DUA EKOR TIKUS GOT (1)
Dua ekor tikus got
Bercanda dini hari
Si betina dikejar
Si jantan mengejar
Tubuh basah air got
Menyingkap pandang sang pejantan
Terpesona melihat molek betis betina
: o, gadisku ..., haruskah kupaksa diam
sekedar merasakan betapa hangatnya dekapanku
Tikus got betina meringis
Beringsut mendekat
Lalu berbisik:
jangan kurang ajar!
aku ibumu!
Â
 DUA EKOR TIKUS GOT (2)
aku bukan sangkuriang
yang terjebak dalam cinta semu sang ibu
aku juga bukan Bandung bondowoso
yang terlarang mencintai roro jonggrang
aku hanya tikus got
yang mencintaimu sesama makhluk got
Ujar sang putra mahkota
Tatapnya nembus bulat hitam mata sang betina
Ada air mata meleleh
Dari sudut mata si induk tikus
Sedih menyerta nasib
Ada cinta, namun tak biasa
Ingin rasanya dicinta pejantan dewasa
Yang sering diintipnya tiap malam
Berlari dan mencuri hati
Mencuri lalu berlari
O, cinta ...
tetapi bukan kau, anakku
bagaimanapun aku tetap ibumu
tak mungkin aku mencintaimu
Sang induk berpaling
Lantas berlari, menjauh
ini penghinaan!
Geram si pejantan muda
Spontan meloncat, kakinya menyenggol baskom rongsok
Hingga terjungkal dan terbalik
Dari jauh si induk memperhatikan si anak ngamuk
Diam-diam, dengan hati yang kelam, si cantik tua itu menggerutu:
mengamuklah, nak
tapi amarahmu hanya sia-sia
sebab tak seorang pun mencatatnya sebagai sejarah
meski baskom terjungkal
takkan ada monumen tangkuban baskom
Â
Â
 DUA EKOR TIKUS GOT (3)
Di puncak tangkuban baskom
Si pejantan muda berdiri tegak
Jelalatan matanya mencari betina tua cantik
Yakin bukan induk kandungnya, pasti
Sekelebat bayang hitam menyelinap
ini dia! takkan kulepas kau
Tetapi kelebat hitam itu tak muncul lagi
Ada sengal menggelegak, dada menyesak
Berahi semakin memuncak
keparat! jangan sembunyi, sayang
kau laik kuelus, bukan kutubruk
seperti sisa ikan asin di meja makan
kau adalah betinaku
Diturunkan tubuhnya serendah pijakan
Perlahan mengendap mendekati mangsa
Di sudut sana, ya, itu ekornya
Menari mengundang berahi
aku pasti mendapatkannya,
harus ...!
Hanya sedepa saja, si pejantan muda meloncat
Hap! Disusul suara gemeratak dan ... brak!
Si muda pejantan terkapar, tak bernyawa
Belulangnya remuk terhimpit jerat jebakan
Yang dipasang Mang Iday sore tadi
Dari jauh, sepasang mata melempar pandang
Linang air mata membekas di sudut sudut kelopaknya
nasibmu, nak. jika saja
kau dengar nasihat ibu ...
tak akanlah kau mati sia sia
01-02juli22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H