Mohon tunggu...
Asih Rangkat
Asih Rangkat Mohon Tunggu... lainnya -

Mewujudkan lamunan dalam tulisan...\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[ECR#4] Dalam Bayangan Embun

3 Juli 2012   14:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:18 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi hari di kediaman pak Windu. Ruang tamu sejenak hening. Firman menggeser duduk agar batinnya tenang dan bisa mengutarakan suara hati yang terpendam.

“Begini pak Windu..” ucapan Firman terhenti ketika nada getar handphone terasa dalam saku bajunya. Sambil tersenyum dia merogoh saku lalu membaca layar handphone. Firman nampak ragu dan membiarkan hape bergetar dalam genggamannya.

“Diterima saja nak Firman, mungkin itu hal penting.” Tegur pak Windu.

“Permisi, pak Windu.” Ucapnya lalu keluar menuju teras.

“Halo! Kenapa Jeng Umi Rere? Apa ada masalah?” Firman menekan suaranya, takut terdengar Pak Windu. Dia terlupa, posisi duduk Asih hanya dibatasi tembok dengannya. Suaranya tetap terdengar jelas dan menimbulkan guncangan dalam batin perempuan itu.

Asih berusaha tak ingin mendengar namun rasa penasaran menggiring langkahnya mendekati jendela. Ingin mendengar lebih jelas obrolan Firman dengan Umi Rere.

“Apa harus aku yang datang? Tidak bisakah Jeng memanggil orang lain? Saat ini aku sedang berada di Desa Rangkat. Ada masalah penting yang harus aku selesaikan.”

Lama Firman terdiam mendengarkan suara dari seberang.

“Baiklah. Aku segera kesana.” Akhirnya ucapan itu mengakhiri pembicaraan. Firman masuk kembali ke dalam rumah menemui Pak Windu.

“Maaf pak Windu, ada panggilan mendadak dari keluarga. Saya minta maaf karena sudah merepotkan. Lain kali saya akan datang dan kita bisa berbincang tentang banyak hal.”

Firman berdiri lalu maju menyalami pak Windu. Mereka beriringan keluar dari rumah sementara Asih beranjak berdiri, mengintip dari balik gorden. Matanya tak berkedip menatap punggung Firman yang makin menjauh.

Perlahan-lahan Asih keluar dari kamarnya terus menuju teras. Firman tak menyadari sepasang mata terus menatap kepergiannya. Dia bahkan tak menoleh seperti kebiasaannya jika meninggalkan rumah seseorang. Rupanya pembicaraan dengan Umi Rere telah mengusik pikirannya. Dengan langkah tergesa dia menyetop ojek yang kebetulan melintas depan rumah pak Windu.

***

“Umi Rere kecewa dan marah pada saya saat itu. Tapi setelah saya jelaskan, akhirnya dia mengerti. Saya tidak mau ada dusta. Saya menyukai anak Umi Rere, bukan Umi Rere. Ada wanita lain dalam hati saya, sebelum saya mengenal Umi Rere.”

Asih termenung di kantor desa. Sejak tadi lembar buku dokumen didepannya tidak juga berganti. Ucapan Firman masih terngiang dan membuyarkan konsentrasinya.

Siapa wanita itu mas Firman? Apakah dia Acik, adikku? Sekarang Acik sedang mengurus perceraiannya dengan mas Halim. Apakah mas Firman sudah mengetahuinya? Itukah sebabnya mas Firman datang menemui ayah? Mengapa aku tidak memikirkannya. Bodohnya aku terus terbelenggu perasaan padahal mas Firman sama sekali tak mengingatku. Dia tentu ingin kembali pada Acik karena masih mencintainya, Asih membatin.

“Mbak Asih? Kok dari tadi melamun terus?” Acik muncul  lalu duduk didepan saudarinya itu.

“Hanya istrahat saja. Data warga ini harus diserahkan sebentar, petugas statistik akan datang mengambilnya. Mbak harus menyelesaikan.”

“Benar tidak ada masalah?” ulang Acik yang terlihat cemas. Asih hanya tersenyum tipis.

“Baiklah. Aku keruangan Aa kades dulu ya, mbak.” Ucap Acik akhirnya.

Acik melangkah menuju pintu, ketika...

“Cik, sudah dengar kabar mas Firman kembali ke Desa Rangkat?”

Acik berbalik mendengar pertanyaan dari Asih. Dia akhirnya mundur setelah langkahnya hampir mendekati pintu.

“Mas Firman kembali?bukankah dia sudah menikah dan menetap di desa lain?”

“Menurut pengakuan mas Firman, dia tidak jadi menikah dengan mbak Umi Rere. Alasannya karena mas Firman telah lebih dulu menyukai orang lain. Dan tadi pagi, mas Firman datang ke rumah menemui ayah. Mbak curiga, mungkin dia ingin kembali padamu. Kalau bukan itu penyebabnya, untuk apa dia menemui ayah? Kabar perceraianmu mungkin telah mas Firman ketahui.”

“Apa bisa seperti itu, mbak. Nggak mungkin mas Firman ingin kembali, kami kan sudah bercerai?”  jantung Acik berdebar kencang. Perceraiannya dengan mas Halim belum juga kelar, hadir lagi seseorang yang dulu pernah singgah dan membuat hidupnya bahagia meski hanya sekejap.

“Jika dia memintamu kembali menjadi istrinya, apakah kamu bersedia, Cik?”

“Apa???” Acik kaget dan tak sadar suaranya lebih mirip teriakan.

“Mbak Asih jangan mengada-ada. Itu kan baru perkiraan mbak saja. Belum tentu dia kembali karena aku..” Acik berusaha menetralkan perasaannya yang berkecamuk.

“Andai dia datang untukmu, mbak akan setuju. Bagaimanapun kalian pernah memiliki hubungan yang spesial. Tidak mungkin akan hilang begitu saja. Mungkin itulah yang sekarang sedang dirasakan mas Firman. Perasaannya padamu belum berubah hingga dia membatalkan rencana pernikahannya dengan mbak Umi Rere.”

Acik tak menjawab. Di tengah permasalahan yang kini dia hadapi, kehadiran Firman seolah angin sejuk yang memberi kedamaian. Ada harapan yang kini hadir dalam hati Acik. Berbeda dengan Asih yang berusaha tegar saat menatap adiknya. Meski rasa cinta makin kuat bersemayam dalam hatinya, dia sadar cinta tak bisa dipaksakan. Perasaan di cintai lebih berharga bukan sekedar berada disamping orang yang kita cintai.

(Bersambung)

Kisah sebelumnya :

Terluka oleh Jarak dan Waktu Pemilik Hatiku Karena Kami Memiliki Ayah Merenda Ilalang Kering Ilalang dan Cintaku Belaian Embun Pagi Getar Suara Hati

Desa Rangkat menawarkan kesederhanaan dan cinta untuk anda

Ingin bergabung? silahkan klik  logo  di bawah ini..

Sumber gambar disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun