Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Karyawan -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

rindu tak berujung rasa

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Manuk Dadali dan Penciptanya

21 Agustus 2018   04:44 Diperbarui: 21 Agustus 2018   05:03 5018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manuk Dadali - Ciptaan: Sambas

Setiap daerah mempunyai cara tersendiri untuk membangunkan rasa nasionalisme. Salah satunya adalah melalui lagu-lagu daerah. Dan bagi masyarakat Sunda, Jawa Barat pasti sudah tak asing lagi dengan satu lagu daerah yang berjudul "Manuk Dadali". Satu lagu yang diajarkan sewaktu duduk di Sekolah Dasar (SD).

Manuk Dadali pun tampil dalam menyemarakkan upacara pembukaan pesta olahraga Asian Games 2018, pesta olahraga yang dikuti 45 negara dan gelaran AG ke 18 itu telah dibuka oleh bapak Presiden Joko Widodo pada hari Sabtu (18/08/2018).

Di antara lagu-lagu daerah lain dengan lagu daerah Sunda terdapat beberapa keunikan tersendiri.

Manuk Dadali hingga sekarang masih populer serta menggema di radio-radio terutama RRI. Adapun pencipta dari lirik dan lagu tersebut adalah seorang pria kelahiran Bandung yang bernama Sambas Mangundikarta, yang juga beliau berprofesi sebagai seorang jurnalis dan penyiar radio & televisi.

Manuk Dadali di bahasa Indonesia berarti Burung Garuda, lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam liriknya, lagu ini melukiskan betapa tingginya martabat NKRI yang diumpamakan sebagai Burung Garuda.

Satu burung yang paling gagah, kuat serta disegani dan memiliki daya juang tinggi. Liriknya melukis persatuan Indonesia dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Lagu ini juga melukiskan nyali dari sebuah negara, mengisahkan kehidupan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Kehidupan yang harmonis sebuah negara yang disangga oleh tiang-tiang agama, suku, ras, budaya serta elemen lainnya.

Rasanya, jika kita mendengar lagu ini, menghayati dan meresapi liriknya dapat mengembalikan semangat nasionalisme kita untuk tetap mencintai negara. Kendati banyak orang yang ingin memecah belah Indonesia, pasti akan selalu ada punggawa-punggawa yang tidak kalah banyaknya demi memperkokoh kesatuan dan persatuan nusantara.

Adapun sang pencipta lagu, Sambas, pria kelahiran 21 September 1926 ini tidaklah mudah dalam mencapai keberhasilan di tingkat nasional. Pada tahun 1946 hingga 1952 ia menjadi anak buah Jenderal Dr. Moestopo.

Ketika di Subang, Jawa Barat, ia diminta untuk menjadi penyiar Radio Perjuangan Jawa Barat. Sesudah itu, ia ditugaskan di Blitar dan Madiun, Jawa Timur.

Dalam aktivitas reportasenya, ia lebih sering ke olahraga bulutangkis dan sepakbola. Turnamen-turnamen tersebut antara lain, All England (1976, 1977, dan 1981), Piala Thomas di Kuala lumpur (1970), Pra Piala Dunia di Singapura (1977) dan Piala Uber di Tokyo (1981).

Menjejak tahun 1982, Sambas tidak cuma giat reportase di bidang olahraga, ketika itu ia juga pernah menjadi pembawa acara "Dari Desa ke Desa" di TVRI. Sebuah acara yang terbilang sukses sebab mampu menyedot banyak perhatian masyarakat.

Perhatian itu dikarenakan acara yang dibawakannya banyak menyangkut kegiatan pedesaan seperti bercocok tanam, beternak serta kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan wong cilik.

Kembali ke syair Manuk Dadali yang pernah Anda dengar. Lambang negara kita adalah Burung Garuda (Manuk Dadali). Tak diragukan lagi, bahwa burung Garuda adalah pilihan yang tepat untuk menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat.

Sebuah bangsa bersangga pilar-pilar kebangsaan seperti agama, budaya, suku, dan sebagainya. Di atas pilar-pilar itu bangsa Indonesia bertekad menyatu menjadi NKRI. Faktor keberagaman itulah yang bisa mengguncang dunia di atas bingkai kebhinekaan dan janji persatuan.

meberkeun jangjangna. Merentang sayapnya, berarti luas wilayah Indonesia dari Sabang hingga Merauke menambah kekayaan bangsa.

Perbedaan itulah yang meyakinkan bahwa kehidupan berbangsa membutuhkan perilaku tolong menolong. Itulah kehebatan bangsa Indonesia, tanpa diperintah, mereka lantas bergerak untuk saling menolong jika ada bencana-bencana yang terjadi.

Anda sekarang berdomisili atau berasal dari daerah mana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun