Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres 2019 Akhiri Perjuangan Sisa ORBA Merebut NKRI

16 November 2018   13:53 Diperbarui: 16 November 2018   15:44 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL 

Reformasi 1998 belum selesai

Bisa dipastikan Pemilu 2019---Pileg dan Pilpres, menjadi saat-saat yang menentukan.  Apakah para pejuang Reformasi 1998 membuat kepemimpinan Presiden Jokowi berhasil menuju masa depan sesuai arah yang ditentukan para pendiri NKRI?

Ataukah NKRI akan kembali dalam cengkeraman ORBA yang tampaknya terus berjuang untuk kembali berkuasa?

Barangkali tidak terlalu berlebihan kalau ada dugaan bahwa dinamika politik di Indonesia pasca reformasi tetap dalam pengawasan dan pantauan para pejuang reformasi.

Reformasi belum selesai karena Parpol hanya jadi kedok untuk kepentingan para politikus sontoloyo dan genderuwo.

Kekuatan para pejuang reformasi

Para pejuang reformasi punya kekuatan di kampus-kampus yang berpengalaman tidak akan lagi bisa dimanfaatkan siapa pun yang bukan untuk kepentingan rakyat. Termasuk untuk kepentingan pemerintah.

Para tokoh pejuang Reformasi 1998 yang cerdas pasti sudah bisa menghitung kekuatan ORBA yang masih membara. Pemusatan kekuatannya pun sudah pasti bisa ditandai.

Mereka pasti sudah tahu siapa mereka yang mengenakan atribut sorban, jubah serta berbagai jaket warna-warni yang menyebar dan menyusup di banyak kelompok yang jelas dihuni golongan para gendruwo sontoloyo.

Kekuatan ORBA

Golongan para gendruwo sontoloyo tidak perlu diragukan untuk disebut sebagai kekuatan ORBA. Karena di media sosial mereka nyata-nyata selalu menyuarakan kebohongan dengan menyebar hoax dan mencebongkan para pendukung Presiden Jokowi. Untuk memancing suasana agar saling melontar ujaran kebencian.

Dan suara Fahri Hanzah, Fadli Zon, Amin Rais Prabowo, Eggy Sudjana sering terdengar ada di sana.


Reformasi 1998 melepaskan cengkraman ORBA

Darah segar dari tubuh para mahasiswa yang mengalir di Universitas Trisakti dan Universitas Atmajaya agaknya ikut melengkapi predikat Universitas Indonesia sebagai kampus perjuangan.

Jika yang sudah-sudah UI punya peran ikut menjatuhkan Bung Karno dan juga terus "mengganggu" keasyikan Pak Harto mengibar-ngibarkan kesaktian SuperSemar.

Maka Trisakti dan Atmajaya tidak mau berpangkutangan melihat UI sendirian menghadapi Pak Harto. Ditunjukanlah oleh mereka bahwa di kampus mereka pun ada yang seperti Arif Rahman Hakim yang gugur dalam proses kejatuhan Bung Karno.

Pada 1998 itu gugur beberapa mahasiswa sebagai tumbal untuk membebaskan negeri ini dari cengkeraman kuku-kuku tajam ORBA. Dan melengserkan Pak Harto.

Pak Harto mencengkram NKRI

Ada pandangan sementara pihak yang mengatakan bahwa Pak Harto tidak pernah memimpin Indonesia.

Melainkan menguasai Indonesia, kalau tidak boleh disebut "menjajah" Indonesia demi dinasti Soeharto sendiri.  Dalam hal ini Pak Harto sama sekali bukan berjuang demi rakyat. Dengan alasan:

1.    Hanya kehebatan Pak Harto yang berhasil menjatuhkan kehebatan Bung Karno.  Yang lain tidak ada yang sanggup.Walaupun Amerika dan Belanda, Darul Islam, PKI dan kelompok lain mungkin para alumni PRRI juga sudah dan masih terus berusaha keras menjatuhkannya.

2.    Pak Harto membubarkan MPRS. Lalu mencengkeram dan menguasai MPR RI lembaga tertinggi dalam Negara yang harus berperan sesuai arahannya.

3.    Pak Harto dengan ORBA, berhasil menempatkan diri sebagai sosok pribadi yang ditakuti Negara dengan semua lembaganya yang ada. Termasuk ditakuti oleh setiap lembaga dalam Angkatan bersenjata dan Kepolisian.  Pak Harto "ditakuti" semua panglima.

4.    Pak Harto bisa berkuasa 32 tahun secara "sah" seperti tanpa salah dan dosa karena UUD'45 bisa ditafsirkan sekehendak hatinya.   Meski UUD'45 membatasi masa jabatan presiden hanya 5 tahun, tetapi tidak melarang seseorang berkuasa setiap lima tahun terus berkesinambungan seumur hidup.

5.    Pak Harto jelas tidak faham Pancasila. Maka Ketuhanan Yang Maha Esa ditafsirkan sesuai kepercayaan yang mungkin dianut Pak Harto.

Pak Harto tidak peduli dengan perikemanusiaan yang adil dan beradab.  Orang-orang PKI dan  yang  dituduh PKI, para pendukung Bung Karno ditumpas habis-habisan sampai tak berkutik.

Pak Harto. Tidak faham Persatuan Indonesia, maka SARA mulai sering digunakan untuk sekrining secara ketat karena dipastikan ada bahaya laten yang mengancam kedudukan---nyawa, Pak Harto.

Tidak faham kerakyatan yang dipimpin hikmah kebijaksanaan permusyawatan dalam perwakilan. Maka suara Golkar yang mengusung pesan Pak Harto dipaksakan menjadi suara rakyat.

Tidak faham Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat. Maka negara menjadi salah urus dan semua kebijakan pemerintah  menjadi kebijakan yang salah kaprah. Yaitu kebijakan yang salah dianggap lumrah-lumrah saja. Tidak perlu dipersoalkan.

Kcerdasan Pak Harto  tidak mampu memahami Pancasila

Pak Harto bisa menjatuhkan Bung Karno; tetapi tidak mampu memahami Pancasila yang dilahirkan lidah dan bibirnya. 

Tetapi tidak mampu memahami Pancasila merupakan kesalahan fatal dalam penyelenggaraan NKRI. Sehingga siapapun tidak pada tempatnya menjadi presiden RI. Kecuali dengan "merebutnya."

Seorang Presiden yang tidak memahami Pancasila sangat bisa merusak jiwa penganut ORBA. Dan bisa merusak jiwa para kroni Pak Harto sendiri.

Karena Pak Harto tidak memahami Pancasila maka rusaklah jiwa Prabowo sebagai sang menantu. Padahal Prabowo boleh dibilang satu-satunya orang terdekat Pak Harto yang seorang jenderal.

Di NKRI. Seorang Presiden yang tidak memahami Pancasila bisa merusak jiwa aparat negara dan pemerintah. Dan sungguh sangat mengerikan bila sampai merusak jiwa dan akhlak para ulama.

Kecerdasan seorang Presiden yang tidak mampu sedikitpun menyerap sari-sari kebenaran murni Pancasila, menjadikan Pancasila cuma sekadar istilah yang gampang diucap, enak didengar dan indah digambarkan. Tetapi nihil makna yang menyenangkan untuk dipelajari, diajarkan dan diamalkan.

Pak Harto  hanya mampu mengarang P4.

Pada akhirnya. Menjelang akhir kekuasaanNYA Pak Harto menyadari bahwa dirinya sesungguhnya tidak faham dengan Pancasila. Untuk menutupi ketidakfahaman  Pak Harto tentang Pancasila sebagai dasar negara, dikaranglah buku "Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila" yang dikenal sebagai "Pe-empat."

Menurut penulis. Isi P4 Pak Harto sangat menyesatkan. Parahnya lagi UUD'45 hasil amandemen dinodai pula dengan memasukkan P4 Pak Harto.

Tanpa diduga dan diperhitungkan sebelumnya, gencarnya penataran P4 yang luar biasa, bisa jadi justru yang mendorong kekuatan jengkel, kesal dan marah penghuni kampus-kampus meletuskan Reformasi 1998 yang menuliskan sejarah dengan tinta emas kampus-kampus perjuangan di Indonesia. 

P-Empat "Perintah Pasti Pelaksanaan Pancasila."

Bangsa Indonesia dan dunia sebenarnya butuh P-Empat yang bermakna "Perintah Pasti Pelaksanaan Pancasila."

Tetapi para negarawan, para pakar dan ahli ilmu tata negara, para ahli hukum, para ahli sejarah, para ahli ilmu politik  hingga para ulama yang katanya sudah faham ilmu akhirat pun agaknya hanya asyik menikmati dunia pakar dan keahlian masing-masing.

Mereka agaknya terlalu menikmati sampai terlena atas indahnya dunia keyakinan keahlian masing-masing.  Apalagi dengan memperdebatkan di ruang-ruang kaca di forum-forum apa saja yang ditonton mata dunia.

Mereka seperti tidak peduli dan masa bodoh dengan bagaimana cara memperlakukan Pancasila sebagai dasar negara NKRI.

Pancasila bisa menghabisi khilafah

Menurut penulis. Hendaknya diketahui. Bahwa kebodohan memahami yang disebut dengan "kalimat tauhit," hanya bisa dihilangkan dengan memahami dan mengamalkan Pancasila.

FPI dan HTI pasti akan melepas sorban dan jubahnya bila tahu isi Pancasila.

Pancasila mengharuskan NKRI sebagai Negara Ketuhanan bukan sebagai negara agama--Islam.

Masyarakat beragama seluruh dunia hendaknya menyadari bahwa Islam menyerukan kepada mereka yang mengakui keberadaan Tuhan untuk tidak menyembahNYA.

Tidak ada Tuhan yang harus disembah manusia. Yang Ada hanya Tuhan yang Menjadikan Muhammad sebagai UtusanNYA.

Keberadaan Tuhan bukan harus dipecaya dan diyakini. Melainkan harus diimani. Dan siapa pun yang mengimani KeberadaannNYA hendaknya bertaqwa KepadaNYA.

Demikian. Terimakasih kepada yang telah membaca tulisan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun