Mohon tunggu...
Asif Isnan
Asif Isnan Mohon Tunggu... Guru - guru honorer biasa

nulis sebagai pengusir kebosanan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Koma

29 Januari 2014   16:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu senyum beribu makna. Itu yang ku takutkan dari seorang wanita. Justeru karena senyuman suatu apapun bisa terjadi tak terkecuali pada pengalaman yang membawaku mengarungi dimensi yang berbeda.

Ini ceritaku, di tempat umum. Tempat yang tak pernah sepi dengan wanita berbaju kurung, ya,,,hampir semua wanita yang kujumpai di sini berbaju kurung. Tak tua, tak muda, semua menampakkan kesan romansa ala Malaya. Yups, di toko tempatku menjual tudung-tudung khas negeri jiran itu.

Aku yang kebetulan kerja sambilan menjualkan tudung-tudung milik mak cik Saleha, sudah terbiasa dengan suasana itu. Sikapku yang terkadang terlalu percaya diri ini membuatku tak kalah lincah dengan penjual lain yang kebanyakan perempuan, apalagi menghadapi pertanyaan pelanggan yang kebetulan didominasi juga oleh kaum hawa. Hingga ku dapati seorang yang mengalihkan perhatian mataku secara tak biasa. Ia datang sambil membawa tudung yang akan ia beli. Aku sapa ia dengan senyum khas seorang penjual kepada pelanggan. Ia membalas dengan senyum yang menawan;

“ mmm,,,,ade tak tudong macem ni yang saiznya besar sikit “.

“ aduuuh, nampaknya tak ade lah kak. Adepun saiz yang macam akak nak, tapi beza warna lah,,”

“ alahhhh, saye nak cari yang waran macem nie,,,, “

“ macem mane kalo akak bagi saye no, talipon, biar kalo ade saye booking buat akak?“.

“ oke lah,,,,,!“. ia setuju dengan usulku.

Pertemuanku dengan dirinya tak kusia-saikan. Gadis itu tak seperti kebanyakan gadis yang ku temui di toko ini. Senyumnya telah menawan hatiku. Sekarang betapa aku sadar, senyum wanita bisa lebih berbahaya dari sekelompok penyamun sekalipun, setidaknya itulah yang aku tafsiri dari pertemuan dengan Alya Faresya. Bukan hanya itu, parfumnya yang khas juga melekat di memoriku. Khas persis seperti harumnya bunga kamboja.

Aku sendiri sempat tertawa dalam hening, saat ia pertamakali datang dan bertanya perihal tudung itu,“ hahahaha,,,,,,baunya kok kayak bunga-bunga di kuburan ya….!. Lucu sekali “. Mataku yang saat itu  tak dapat menahan untuk tidak mencuri-curi pandang darinya, lagi bau parfum seperti bunga kamboja menimbulkan perasaan tanya, parfum merek apa kiranya yang dipakai oleh wanita ini hingga sebegitu mirip dengan bau-bau bunga yang biasa tumbuh dipekuburan itu.

Setelah kudapatkan nomor telponnya, hubungan yang semula sekedar hubungan bisnis kini merambah menjadi hubungan yang lebih khusus. Jual beli pertanyaan menjadi wajar hingga aku merasa perlu mengatakan isi hatiku yang sebenanya pada Alya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun