Mohon tunggu...
Asih Rangkat
Asih Rangkat Mohon Tunggu... lainnya -

Mewujudkan lamunan dalam tulisan...\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[ECR#4] Di Antara Daun-daun Marginata

10 Juli 2012   23:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:05 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabar kedekatan Mahar dan Firman telah merebak  menjadi obrolan warga dimana-mana. Firman yang alim bersahaja, sopan dan ramah dalam bergaul ternyata menggiring Mahar untuk ikut dalam pencarian cinta sejati. Firman telah membuat dirinya jatuh hati sejak pandangan pertama. Firman, figur lelaki yang telah lama didamba akhirnya berkunjung kerumahnya makin menambah mekar bunga-bunga cinta dalam hati Mahar.

Senandung lagu-lagu cinta terus mengalun dalam hatinya. Namun ada hal yang membuatnya gundah. Selain Ranti yang melarangnya untuk mendekati Firman,  Asih si sekdes Rangkat rupanya memendam rasa sejak lama pada Firman.  Bukan satu dua orang yang menyampaikan hal tersebut, bahkan kemarin dia mendapat penjelasan dari Acik, adik Asih.

“Begitu ya, Cik..” suaranya datar mendengar penjelasan yang panjang lebar dari Acik. Adik sekdes itu kemudian berlalu dengan wajah muram. Dia yakin ada rasa yang kuat dalam hati Mahar saat melihat mata perempuan itu membulat bagai bulan purnama ketika Acik bercerita. Berita tentang Firman rupanya membuat Mahar antusias.

Dan, siang ini di kantor desa. Ada tamu istimewa yang sedang berhadapan dengan Asih. Kantor yang sunyi senyap karena bertepatan dengan jam istrahat terasa makin lengang saat dua orang dalam ruangan tersebut  masih saling diam. Asih masih sibuk menyelesaikan tugas setelah tadi meminta maaf agar Mahar menunggu dia menuntaskan pekerjaan.

Dengan sabar Mahar memperhatikan kesibukan Asih sambil matanya melihat-lihat sekeliling. Ruangan yang sederhana tanpa hiasan atau poster apapun. Hanya kalender dan jam dinding yang jadi penghias ruangan. Diatas meja hanya tumpukan dokumen. Tak ada vas bunga atau pernak-pernik lain layaknya ruangan sekretaris.

“Maaf ya, Mahar sudah menunggu lama..” Asih memandang sambil tersenyum. Dia menggeser dokumen yang ada didepannya. Mahar balas tersenyum dengan hati berdebar-debar.

“Ada apa Mahar, tumben  kemari? ada yang bisa saya bantu?”

Mahar mengatur posisi duduk lalu menghela nafas sejenak.

“Mbak Asih, benar kabar yang saya dengar, kalau mbak Asih menyukai mas Firman?”

Asih tercengang meski hanya sekejap. Pikirannya berkecamuk berusaha mencari jawaban atas pertanyaan Mahar.

“Itu benar Mahar, menyukai hal yang wajar. Mencintai juga bukan dosa. Tapi mas Firman bukan milikku. Ada apa? Mahar menyukainya?” beribu belati terasa menikam jantung Asih saat dia mengajukan pertanyaan. Rasa yang sakit namun harus terlontar dari bibirnya yang gemetar.

Mahar mengangguk.

“Maaf mbak Asih, karena ingin kejelasan saya datang kemari. Saya tidak enak mendengar gunjingan warga seolah-seolah saya telah merebut Firman dari mbak. Padahal perasaan saya tulus sebagai seorang wanita yang ingin benar-benar mencintai dan menemukan lelaki yang saya cintai. Figur mas Firman sejak lama saya rindukan. Saya ingin memiliki suami seperti dia.”

Kata-kata yang meluncur dengan suara lembut dari Mahar membuat jantung Asih berdegup kencang.  Bagaimanapun dia adalah manusia yang punya rasa cemburu. Mengetahui Mahar juga memiliki rasa yang sama pada Firman, batinnya bergolak. Sekuat hati Asih berusaha menetralkan perasaan dan nafas agar Mahar tak tahu jika perempuan didepannya tengah terguncang.

“Mahar, saya bukan siapa-siapa bagi mas Firman. Kami mungkin teman dekat, dulu, bahkan mungkin sampai sekarang. Tapi soal perasaan, kamu jangan khawatir. Mas Firman belum pernah membicarakan sesuatu yang spesial dengan saya. Kami juga jarang bertemu. Kamu jangan sungkan karena tahu kalau saya menyukainya. Saya memang seperti ini orangnya, tidak mudah jatuh cinta tapi jika terlanjur cinta sulit untuk berpaling pada orang lain. Tertarik, suka lalu jatuh cinta pada mas Firman itu bukan dalam waktu yang singkat. Butuh waktu yang lama untuk saya menyadari perasaan. Tapi selain menyimpan rasa cinta, saya juga harus sadar bahwa mas Firman juga manusia biasa. Dia juga punya perasaan dan rasa tertarik. Bukan hak saya untuk memaksakan kehendak agar dia memilih saya menjadi kekasih atau istri. Jika dia memilih, saya atau orang lain berarti itulah yang terbaik menurutnya. Dia pernah memutuskan menikah dengan Acik, jika sekarang dia memilih orang lain, apa bedanya? Saya mungkin hanya menyimpan rasa tapi dia adalah penentu hendak jadi pemilik hati yang mana.”

Mata Mahar berkaca-kaca. Dia tersenyum nyaris menangis.

“Makasih mbak Asih, sekarang saya lega. Mas Firman ternyata bukan milik siapa-siapa. Kalau begitu saya pamit dulu, mbak...”

Mahar kemudian berdiri lalu maju memeluk Asih.

“Sekarang, saya akan fokus untuk mengejar mas Firman. Dia suka atau tidak itu bukan masalah. Kita sama-sama bersaing ya, mbak. Janji jangan ada yang marah jika mas Firman memilih salah satu dari kita.”

Asih mengangguk.

“Mahar boleh minta tolong?”

“Iya, mau minta tolong apa, mbak Asih?”

“Saya akan tugas keluar daerah. Mungkin lama mungkin juga cuma sebentar. Saya belum tahu kapan kembali. Tolong perhatikan mas Firman ya. Pesanku ini jika ingin kau abaikan tidak apa-apa.”

Bagi  Mahar pesan ini seperti anugerah terindah.  Mahar mengangguk cepat  lalu dengan langkah mantap dia keluar dari ruangan meninggalkan kantor desa. Sekarang dia lega. Nyanyian cinta itu kini tak lagi sumbang terdengar karena kini mengalun dari hati yang tengah kasmaran. Lagu itu makin membahana saat dia tiba di toko roti miliknya.

Nampak Firman tengah berdiri menanti didepan toko yang tertutup. Mahar sengaja menutup toko demi mencari info dari Asih untuk menenangkan batinnya. Langkahnya makin cepat nyaris berlari namun saat hampir dekat dengan Firman, tiba-tiba Firman meraih handphone yang berbunyi..

“Halo, mbak Ranti ada apa?”

Mahar tertegun. Firman yang membelakangi tak menyadari kehadiran Mahar. Dia terus berbincang dan menyebut nama Ranti berulang-ulang. Mahar geram.

Mbak Ranti sudah punya tunangan! Kok masih ngejar-ngejar mas Firman?! pekiknya kesal meski hanya dalam hati.

Mahar tak tahu, di kantor desa, Asih duduk menelungkupkan wajahnya di meja dengan air mata berlinang.

( Bersambung)

Kisah sebelumnya :

Meniti Jalan Berduri Di Kota Bunga

Setangkai Edelweis Ketika Angin Berhembus

Genggaman Celebes

Masih Banyak Cinta Yang Menanti

Meretas Hikmah Konflik Klasik

Ultah Membawa Berkah

Harum Cinta Desa Rangkat-2

Mencari Belahan Jiwa

Lambaian Janur Kuning 1

Lambaian janur Kuning 2

Lambaian Janur Kuning 3

Terluka oleh Jarak dan Waktu

Reuni Keluarga di Pengadilan Agama

Pesona Diantara Rimbun Padi

Dibalik Rimbun Padi

Apakah Aku Jatuh Cinta

Mas Firman Menikah

Suatu Saat, Mungkin..

Terhempas

Pemilik Hatiku

Karena Kami Memiliki Ayah

Merenda Ilalang Kering

Ilalang dan Cintaku

Belaian Embun Pagi

Getar Suara Hati

Dalam Bayangan Embun

Bunga Marginata

Hempasan Rasa Bimbang

Asaku Dalam Dilema

Ijinkan Aku Merampasmu

Pada Daun Yang bergoyang

Marganita yang Tak Kunjung Berbunga

Desa Rangkat menawarkan kesederhanaan dan cinta untuk anda

Ingin bergabung? silahkan klik  logo  di bawah ini..

Sumber gambar disini

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun