Mohon tunggu...
Ashfahani Imanadhia
Ashfahani Imanadhia Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum

Medical doctor from Airlangga University, who is currently practicing at RSIA Bunda Menteng, Central Jakarta. Interested in everything about child health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pertolongan Saat Anak Terkena Gigitan Ular

4 Desember 2021   22:09 Diperbarui: 6 Desember 2021   12:45 1790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gigitan ular. (sumber: gmalandra via kompas.com)

Kasus gigitan ular masih menjadi topik kesehatan yang terbaikan. Anak dan remaja merupakan kelompok umur yang sering menjadi korban gigitan ular, dengan tingkat kematian tertinggi pada usia dibawah 5 tahun. 

Gigitan ular masuk dalam kegawatdaruratan medis karena akibat yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan jaringan hingga gagal organ.

Pada anak, gigitan ular seringkali berat dan berakibat fatal karena proporsi masa tubuh yang kecil (volume cairan lebih sedikit) dibandingkan jumlah bisa ular yang masuk ke peredaran darah. 

Hal ini menyebabkan bisa ular dapat menyebar lebih cepat sehingga anak dengan dugaan gigitan ular perlu mendapat perhatian khusus.

Setelah terkena gigitan ular, anak dapat mengalami gejala lokal (gejala yang dirasakan hanya pada tempat gigitan) atau sistemik (menyebar ke seluruh tubuh). 

Gejala lokal yang dialami dapat berupa nyeri, bengkak, memar, lepuhan berisi cairan, atau kulit yang tampak menghitam (nekrosis).  

Sedangkan dari gejala sistemik anak bisa mengalami mual, muntah, nyeri kepala, nyeri perut, pembesaran kelenjar getah bening, kelemahan beberapa otot, sampai henti napas.

Tata laksana gigitan ular terdiri dari tata laksana sebelum dan saat tiba di rumah sakit. Peran masyarakat dibutuhkan dalam memberikan tata laksana yang tepat sebelum korban mendapat pertolongan di rumah sakit. Beberapa hal dibawah ini dapat dilakukan segera setelah anak tergigit ular:

  1. Membawa anak menjauh dari lokasi kejadian atau menuju tempat aman;
  2. Mengkondisikan anak agar tetap tenang dan nyaman, hal ini disebabkan karena ketika anak panik dan laju peredaran darah meningkat maka penyebaran bisa ular akan terjadi lebih cepat;
  3. Membatasi pergerakan bagian tubuh yang menjadi lokasi gigitan (imobilisasi) untuk mencegah bisa ular menyebar dengan cepat;
  4. Hindari tindakan mengisap luka gigitan, membuat sayatan/irisan pada lokasi gigitan, atau membuat ikatan dengan tali/tourniquet secara kuat karena justru memperparah kondisi luka;
  5. Penggunaan perban elastis tidak rutin direkomendasikan karena pada gigitan ular Viper justru memperparah kondisi luka;
  6. Pemberian anti nyeri selain Paracetamol sebaiknya dihindari, dan
  7. Segera bawa anak ke unit gawat darurat (UGD) RS terdekat

Calloselasma rhodostoma yang sebagian besar ditemukan di Pulau Jawa,  dengan postur tubuh khas berupa tanda segitiga di punggung (DA Warrell)
Calloselasma rhodostoma yang sebagian besar ditemukan di Pulau Jawa,  dengan postur tubuh khas berupa tanda segitiga di punggung (DA Warrell)

Penting untuk segera membawa anak ke fasilitas kesehatan terdekat agar dapat dilakukan pemantauan ketat dan tindakan saat terjadi perburukan. Waktu munculnya gejala akan berbeda antar pasien dan sangat tergantung pada jenis ular yang menggigit. 

Fenomena yang sering terjadi adalah keputusan untuk mendatangi pengobatan tradisional lebih dulu setelah kejadian, menunda untuk membawa korban ke fasilitas kesehatan, dan tata laksana awal yang tidak sesuai (memberikan ekstrak dedaunan atau mengikat secara kuat pada lokasi gigitan). 

Pertolongan awal yang tidak tepat akan memperburuk kondisi pasien, bahkan dapat mempengaruhi luaran pasien setelah pengobatan. Terlebih terbatasnya jumlah anti bisa ular di beberapa daerah juga menjadi hambatan dalam penanganan kasus.

Untuk itu, selain perhatian dari pemerintah dan tenaga kesehatan, peran dari masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencapai apa yang ditargetkan oleh badan kesehatan dunia yakni angka kasus kematian dan kecacatan akibat gigitan ular berkurang 50% sebelum tahun 2030.

Referensi

  1. WHO. Prevalence of snakebite envenoming. WHO website. 2020.
  2. Le Gey J, Pach S, Gutierres JM, Habib AG, Maduwage KP, Hardcastle TC dkk. Clinical management of snakebite envenoming: Future perspectives Arch Dis Child. 2021;106:14-19.
  3. WHO. Management of snakebites (WHO 2nd Ed) 2016. Toxicon. 2016;60(4):712–8.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun