Rasanya sejak melewati jalan ini, semakin kesini kok semakin parah macetnya. O iya jalannya memang kecil tapi kendaraannya semakin banyak. Beli motor mudah, bahkan tanpa haus punya SIM. syarat kredit semakin mudah. Ya kalau sulit, kapan kejar targetnya marketing and salesnya kan. All about business. Pengguna angkutan umum hanya bisa pasrah di tengah-tengah kemacetan Depok dan sekitarnya. Menjadi hal yang umum. Aku menggunakan angkutan ini selain lebih murah juga langsung berhenti di stasiun tepat di pintu masuk. Hanya durasinya saja yang lama di jalan. Semua sudah terbiasa. Angkoters sejati.
Aku hendak pergi ke kawasan Senayan, berangkat jam tujuh agar tidak terburu-buru jalan dari halte Senayan nanti. Aku tidak ingin membuat Emma menunggu lama disana. Ya kami akan menjadi volunteer di sebuah event lari yang diadakan salah satu bank bumn. Aku Emma dan beberapa rekan lain akan bergabung bersama. Hari ini jadwal pembagian race pack lari peserta event yang diadakan seminggu lagi. Kami volunteer mengenakan kaos olahraga berwarna biru dengan celana training hitam se lutut untuk laki-laki dan se paha untuk relawan perempuan.
Sesampai di stasiun sudirman aku lanjut naik busway. Acara masih satu setengah jam lagi. Bagiku ini cukup intime. Membiasakan diri hadir setidaknya satu jam lebih awal lebih cepat dalam acara apapun. Kita tidak bisa selalu dicap ngaret, yang cukup membuatku gerah setiap kali mendengar orang lain yang memakluminya. Bagiku tidak bisa ini harus dimulai dari diri sendiri. Tidak bisa mengandalkan orang-orang sekitar. Ini prinsip dalam menghargai waktu yang sudah aku terapkan lima tahun belakangan ini. Sedikit demi sedikit mulai merubah menjadi lebih baik.
Sampai di sebuah shopping center FX Sudirman aku naik ke lantai tiga tempat dimana semua panitia berkumpul dengan segala perangkat, perlengkapan  acara. Semua sudah tertata. Mulai dari jalur antrian sampai mempersiapkan perlengkapan peserta. Aku bagian pembagian perlengkapan itu satu tim dengan Emma.
Baru sampai lantai tiga setelah keluar dari eskalator aku melihat Emma dari kejauhan, kebetulan dia menghadap aku dan aku melambaikan tangan. Dibalas dengan lambaiannya lalu dia berlari kecil mengarah padaku. Penampilan dia sama dengan tambahan headband di kepalanya. Rambut panjangnya diikat ekor kuda. Terlihat lebih sporty selain seragamnya sama dilengkapi sepatu lari putih kesayangannya. Kami memang sama-sama aktif di sebuah komunitas lari di Depok. Biasa lari pagi setiap Sabtu bersama teman-teman lain di kawasan UI.Â
Emma gadis ceria berkulit putih. Wajahnya memang sangat arab sekali dengan mata lebar dan hidung mancungnya. Tidak mungkin para laki-laki cuek dengan keberadaannya. Minimal melirik sepintas. Orangnya ramah dan ceriwis tipikal perempuan tidak kebanyakan. Jauh dari kata jaim. Aku suka salah satu perempuan seperti Emma. selain cantik dan ramah. Tetap saja perempuan itu sensitif atau mudah terbawa perasaan pada umumnya.Â
"Hai Yo!" yo... yo.... Hahaha." dengan gaya rapper dan suara cemprengnya. Aku tersenyum geli saja mendengarnya.
"Udah rame nih mak." aku menyapu pandangan sekeliling. Tapi antrian belum dimulai. Panitia bagian data di komputer sedang sibuk menyiapkan data peserta sesuai urutan pendaftaran yang sudah dibuka jauh minggu sebelumnya. Aku, Emma dan semua relawan lebih awal lagi mendaftar sebagai relawan. Tentu dengan seleksi dari panitia lewat CV dan profil medsos. Intinya harus suka olahraga. Spesifiknya lari. Tidak sampai disitu saja. Harus memang suka dan rutin dengan olahraga lari ini, dengan bukti screenshoot aplikasi lari apapun. Dan kegiatan ini berlanjut sampai ke hari H.
Peserta mulai terlihat ramai dan kami relawan pun langsung mengambil posisi di pos masing-masing. Aku bagian racepack dan Emma juga di counter yang lain. Kami melayani peserta even dengan sebaik-baiknya dan menjawab apa saja yang mereka perlukan untuk lomba nanti.Â
Kegiatan berlangsung selama lima jam. Tidak terasa sudah malam. Tepat jam 6.30 semua racepack sudah habis. Semua peserta telah datang sesuai dengan jumlah peserta. Ada dua kategori lomba yaitu 5 kilometer dan 10 kilometer. Ada beberapa peserta dari luar negeri dan menjadi pemandangan biasa jika kita sering mengikuti even sejenis. Mereka umumnya dari negara Afrika salah satunya Kenya negara produsen pelari cepat dunia. Mereka spesial pemburu hadiah dan memang khusus tinggal di Indonesia sesuai jadwal lomba selama enam sampai setahun. Aku kagum dengan dedikasi mereka untuk olahraga tertua ini.Â
Selesai sudah tugas ku untuk saat ini. Emma sedang asyik ngobrol sama relawan lain. Kamipun pulang bersama. Karena se arah, aku turun di pondok cina Emma di Depok baru. Sepanjang perjalanan kami bercengkerama seperti dua sahabat yang lama tak berjumpa. Padahal seminggu sekali sering lari bareng.Â
"Bisa ya kita keterima jadi relawan, padahal pernah daftar dua kali gagal terus." Emma mengenang masa-masa itu. Sementara aku baru kali ini mendaftar dan diterima. Memang beruntung saja.
"Memang belum jodoh aja em." gue juga ga nyangka bisa dapet eh ada teman pula." Em.." aku agak berbisik. "Mungkin ini jodoh kita." aku memandang mata Emma  dalam-dalam. Emma menerima tatapanpu dan dia seperti malu-malu canggung salah tingkah sambil memainkan ujung rambut ekor kudanya.Â
"Apaan sih... hehehe" tawa renyahnya keluar. Aku menyukainya suara jenaka itu. Entah kenapa. Begitulah wanita ada saja daya tariknya selain seksual pastinya.Â
"Bener kan? Kita jodoh sama-sama diterima jadi relawan di even yang kita sama-sama sukai." entah kemana teman-teman kita yang lain, padahal mereka run enthusiast juga kan."Â
"Iya bang pada sibuk kali, aku kan udah sidang tinggal revisi aja, lo kan emang udah beres kuliah juga kan."
"Udah dari tahun lalu em." gue udah kerja juga ini kan even hari minggu." nambah pengalaman lah."Â
"Iya gue juga pingin tau se seru apa sih jadi volunteer." gue kan anaknya sporty juga kan eaa..."Â
"Ya ya emang sporty sih kalo lagi lari semua orang pasti sporty lah gayanya." "hahaha iya ya, norak ya gue bang." aku tersenyum geli dengan tingkahnya.Â
"Ups dikit lagi stasiunku nich, duluan ya bang yo."
"Ok em see ya."
"Bye ." dia pun turun dari komuter dan perlahan menjauh dari pandanganku. Kami sempat melakukan tos sebelum dia keluar pintu.Â
Aku menghela nafas di dalam komuter yang selalu saja tidak bosan setiap kali aku menaikinya. Memang pedestrian sejati ini seperti ini. Kemana-mana naik kereta. Sambil membayangkan subway di NY atau metro di London. Menjadi teman sehari-hari perjalanan. Tinggal sedikit lagi di benahi disana-sini agar orang-orang lebih banyak lagi menggunakan transportasi umum. Dan mengurangi kemacetan dan polusi. Harapan itu tidak pernah surut di pikiranku. Mungkin juga di pikiran orang-orang.Â
Stasiun pemberhentianku telah tiba. Hujan menetes perlahan kemudian deras menutup perjalananku hari ini. Sederas keinginanku untuk bertemu kembali dengan Emma. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H