Malas gerak, sebuah kalimat yang sering kita dengar. Sedikit-sedikit mager. Bangun pagi, mager. Mau mandi, mager. Mau makan, mager. Seperti tidak ada habis-habisnya si mager ini. Atau hanya sekedar istilah saja. Buktinya bilang mager tapi tetap dikerjakan juga.Â
Mager di mulut tidak mengapa. Tapi kalau sering-sering diucap, akan merasuk ke dalam pikiran. Dan jangan salahkan siapa-siapa Anda jadi mager beneran.
Kebiasaan malas gerak ini bisa diakibatkan banyak faktor. Diantaranya adalah
PergaulanÂ
Kok pergaulan? Ya karena kebiasaan anak muda zaman sekarang ini kan menyingkat kata-kata atau kalimat. Bukan lagi inisial. Seperti: mager yaitu malas gerak. Ada juga bacrit singkatan dari banyak cerita, yang kasarnya pun ada seperti bacot. Banyak cocot. Cocot itu bahasa slang Jawanya mulut. Banyak lagi lah istilah itu. Kreatif memang. Cuma harus kita perhatikan penempatannya. Kapan digunakan Bahasa itu. Tahu tempat lah. Akibat seringnya anak muda mendengar istilah ini, maka terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Jadilah malas bergerak.
Teknologi Informasi
Faktor berikutnya adalah ini. Teknologi informasi yang semakin mutakhir. Tidak ada yang salah dengan itu. Percayalah. Kita sekarang bisa pesan apapun lewat sentuhan jari di smartphone kita. Namun kendali tetap ada di kita. Bukan berarti dengan segala kemudahan itu, kita menyalahkan teknologi ini. Dulu mau cari tukang ojek harus jalan ke simpang jalan.Â
Sekarang tinggal rebahan sudah bisa manggil. Anak muda sekarang harus peduli kesehatan. Yang paling mudah ya harus terus bergerak. Bergerak badannya juga pikirannya.Â
Saya pernah mengalami dan akhirnya memahami. Bahwa olahraga itu berpengaruh positif tidak hanya terhadap fisik atau badan saja. Tapi pikiran juga. Ada perasaan yang nyaman setelah badan bergerak mengeluarkan keringat. Tidur malam pun lebih cepat dan berkualitas. Tidak setiap hari saya merasakan ini. Tapi ini jelas menjadi motivasi kuat untuk tidak mager.
Lebih-lebih di masa pandemi ini. Mager memiliki dua sisi lain. Dan baru pertama kali dalam hidup mager itu dibutuhkan. Saat masa awal pandemi. Gerakan di rumah aja, membuat kaum muda merasa bermanfaat dengan tindakan rebahannya. Jalanan sepi. Dan diharapkan penularan virus jadi terkendali. Namun semua itu ada batasnya ternyata. Kita tahu sendiri saat ini. Tanpa perlu dijelaskan lebih lanjut.
KecemasanÂ