Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fahri Hamzah "Melawan" Pak Jokowi

1 Maret 2018   06:40 Diperbarui: 1 Maret 2018   06:56 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL

KPK merusak kehidupan bernegara

Masyarakat Indonesia dan dunia suah sangat tahu benar bahwa Fahri Hamzah adalah tokoh depe'er yang terkesan sangat sombong; maunya diakui paling benar sendiri dan terkesan paling berani dan tidak takut kepada siapa pun. Walau pun dia tampil sendrian tanpa dukungan partai yang sudah memecatnya.

Sosok yang seorang ini sangat lantang dan terang-terangan menuduh KPK seperti kelompok jahat yang merusak kehidupan bernegara. Tetapi sangat diperkuat oleh dukungan Presiden Jokowi.

Jadi menentang keberadaan KPK sungguh bisa diartikan sebagai melawan kebijakan Presiden.

Fahri tampak sangat gelisah melihat banyak tokoh negeri ini telah jadi korban otete KPK yang menjatuhkan martabat siapa pun yang terkena.

Sekandal e-katepe adalah bohong

Kecerdasan Fahri Hamzah tiba pada kepastian yang tidak boleh diragukan dan ditunda. Bahwa untuk mengalahkan KPK dan Presiden Jokowi harus segera secara berani dan terang-terangan dan terus-menerus konsisten mengatakan bahwa sekandal e-katepe adalah bohong belaka.

Fahri Hamzah mengatakan bahwa skandal mega korupsi e-katepe hanya sebuah cerita khayalan Nazarrudin. Tidak ada sama sekali kerugian negara yang disebut sampai dua trilyun lebih.

Kefasihan Fahri membeberkan cerita buruk KPK memberi kesan bahwa dia sangat tahu detil  atau seluk beluk permainan kelas tinggi tentang e-katepe. Terkesan Fahri seperti ada di dalam satu ruang dengan mereka yang bermain.

Kecerdasan Fahri membuat dirinya tidak ikut disebut terlibat dengan skandal tersebut. Dan Nazaruddin pun yang sudah terlanjur menyebut Fahri juga terlibat dalam korupsi besar yang lain. Besar kemungkinan juga tidak bisa membuktikannya. Kecuali ada saksi hidup yang lain yang bisa melengkapi dan menyempurnakan keterlibatan Fahri Hamzah.

Bagi Fahri. Bahwa ada bukti rekaman-rekaman, pengakuan-pengakuan yang terkait dengan skandal e-katepe dan juga tewasnya Johannes Marleen warga negara Amerika agaknya belum bisa diterima sebagai bukti nyata dalam kasus yang menggemparkan ini. Bukan bukti ada kerugian negara.

Melawan KPK, melawan Jokowi

Melawan KPK secara gigih dan terang-terangan adalah satu-satunya jalan penting untuk mengambil posisi bersebrangan melawan Presiden Jokowi secara total. Tanpa basa-basi. Agar terkesan bahwa tidak ada gunanya Presiden Jokowi bersikap ramah terhadap Fahri kecuali harus bersikap bisa memahami dan sungkan.

Fahri berani mengambil posisi tersebut karena merasa masih banyak orang yang sepaham dengan dirinya. Dan ia tahu bahwa banyak tokoh penting di negara ini yang tidak suka dikalahkan---pamor,  oleh Jokowi.

Kalau toh kemudian hari "waktu" juga harus terpaksa membacakan dosa Fahri di pengdilan. Maka dia pun bisa berkata dengan gagah: "Gua diadili karena berani melawan Jokowi. Sama sekali bukan karena tindak pidana korupsi."

Fahri  tidak sendirian.

Fahri mungkin merasa tidak sendirian melawan Presiden Jokowi. Meski banyak tokoh partai yang diangggap tidak berani menujukkan sikap berbeda kepada Presiden Jokowi. Melawan presiden Jokowi sangat berisiko tersingkir dalam pemilihan umum 2019.  Dia maklum. Terkecuali Partai Gerindra dan PKS.

Mungkin Fahri juga tahu bahwa masih banyak tokoh senior negeri ini yang sudah tidak beratribut apa-apa selain dapat sebutan "mantan" yang "bergerilya" ingin ikut menumbangkan Jokowi. 

Belum lagi tokoh-tokoh kroni orba yang masih terus mengibarkan bendera anti peka-i terus berusaha ikut kembali bisa mempengaruhi kekuasaan.

Dan sangat mungkin Fahri Hamzah juga memperkirakan masih akan cukup bisa memanfaatkan kelompok-kelompok penghujat, pembenci dan anti Ahok yang mengaku kaum pendukung Habib Rizieq Shihab dan alumnus pemain 212 2016 yang senantiasa menanti kapan ada demo besar-besaran lagi.

Bangsa Indonesia terus maju walau dengan sistem bernegara yang salah.

Dan yang paling penting Fahri. Dia yakin benar bahwa Bangsa Indonesia telah bernegara menggunakan sistem yang salah. Maka apa pun yang dilakukan pemerintah pasti salah.

Jika ada korupsi dan ada skandal e-katepe maka hal itu sangat wajar dan tidak perlu KPK harus dibentuk untuk melawan korupsi. Karena negara telah diselenggarakan dengan salah sistem.

Sistem negara mana yang dianggap baik oleh Fahri? Fahri mungkin hanya cukup menyinggung masalah bagaimana parpol harus dibiayai negara. Agar parpol tidak cari duit. Mungkin semua parpol disejajarkan dengan lembaga negara yang dibiayai negara.

Fahri mungkin tidak pernah mau melihat bahwa Republik Rakyat Cina adalah negara yang diselenggarakan oleh sebuah partai. Karena komunis.

Tetapi Fahri mungkin juga tidak menyadari bahwa KPK yang dipercaya rakyat, dibentuk untuk menyelamatkan bangsa dan negara karena sistem bernegara yang dia katakan salah.

Menghilangkan dan lupakan korupsi

Agaknya mungkin Fahri berpendapat bahwa korupsi di negeri ini bisa dihilangkan dengan membuat sistem bernegara yang benar yang mempersulit aparat negara melakukan tindak korupsi.

Maka wajar jika dia dan kawan-kawan berjuang keras menghabisi KPK. Dia tak peduli dengan suara rakyat yang marah terhadap koruptor.

Mungkin rakyat dianggapnya masa bodoh terhadap korupsi selama perut rakyat kenyang dan dapat hidup kecukupan.

 Lupakan masa lalu yang menjadikan korupsi adalah peluang emas bagi semua karier karena sistem bernegara yang keliru.

Ikhlaskan saja tujuh turunan kaum koruptor menikmati hasil korupsi leluhurnya. Tidak usahlah bangsa ini cemburu dengan kemewahan kaum koruptor.

Prinsip alami bernegara

Menurut penulis. Sikap Fahri dalam hal korupsi sangat jelas berbeda dengan sikap alami Presiden Jokowi. 

Bagi Presiden Jokowi. Setiap warga negara sama-sama tehormat di dalam hukum. Setiap warga negara berkewajiban menghormarti hukum negara yang mutlak menghormatinya..

Baik atau buruk perbuatan seorang warga negara harus dipertanggungjawabkan kepada Negaranya selama masih hidup di dunia. Bukan harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan di akhirat nanti.

Sebab urusan bernegara adalah urusan setiap bangsa yang bernegara. Bukan urusan Tuhan.

Tuhan Yang Maha Esa yang diakui KeberadaanNYA oleh NKRI tidak pernah Mencabut hak Bangsa Indonesia untuk bernegara. Kecuali jika bangsa Indonesia tidak mampu lagi memanfaatkan, menjaga, merawat, melindungi, menikmati dan mensyukuri negaranya.

Fahri Hamzah, Presiden Jokowi, Ahok dan Habib Rizieq  di tahun politik 

Pada tahun politik ini. Mungkin bagi sebagian rakyat Indonesia, sikap Fahri Hamzah tidak ada yang menyenangkan.  Sehingga PKS terpaksa memberi kartu merah dan memecatnya keluar dari keanggotaan partai. 

Sama halnya dengan Presiden Jokowi.  Hal demikian sangat wajar dalam kehidupan di mana saja. Termasuk kehidupan mereka yang sudah sampai di akhirat.

Tetapi hal yang demikian wajar tidak terjadi pada tokoh yang mengaku paling mengerti dan pembela Islam paling tulen, Habib Rizieq Shihab. Si Habib tidak pernah bersikap kesatria seperti yang selalu diperlihatkan Fahri Hamzah.

Sikap Habib Rizieq Shihab sangat jauh sekali kalau dibandingkan dengan Ahok yang berani bertarung sampai harus dikalahkan hakim yang tidak bisa digugat. Dan sanggup terkapar di dalam tahanan tanpa banding. Kecuali minta peninjauan kembali atas perkaranya.

Kejutan dalam Pilpres 2019

Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, NKRI selalu membuat kejutan pada dunia. 

Mungkin 2019 dunia tidak akan terkejut jika Petahana Pilpres 2019-'24 didampingi wapres Prabowo, Agus HY, Ahok, Tuan Guru Bajang, Muhaimin Iskadar, Zulkifli Hasan, Prof. Mafud MD, Dr. Puji Astuti atau Dr. Sri Mulyani dan lain-lain.

Tetapi sangat mungkin 2019 dunia akan dikejutkan lagi secara luar biasa jika Petahana Pilpres 2019-'24 tampil didampingi wapres yang bernama Fahri Hamzah? Mungkin yang demikian yang akan layak disebut sebagai "dwitunggal"

Karena Fahri Hamzah sangat ingin jadi presiden RI seperti halnya dengan Prof. Yusril Ihza Mahendra dan juga Dr. Rizal Ramli.

Demikian. Terimakasih dan salam sejahtera kepada yang telah membaca tulisan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun