Mohon tunggu...
Asikin Hidayat
Asikin Hidayat Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru di Majalengka.

Saya hanya suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dua Ekor Tikus Got

7 Agustus 2022   18:58 Diperbarui: 7 Agustus 2022   19:00 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

DUA EKOR TIKUS GOT (1)

Dua ekor tikus got

Bercanda dini hari

Si betina dikejar

Si jantan mengejar

Tubuh basah air got

Menyingkap pandang sang pejantan

Terpesona melihat molek betis betina

: o, gadisku ..., haruskah kupaksa diam

sekedar merasakan betapa hangatnya dekapanku

Tikus got betina meringis

Beringsut mendekat

Lalu berbisik:

jangan kurang ajar!

aku ibumu!

 

 DUA EKOR TIKUS GOT (2)

aku bukan sangkuriang

yang terjebak dalam cinta semu sang ibu

aku juga bukan Bandung bondowoso

yang terlarang mencintai roro jonggrang

aku hanya tikus got

yang mencintaimu sesama makhluk got

Ujar sang putra mahkota

Tatapnya nembus bulat hitam mata sang betina

Ada air mata meleleh

Dari sudut mata si induk tikus

Sedih menyerta nasib

Ada cinta, namun tak biasa

Ingin rasanya dicinta pejantan dewasa

Yang sering diintipnya tiap malam

Berlari dan mencuri hati

Mencuri lalu berlari

O, cinta ...

tetapi bukan kau, anakku

bagaimanapun aku tetap ibumu

tak mungkin aku mencintaimu

Sang induk berpaling

Lantas berlari, menjauh

ini penghinaan!

Geram si pejantan muda

Spontan meloncat, kakinya menyenggol baskom rongsok

Hingga terjungkal dan terbalik

Dari jauh si induk memperhatikan si anak ngamuk

Diam-diam, dengan hati yang kelam, si cantik tua itu menggerutu:

mengamuklah, nak

tapi amarahmu hanya sia-sia

sebab tak seorang pun mencatatnya sebagai sejarah

meski baskom terjungkal

takkan ada monumen tangkuban baskom

 

 

 DUA EKOR TIKUS GOT (3)

Di puncak tangkuban baskom

Si pejantan muda berdiri tegak

Jelalatan matanya mencari betina tua cantik

Yakin bukan induk kandungnya, pasti

Sekelebat bayang hitam menyelinap

ini dia! takkan kulepas kau

Tetapi kelebat hitam itu tak muncul lagi

Ada sengal menggelegak, dada menyesak

Berahi semakin memuncak

keparat! jangan sembunyi, sayang

kau laik kuelus, bukan kutubruk

seperti sisa ikan asin di meja makan

kau adalah betinaku

Diturunkan tubuhnya serendah pijakan

Perlahan mengendap mendekati mangsa

Di sudut sana, ya, itu ekornya

Menari mengundang berahi

aku pasti mendapatkannya,

harus ...!

Hanya sedepa saja, si pejantan muda meloncat

Hap! Disusul suara gemeratak dan ... brak!

Si muda pejantan terkapar, tak bernyawa

Belulangnya remuk terhimpit jerat jebakan

Yang dipasang Mang Iday sore tadi

Dari jauh, sepasang mata melempar pandang

Linang air mata membekas di sudut sudut kelopaknya

nasibmu, nak. jika saja

kau dengar nasihat ibu ...

tak akanlah kau mati sia sia

01-02juli22

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun