Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Bercermin pada Mahatir, SBY Boleh Capres di Pilpres 2019?

19 Mei 2018   09:50 Diperbarui: 19 Mei 2018   09:57 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

REVOLUSI SPIRITUAL

Bersama rakyat Mahatir memenangkan pertarungan politik

Kemenangan Mahatir Mohamad (93) menunjukkan bahwa usia sebenarnya bukan faktor utama yang membatasi seseorang untuk mengabdikan diri kepada bangsanya. Agaknya bagi seorang pemimpin sejati tidak ada masa pensiun untuk mengabdi kepada rakyat.

Masa pensiun hanya pantas dikenakan kepada mereka yang digaji dengan uang rakyat. Orang boleh pensiun sebagai pe'enes. Tetapi sebagai sosok-sosok pribadi yang merasa wajib harus "membantu" pemerintah tidak mengenal masa pensiun.

Yang membatatasi kekuasaan 

Faktor utama yang bisa membatasi seseorang  berambisi untuk merebut jabatan sebagai pemimpin pemerintahan hanyalah kesadaran diri pribadi sebagai warganegara yang sanggup "mengorbankan kepentingan---kesenangan, pribadi dan keluarga." Demi kepentingan bangsa dan negaranya. 

Tokoh yang demikian pun setiap saat sangat rela melepaskan---diminta atau tidak dminta, segala kekuasaan yang ada pada dirinya. Demi kepentingan bangsa dan negaranya.

Bagi Doktor Mahatir kekuasaan mungkin bukan sekadar untuk berkuasa atas seluruh kekuasaan yang ada dalam negara. Bukan hanya untuk mengantar rakyat agar bisa mandiri menikmati kesejahteraan ekonomi yang selayaknya dinikmati oleh setiap bangsa. Tetapi juga mengajari bangsanya untuk selalu segera mengakhiri setiap pemerintahan yang korup.

Esensi "demokrasi"

Dari sudut pandang lain. Bangsa Indonesia juga harus bisa menghargai sikap rakyat Malaysia yang tidak berkeberatan bila untuk kedudukan sebagai kepala pemerintahan mungkin tidak perlu dibatasi hanya dengan masa-masa jabatan.

Maksudnya. Seorang pemimpin bisa saja menduduki berkali-kali masa jabatan jika ternyata masih dianggap mampu dan yang bersangkutan bersedia menerima yang diinginkan oleh sebagian besar rakyat. Bukankah yang demikian juga merupakan wujud demokrasi yang juga diterapkan di negara kerajaan tersebut?

Tentu saja demokrasi yang demikian diperlakukan sebagai "etika bernegara" bagi semua lembaga yang disebut sebagai negara. Walaupun praktik demokrasi di semua negara jelas berbeda satu dengan yang lain.

Meskipun tidak tertulis. Bukankah esensi demokrasi NKRI yang berdasar Pancasila antara lain tidak boleh memaksakan kehendak atau berbuat sewenang-wenang oleh dan kepada siapa pun yang bisa mengabaikan keadilan dalam penyelenggaraan negara?

Meskipun tidak tertulis. Bukankah esensi demokrasi NKRI yang berdasar Pancasila yang tidak melarang siapa pun berbuat kebaikan yang tidak atau belum dilakukan oleh negara?

Meskipun tidak tertulis. Bukankah esensi demokrasi NKRI yang berdasar Pancasila juga melarang siapa pun sembarangan menyampaikan pendapat yang menghina, merendahkan dan menebar kebencian kepada pihak lain? Kecuali ajakan berbuat kebajikan untuk hidup saling menghormati, saling menghargai dan juga saling menjaga dan saling melindungi?

EsBeYe jadi Capres lagi

Seperti halnya Dr. Mahatir Mohammad. Mungkin juga bukan suatu yang tidak mencederai demokrasi jika seandainya EsBeYe masih boleh ikut jadi Capres lagi pada Pilpres 2019. Bahwa yang demikian melanggar undang-undang dasar NKRI, memang benar.

Tetapi alangkah bagusnya jika EsBeYe bisa jadi presiden lagi dan bisa menebus kesalahan masa lalunya pada saat menjadi presiden.

Yang mungkin juga perlu direnungkan bangsa ini. Apakah dapat dibenarkan undang-undang dasar di negara demokrasi justru dianggap masih "mengkebiri" demokrasi itu sendiri?

Malaysia selalu mengikuti langkah Indonesia   

DR. Mahatir Mohamad menunjukkan sikap yang nyata kepada para pemimpin Bangsa Indonesia bahwa dirinya agaknya mengikuti langkah para pemimpin Indonesia pada masa lalu sampai pada masa kini dalam berpolitik.

Seperti halnya dengan Mahatir.  Megawati, Prabowo atau pun EsBeYe atau Amien Rais tak usah ragu jika mau ikut jadi Capres jika sekiranya sungguh-sungguh masih sanggup menjadi seorang presiden.

Jangan takut ikut jadi Capres. Alih-alih rakyat jualah  yang pasti menentukan siapa yang berhak jadi presiden. Bukan parpol, agama, uang, senjata, darah etnis ataupun dinasti.

Tentu saja rakyat pasti memilih pemimpin negeri ini yang terbaik. Rakyat pasti memilih pemimpin yang selalu berpikir, berkata, berbuat dan bisa bekerja yang benar.

Yaitu pemimpin yang merasa bersama Tuhan dan rakyat; pemimpin yang adil dan berperikemanusiaan; pemimpin yang mutlak selalu memperkuat persatuan rakyat; pemimpin yang tahu etika bernegara; dan pemimpin yang berorientasi kepada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Rakyat tahu pemimpin yang pasti dipilihnya.

Rakyat negeri ini sudah melihat tak sedikit orang cerdas, orang jujur, orang berani dan orang kuat. Mereka sudah nyata secara gamblang menampilkan sosok pribadi masing-masing yang bisa diharapkan peranaannya dalam negara dan bisa diteladani.

Di tahun politik ini Capres tak perlu kampanye menjatuhkan pesaingnya dengan tudingan-tudingan buruk. Rakyat sudah melihat dengan mata telanjang setiap sosok tokoh bangsa di negeri ini. Rakyat hanya ingin menerima semua rencana yang lebih baik dari yang sebelumnya.

Harap bisa dimaklumi. Rakyat sudah menentukan pemimpin yang dipilihnya jauh sebelum kape'u mencantumkan foto-foto di kertas suara yang harus dicoblos dalam Pileg dan Pilpres 2019.

Rakyat tidak butuh ada kontrak politik dengan serikat-serikat kerja atau ormas-ormas tertentu yang punya kepentingan.

Syarat---kontrak poitik, mutlak menjadi presiden hanya taat pada konstitusi.

Malaysia mengikuti langkah Indonesia   

Walaupun masuk negara se kemakmuran Inggeris, Malaysia agaknya selalu mengikuti langkah Bangsa Indonesia dalam bernegara. Meskipun Bangsa Indonesia disebut  bangsa Indun (Indo)---keturunan,  tetapi sangat diakui sebagai bangsa serumpun dengan orang-orang Malaysia

Konon kabarnya sosok seorang Tengku Abdurrahman Putera perdana menteri pertama negeri jiran itu "cukup berarti" bagi Bung Karno. Sehingga sangat bisa dimengerti bila Bung Karno suatu ktika bisa sangat marah dan mau ganyang Malaysia karena merasa dikhianati.  

Dan hanya atas bantuan zaman Pak Harto pula maka orang melayu bisa memenangkan pemilu di Malaysia.

Mahatir Mohamad pun pernah dijuluki sebagai Soekarno kecil dari Asia atas sikapnya yang tegas terhadap Amerika.

Dan kini orang Malaysia pun melihat bagaimana Presiden Jokowi merangkul seluruh elemen bangsa untuk membangun negeri ini dan terus membrantas korupsi yang sudah menggurita di mana-mana.

Maka Mahatir pun tidak segan mengikuti jejak Indonesia. Dia tidak segan berdamai dengan Doktor Anwar Ibrahim sosok pribadi bekas kawan dan lawan politiknya yang tangguh yang terkenal sangat akrab dengan tokoh-tokoh politik Indonesia.

Demikian. Terimakasih dan salam sejahtera kepada yang telah membaca tulisan ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun