Tanggal dua belas,
Tanyaku terjawab jelas
Suaramu lembut namun tegas
Bagaikan oase di padang tandus
Halau gelisahku hingga tuntas
Tanggal tigabelas,
Jarak begitu kokoh di antara rindu kita yang memelas
Lingkaran pada angka-angka juga meninggalkan bekas
Sabarlah, ucapmu menenangkanku hingga tertidur pulas
Dalam mimpipun aku tak sabar untuk berkemas
Tanggal empatbelas,
Ikatan jarak akhirnya terlepas
Ketika sayap-sayap melaju bebas
Pertama kali kita mengecilkan dunia yang luas
Tak peduli aral yang melintas
Tanggal limabelas,
Rindu kita yang menetas
Pada sua di siang yang panas
Walau tak ada bunga sebagai pemanis
Bagiku ini saat paling romantis
Tanggal enambelas,
Kita berkejaran dengan waktu yang kian menipis
Menyusuri malam-malam gerimis
Menikmati panorama kota yang dinamis
Kebahagiaan ini tak mampu kulukis
Tanggal tujuhbelas,.
Waktu terus bergulir hingga habis
Perpisahan ini membuatku tak kuasa menahan tangis
Meski batin enggan untuk berkemas
Akal harus realistis
Tanggal delapanbelas,
Kemarin akan jadi kenangan manis
Mimpi-mimpi yang perlahan meretas
Semoga bukan sekedar tulisan di lembaran kertas
Sekejap hadir lalu hilang tak membekas
Tanggal sembilanbelas,
Sekarang tak ada lagi cemas
Walau jarak bagai pisau yang mengiris
Membentang di antara kita tanpa garis
Bukan alasan untuk pesimis
Tanggal duapuluh,
Rasa setelah perpisahan ternyata tak mudah
Meninggalkan jejak rindu yang membuncah
Jejak yang terkadang menghilang bersama hati yang rapuh
Rapuh hati berteman lembaran yang basah
Tanggal duapuluhsatu,
Bingkai kisah mulai berwarna abu-abu
Warna pink yang berubah entah kapan aku tak tahu
Hanya goresan pena yang menunduk bisu
Doaku, semoga tak ada selimut dusta yang membelai malammu
Tanggal duapuluhdua,
Aku terhempas jauh ke dasar samudera
Hanya buih-buih sebagai penanda aku masih ada
Langkah dan mata kini tak seirama
Mungkin karena hati tertimpa lara