Setiap daerah mempunyai cara tersendiri untuk membangunkan rasa nasionalisme. Salah satunya adalah melalui lagu-lagu daerah. Dan bagi masyarakat Sunda, Jawa Barat pasti sudah tak asing lagi dengan satu lagu daerah yang berjudul "Manuk Dadali". Satu lagu yang diajarkan sewaktu duduk di Sekolah Dasar (SD).
Manuk Dadali pun tampil dalam menyemarakkan upacara pembukaan pesta olahraga Asian Games 2018, pesta olahraga yang dikuti 45 negara dan gelaran AG ke 18 itu telah dibuka oleh bapak Presiden Joko Widodo pada hari Sabtu (18/08/2018).
Di antara lagu-lagu daerah lain dengan lagu daerah Sunda terdapat beberapa keunikan tersendiri.
Manuk Dadali hingga sekarang masih populer serta menggema di radio-radio terutama RRI. Adapun pencipta dari lirik dan lagu tersebut adalah seorang pria kelahiran Bandung yang bernama Sambas Mangundikarta, yang juga beliau berprofesi sebagai seorang jurnalis dan penyiar radio & televisi.
Manuk Dadali di bahasa Indonesia berarti Burung Garuda, lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam liriknya, lagu ini melukiskan betapa tingginya martabat NKRI yang diumpamakan sebagai Burung Garuda.
Satu burung yang paling gagah, kuat serta disegani dan memiliki daya juang tinggi. Liriknya melukis persatuan Indonesia dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Lagu ini juga melukiskan nyali dari sebuah negara, mengisahkan kehidupan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Kehidupan yang harmonis sebuah negara yang disangga oleh tiang-tiang agama, suku, ras, budaya serta elemen lainnya.
Rasanya, jika kita mendengar lagu ini, menghayati dan meresapi liriknya dapat mengembalikan semangat nasionalisme kita untuk tetap mencintai negara. Kendati banyak orang yang ingin memecah belah Indonesia, pasti akan selalu ada punggawa-punggawa yang tidak kalah banyaknya demi memperkokoh kesatuan dan persatuan nusantara.
Adapun sang pencipta lagu, Sambas, pria kelahiran 21 September 1926 ini tidaklah mudah dalam mencapai keberhasilan di tingkat nasional. Pada tahun 1946 hingga 1952 ia menjadi anak buah Jenderal Dr. Moestopo.
Ketika di Subang, Jawa Barat, ia diminta untuk menjadi penyiar Radio Perjuangan Jawa Barat. Sesudah itu, ia ditugaskan di Blitar dan Madiun, Jawa Timur.
Dalam aktivitas reportasenya, ia lebih sering ke olahraga bulutangkis dan sepakbola. Turnamen-turnamen tersebut antara lain, All England (1976, 1977, dan 1981), Piala Thomas di Kuala lumpur (1970), Pra Piala Dunia di Singapura (1977) dan Piala Uber di Tokyo (1981).