"Selamat kami akan menerbitkan buku kamu". Jon pun mematung untuk sepersekian detik. Matanya terbelalak dan agak berkaca-kaca. Bibirnya tersenyum bergetar. Langsung menyalami tanganku dengan erat.Â
"akhirnya ada yang mau menerbitkan buku saya... terima kasih pak. Saya ngga tau mau bilang apalagi."
"Cukup terima kasih". Balasku. Dia pun tertawa agak tertahan. "baik Jon kebiasaan penerbit kami, sebagai tanda jadi sebelum saya mulai menyunting dan naik cetak. Kami akan memberikan uang sebesar lima juta rupiah. Sebagai uang muka. Nanti sistemnya kamu berhak mendapatkan royalty sejumlah kesepakatan kita bersama. Namun sebelumnya.." Senyum Jon perlahan memudar berubah serius.
"ada apa pak?"Â
"kamu, kita harus meringkas bagian tertentu pada cerita agar bukunya tidak terlalu tebal. Untuk novel ini cukup tebal. Tujuh ratus halaman? Potong tiga ratus halaman! Tanpa mengurangi esensi cerita ini. Dan mungkin judul bukunya perlu di revisi agar lebih menarik. Karena tugas saya adalah menerbitkan buku yang indah dan ingin dimiliki pembacanya."
"baik pak saya akan usahakan dan saya janji akan kerja keras untuk ini".Â
"Minggu depan bisa dimulai ya".Â
"Besok saja pak, saya siap".
Aku mengiyakan. Begitu semangat pemuda ini."baik besok jam delapan di kantor saya" jangan terlambat"."siap pak! Â Â Dia pun menghilang dari hadapanku. Setelah aku memberikan cek.
Menulis buku itu memang tidak mudah. Untuk menembus ke penerbitan. Tapi kalau saatnya sudah tiba, tidak ada yang bisa menghentikanmu. Aku hanya seorang editor. Yang belum tentu penulis atau jurnalis.Â
Tapi aku tahu bagaimana cara memoles agar buku itu layak cetak. Agar buku itu enak dibaca. Dan yang pertama tahu isi buku penulis. Penuh petualangan juga menjadi editor. Harus mempersiapkan mata dengan baik. Cukup istirahat. Tidak bekerja ketika di rumah. Hanya sesekali saja.