Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Karyawan -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

rindu tak berujung rasa

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Melonjaknya Dolar, Tidak Menaikkan Harga Jual Tempe

6 September 2018   11:09 Diperbarui: 14 September 2018   20:22 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat diharapkan tenang , sehubungan dengan terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Kendati diprediksikan bahwa harga barang-barang konsumsi bakalan naik signifikan.

Kurs 1 dolar US adalah Rp 14.927 menurut JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate) sampai hari Rabu (5/9).

Tren dolar yang terus perkasa, mengakibatkan sejumlah Bank bahkan telah menjual 1 dolar AS dengan harga Rp 15.000.

Asja, seorang pedagang daging di Pasar Rumput, Jakarta, mencemaskan tren ini. "Harga tetap saja, sepi, apa lagi kalau harga naik. Dulu saya bisa menjual 50 sampai 60 kilogram, sekarang 20 kilo saja tidak habis," katanya.

Tapi, beberapa pedagang tahu dan tempe di beberapa kota sudah merasakan dampak pelemahan rupiah ini.

Seperti di Pasar Ciawi, Bogor, Jawa Barat, pasokan tahu dan tempe mulai melambat.

Beberapa pedagang di Banyumas, Jawa Tengah, merasa cemas kalau harga kedelai naik apalagi melonjak, pedagang tahu dan tempe itu akan merugi.

Bahan baku kedelai sampai saat ini masih masif diimpor, terutamanya dari Amerika Serikat.

Ekonom Agustinus Prasetyantoko, dari Universitas Atma Jaya, Jakarta, mengemukakan pandangannya, pedagang tahu dan tempe akan merasakan imbas kenaikan dolar, karena bahan bakunya, kedelai masih diimpor.

Lalu apakah yang mendorong naiknya harga dolar AS itu? Menurut Presiden Joko Widodo depresiasi nilai rupiah itu didorong oleh faktor eksternal seperti perang dagang antara AS dan Cina, kenaikan suku bunga AS, serta krisis ekonomi yang melanda Argentina dan Turki.

Apakah menurut pendapat Anda, masyarakat kita harus menghindari pembelian dolar untuk menekan supaya rupiah tidak semakin lemah? Himbauan tersebut boleh saja, tapi segala upaya untuk menghindar pelemahan rupiah tidak akan langsung berdampak.

"Dolar naik, kedelai juga pasti naik," kata Rusdin (42) seorang pengusaha tempe di Cimahi, Jawa Barat, Rabu (5/9).

Menurutnya, sekarang ini ia masih memiliki stok bahan baku tempe itu dengan harga Rp 7.800 per kilogram. Pukul rata Rusdin memakai sekitar 6 kwintal kedelai per harinya guna menghasilkan tempe. Stok itu harga lama, kalau melihat kondisi sekarang, harganya bisa naik jadi Rp 8.000.

Rusdin juga mengatakan harga kedelai impor pernah mencapai di atas Rp 8.000 per kilogram. "Waktu krisis moneter tahun 1998 lalu harganya sampai Rp 8.200, suasana sekarang mirip," ujarnya.

Pada tahun 2012, harga kedelai tiba-tiba melambung. Hal tersebut mengakibatkan para pedagang tahu dan tempe mogok untuk memproduksi tahu dan tempe. Mereka protes karena mahalnya harga kedelai impor yang dimonopoli, sehingga mengakibatkan biaya produksi membengkak.

Mengapa mereka tidak menggunakan saja bahan baku tempe dan tahu itu yang lokal saja, sehingga tidak harus impor?  Menurut Rusdin, bulir dari kedelai lokal kebanyakan terlalu kecil untuk digunakan membuat tempe hingga gampang hancur dan pecah.

"Lokal kualitasnya kalah dengan impor, mau tidak mau mesti membeli yang impor. Kedelai lokal buat tempe tidak sesuai. Kualitasnya kurang," Ia menjelaskan.

Kendati kedelai impor naik, namun mereka kesulitan untuk menaikkan harga jual produknya, tempe ukuran normal sekarang yang enam ons masih Rp 5.000, yang sembilan ons masih Rp 7.000.

"Rupiah melemah, kami tidak bisa menaikkan harga, jualnya susah. Alternatifnya adalah mengecilkan ukuran tempe. Pembeli juga sering mempertanyakan, tapi tidak berpengaruh kepada penjualan karena tempe terbilang masih makanan pokok serta masih terjangkau," kata Rusdin lagi.

Itu tadi dampak kepada produk tahu dan tempe. Namun melonjaknya dolar AS juga dikeluhkan oleh para pedagang buah impor eceran. Seperti halnya penjualan buah impor di Jalan Pabrik Aci, Cimahi, Jawa Barat, tidak seramai seperti biasanya. Apel, lengkeng, pir, dan jeruk impor masih dikemas rapi di dalam karton dan plastik kabinet.

Mereka pun mengakui, buah-buahan impor tersebut naik harganya, mulai Rp 25.000 sampai Rp 30.000 satu kartonnya dalam beberapa pekan terakhir.

Salah seorang pedagang, Ridwan (19) mengatakan, "berat jualnya, biasanya sehari-hari ramai, sekarang sepi," ujarnya.

Ia juga mengakui, biasa dalam sehari bisa memperoleh pendapatan Rp 3-4 juta, kalau sekarang paling Rp 1 juta. 

Buah-buahan impor tersebut dibeli oleh konsumen selain untuk dikonsumsi, juga untuk kebutuhan parsel. Ridwan juga menuturkan kalau menambah stok juga sulit sebab buah-buah itu rentan busuk, cuma bisa tahan beberapa hari saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun