyerang padi dengan jadwal yang sudah tertentu. Burung-burung itu datang setiap pukur 6.00 hingga pukul 10.00, kemudian datang lagi pada pukul 16.00 sampai menjelang malam. 

Wah, wah, jangan-jangan burung-burung ini sengaja dikendalikan dari jarak jauh secara digital. Jadi kayak film fiksi saja, ya?

Demikianlah memang kehidupan, selalu ada yang berubah. Tidak ada satu pun entitas yang bertahan di kondisi yang sama. Muda menjadi dewasa, dewasa menjadi tua, dan seterusnya. Bahkan dari bagus menjadi jelek, itu mah sudah menjadi kadarullah.

Pada tataran ini, manusia hanya mampu mencoba melakukan pencegahan, tanpa bisa menolak perubahan. Sementara pencegahan itu sendiri hanya berputar di tataran permukaan, tidak sampai kepada substansi krusial yang pengetahuannya hanya Allah SAW yang memiliki.

Sehubungan dengan itu, sebagai upaya pencegahan, perlu diupayakan teknologi yang lebih canggih untuk mengusir burung, tidak sekedar bebegig. 

Konon di toko-toko penjual pestisida, telah tersedia obat-obatan pengusir burung (entah kemudian burungnya mati di tempat, sekedar terusir, atau mati di tempat lain) yang bisa dimanfaatkan penggunaannya oleh petani.

Tetapi, jika kemudian burung-burung itu diberangus, akankah itu mengingkari hak hidup hewan? Akankah kemudian petani dianggap bersalah karena melanggar 406 ayat (2) KUHP karena bersalah membunuh hewan? Atau, untuk yang satu ini mah dilegalkan karena yang dimusnahkan adalah hewan-hewan perusak.

Jadi, gimana atuh ...?(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun