Mohon tunggu...
Asif Isnan
Asif Isnan Mohon Tunggu... Guru - guru honorer biasa

nulis sebagai pengusir kebosanan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Koma

29 Januari 2014   16:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku terhenyak kaget, bukan lagi tentang motor Honda ex-700ku yang rusak parah. Tapi  lebih kepada apa yang sebenarnya telah terjadi. Pesta ulang tahun, Alya si gadis bunga kamboja, rumah megah bergaya ala kuil romawi, dan malam yang kulalui dengan itu semua. Semua tiba-tiba berputar dalam benakku, berputar-putar kembali kepada kejadian sebelum itu semua. Tepatnya saat mobil van berwarna putih itu melaju kencang seperti kilat. Mungkin semua berasal dari situ, kemudian menyisakan sejuta misteri.

seminggu berlalu semenjak siuman, aku mulai membaik. Luka-lukaku yang sudah mulai mengering, dan kini hanya tinggal menunggu kesembuhan lenganku yang patah. Semenjak itu juga,  Nomor telepon Alya pun tak dapat dihubungi. Tiap kali kucoba, selalu gagal. Seperti tak terdaftar, atau bahkan memang tidak pernah ada. Ceritaku yang aneh itu mulai banyak yang tahu setelah kuceritakan semuanya kepada Anwar. Mulai dari wartawan korang hingga beberapa setasiun tivi mendatangiku meminta keterangan menditail mengenai pengalamanku itu. aku hanya bisa berharap, siapa tahu dari itu semua akan ada titik terang bagaimana sebenarnya kisah itu bermula dan siapa sebenarnya Alya Faresya.

setelah dibolehkan kembali ke kos-kosan, pemandangan bilik kamarku yang hampir sebulan kutinggal terasa berdebu, membuat setiap mata yang memandang terasa rishi.Tidak hanya itu, buku-bukuku yang bercecer, membawaku pada ingatan terakhir aku masuk kuliah. Entah apa saja kejadian yang kulewatkan di tempat belajarku itu selama aku terbaring di rumah sakit. Semua membuatku rindu untuk lekas memulai kehidupan sebagaimana aku yang dulu, sabtu minggu belajar, senin-jum’at bekerja di kedai tudung milik mak cik Saleha. Namun sepertinya aku harus menahan diri dengan semua itu hingga lengan kananku ini sembuh total.

“ assalamu alaikum…”. Seorang lelaki paruh baya datang dengan perempuan yang nampak seperti istrinya. Keduanya begitu serasi walau tampang mudanya telah dimakan usia. Aku persilahkan keduanya masuk.

“ wa alaikum salam, yaa,,,,mari silakan masuk “. Ku sapa dengan senyum ramah

Tak lama kami berbasa-basi, ternyata kedua orang ini adalah orang tua Alya si gadis bunga kamboja itu. mereka mengetahui ceritaku dari berita yang tersebar melalui beberapa media masa. aku cetitakan semula pertemuanku dengannyan, nomor telepon yang ia berikan, berapa lama kami sudah saling mengenal, hingga malam ulang tahunnya. Keduanya pun tampak tak dapat mempercayai apa yang kuceritakan. Ini bahkan semakin aneh ketika mereka mengatakan sebenarnya Alya sudah meninggal setahun yang lalu. Tepatnya tanggal 15 maret 2013, saat hendak membeli tudung untuk perayaan ulang tahunnya. Kecelakaan tunggal merenggut nyawanya, tepat sebelum perayaan ulang tahunnya yang ke 20.

Bulu kudukku meremang. Jelas sudah apa yang telah terjadi. Tapi, walau bagaimanapun aku tetap merindui senyumnya yang menawan hati, percakapan di toko mak cik Saleha saat pertama kali bertemu, memori-memori indah saat kita bersama, dan lagi malam perayaan yang seakan fatamorgana itu. perasan itu bercampur baur antara merinding, aneh, kaget, serta merindui. Aku tak habis pikir akan ada hal semacam ini di zaman postmodern seperti sekarang ini.

aku memang sebelumnya tak percaya kalau ia telah tiada, hingga aku benar-benar melihat pusaranya yang berada di bawah pohon bunga kamboja. Tumbuh rindang memayungi makamnya, memberi aroma yang familiar dan selalu menarikku dalam momen-momen perjuampaan kita pertama kali. Tak sangka, begitu tragis kematiannya, hingga membawaku dalam duka. Tak sadar air mataku meleleh, menetes di pusaranya. Aku hanya berucap;

“ Tak sangka betapa tragis maut menjemputmu. Trimakasih telah bersedia mampir di kehidupanku ini. Mungkin hanya dengan ini saja aku dapat membalasnya. Dan semoga kau tenang di alam sana”. Ku tinggalkan tudung yang pernah ia pinta dulu, dengan sepucuk surat menemani tudung warna pink itu.

Alya Faresya

Siapa dikau sebenarnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun