REVOLUSI SPIRITUAL
Omnibus law RUU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah terus mendapatkan penolakan dari publik. Serikat buruh hingga mahasiswa ramai-ramai menyatakan penolakan.
RUU Cipta Kerja dinilai terlalu berpihak pada investor dan justru meminggirkan kepentingan masyarakat.
Draf RUU Cipta Kerja diterima DPR 12/2/2020. Pembahasan bersama pemerintah belum juga dimulai. DPR terkesan menunda-nunda pembahasan di tengah hujan kritik RUU Cipta Kerja.
Charles Simabura Peneliti Pusat Studi Konstitusi ( Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, mengatakan, omnibus law RUU Cipta Kerja hanya menitikberatkan pada kepentingan ekonomi.
Menurut Charles, tidak ada pertimbangan keadilan dan kesejahteraan sosial dalam rancangan undang-undang tersebut.
Ia menilai kemudahan dalam aspek ekonomi yang diatur dalam RUU Cipta Kerja diberikan kepada pengusaha atau pemilik modal.
Sementara kepentingan masyarakat justru terpinggirkan.
"Kemudahannya bukan bagi warga negara yang minim akses terhadap sumber daya alam atau sumber daya ekonomi. Kemudahan diberikan justru kepada pemilik modal, kepada asing, dalam rangka mengundang investor lebih banyak. Jadi bukan kita mudah mencari kerja," kata Charles.
Pendapat demikian boleh saja. Tetapi harus paham betul bahwa Omnibus Law memang diperlukan Pemerntah untuk kepentingan ekonomi dengan menarik investor asing yang diberi dan dibatasi kewenangannya memanfaatkan segala sumberdaya yang ada di Indonesia.
Tentu saja dengan syarat utama harus tunduk pada hukum yang berlaku di NKRI. Dan investor pasti tetap dapat perlindungan dari negara asalnya dan juga perlindungan dari negara tempat investasi ditanamkan.
Yang kelihatan bodoh itu yang menolak omnibus Law, karena dianggap hanya untuk kepentingan ekonomi semata dan membela kepentingan investor. Lha ya memang harus begitu bukan?
Kalau minta dikaitkan dengan kepentingan buruh ya kurang pada tempatnya "layauw?"