Sabrina Ratu Vera 1), Jilan Fairuz 2), Nazwa Salsabilla 3), Program Studi Tadris Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan , Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon. Jl. Perjuangan Sunyaragi, Cirebon 45132, Jawa Barat, Indonesia
ABSTRAK
Keong tutut (Filopaludina javanica) adalah spesies gastropoda air tawar yang melimpah di Indonesia, namun pemanfaatannya sebagai bahan pangan masih minim. Artikel ini membahas potensi daging keong tutut sebagai sumber pangan bergizi tinggi, teknik pengolahan inovatif, dan peluang pengembangannya dalam industri kuliner. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis kandungan nutrisi dalam daging keong tutut, termasuk protein, lemak, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan, serta mengembangkan metode pengolahan daging keong tutut menjadi beragam olahan makanan yang berkualitas. Penelitian dilakukan melalui observasi dan studi literatur, yang berfokus pada kandungan nutrisi daging keong tutut, termasuk protein, lemak esensial, vitamin, dan mineral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keong tutut memiliki kandungan protein hingga 20–25% per 100 gram dengan lemak rendah, menjadikannya alternatif makanan sehat. Berbagai metode pengolahan seperti pengasapan, pengeringan, dan penggilingan menghasilkan produk olahan inovatif, termasuk abon, keripik, dan sosis. Pemanfaatan keong tutut tidak hanya mendukung diversifikasi pangan lokal tetapi juga berkontribusi pada ketahanan pangan dan peluang ekonomi masyarakat.
Keywords: Filopaludina javanica, keong tutut, sumber pangan, nutrisi, pengolahan makanan.
PENDAHULUAN
 Keong tutut (Filopaludina javanica) merupakan gastropoda air tawar yang umum dijumpai di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hewan ini memiliki cangkang berbentuk kerucut membulat dengan warna hijau kecoklatan hingga hitam. Ukuran cangkangnya dapat mencapai tinggi 85-100 mm dengan diameter 85-90 mm. Puncak cangkang relatif runcing, dan jumlah lingkaran (seluk) pada cangkang berkisar antara 6-7. Keong ini termasuk dalam famili Viviparidae. Keong tutut hidup di perairan tawar yang dangkal seperti sawah, rawa, pinggir danau, kolam, dan sungai kecil. Habitatnya biasanya berlumpur dengan aliran air lambat dan tumbuh-tumbuhan air di sekitarnya. Hewan ini memiliki toleransi adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan sehingga memiliki penyebaran luas di wilayah Indonesia seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Keong tutut berperan penting dalam ekosistem sebagai konsumen primer dan sekunder, serta membantu proses dekomposisi material organik. Selain itu, hewan ini sering digunakan sebagai indikator kualitas air, karena kehadirannya mencerminkan kondisi fisik dan kimia lingkungan perairan (Mahruf, A., et al 2020).
Daging keong tutut merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup melimpah di wilayah perairan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Keong ini sering ditemukan di sawah, rawa, atau sungai yang memiliki ekosistem yang stabil (Gofriyanti, R. D., 2024). Meskipun memiliki potensi besar sebagai bahan pangan, keong tutut sering kali dianggap sebagai hama pada lahan pertanian, khususnya di daerah persawahan. Namun, jika diolah dengan tepat, keong tutut dapat menjadi sumber protein alternatif yang ekonomis dan bergizi tinggi. Hal ini menjadikannya bahan yang potensial untuk dikembangkan sebagai olahan makanan yang dapat diterima oleh masyarakat luas (Noviya, C. B., 2018).
Keong tutut mengandung berbagai nutrisi penting, termasuk protein, lemak esensial, kalsium, fosfor, serta vitamin seperti B12. Kandungan proteinnya yang tinggi menjadikannya sumber nutrisi yang ideal untuk mendukung pertumbuhan dan kesehatan tubuh. Selain itu, rendahnya kadar lemak jenuh pada daging keong tutut membuatnya cocok untuk pola makan sehat (Nafis, F, 2020). Keunggulan lainnya adalah keberadaannya yang melimpah dan mudah diakses, terutama di daerah pedesaan, sehingga menjadikannya bahan pangan yang potensial untuk mendukung ketahanan pangan lokal. Di sisi lain, isu-isu terkait keamanan pangan, regulasi pengolahan, serta strategi pemasaran untuk memperkenalkan produk ke pasar lokal dan internasional juga menjadi fokus pembahasan (Mujiono, N., 2019). Dengan pengelolaan yang tepat, keong tutut dapat berkontribusi pada penguatan ketahanan pangan, pelestarian ekosistem, serta pengembangan industri kuliner berbasis sumber daya lokal (Nurfadhilla, N., et all., 2020).
Keunggulan gizi dari daging keong tutut terletak pada kandungan protein yang tinggi, asam amino esensial, dan beberapa mineral penting seperti kalsium dan zat besi. Kandungan lemaknya yang rendah juga menjadikannya pilihan yang sehat bagi masyarakat. Namun, kesadaran masyarakat mengenai manfaat daging keong tutut sebagai bahan makanan masih sangat rendah (Shaleh, A., & Budiman, F. M., 2020). Hal ini disebabkan oleh stigma negatif terhadap keong yang sering diasosiasikan dengan kebersihan yang kurang terjamin atau hanya dimanfaatkan secara tradisional sebagai pakan ternak. Dengan meningkatnya kebutuhan akan sumber pangan yang berkelanjutan, pemanfaatan keong tutut dapat menjadi salah satu solusi. Keong tutut mudah dibudidayakan dan memiliki ketersediaan yang melimpah di berbagai daerah, terutama di pedesaan (Aslami, H., Harris, H., & Widayatsih, T., 2014). Jika daging keong ini dapat diolah menjadi produk makanan yang menarik dan inovatif, seperti keripik, sosis, atau abon, maka peluang ekonominya akan meningkat. Selain itu, produk olahan dari daging keong tutut juga berpotensi memperkenalkan makanan berbasis lokal ke pasar yang lebih luas (Lailiyah, S., 2021).