Fahri berani mengambil posisi tersebut karena merasa masih banyak orang yang senasib dengan dirinya. Dan ia tahu bahwa banyak tokoh penting di negara ini yang tidak suka dikalahkan---pamor, Â oleh Jokowi.
Fahri merasa tidak sendirian.
Fahri mungkin merasa tidak sendirian melawan Presiden Jokowi. Meski banyak tokoh partai yang diangggap tidak berani menujukkan sikap menantang kepada Presiden Jokowi. Terkecuali Partai Gerindra dan PKS.
Mungkin Fahri juga tahu bahwa masih banyak tokoh senior negeri ini yang sudah tak beratrbut apa-apa "bergerilya" ingin ikut menumbangkan Jokowi.Â
Belum lagi tokoh-tokoh kroni orba yang masih terus mengibarkan bendera anti peka-i terus berusaha ikut kembali bisa mempengaruhi kekuasaan.
Dan sangat mungkin Fahri Hamzah juga memperkirakan masih akan cukup bisa memanfaatkan kelompok-kelompok penghujat  Ahok yang mengaku kaum pengikut Habib Rizieq Shihab dan alumnus pemain 212 2016.
Bangsa Indonesia bernegara dengan sistem yang salah.
Dan yang paling penting Fahri merasa tahu benar bahwa Bangsa Indonesia telah bernegara menggunakan sistem yang salah. Maka apa pun yang dilakukan pemerintah dan aparat pasti bisa salah kaperah. Artinya kesalahan dalam penyelenggaraan negara bisa dianggap sebagai hal lumrah saja.
Jika ada korupsi dan ada skandal e-katepe maka hal itu sangat wajar dan tidak perlu KPK harus dibentuk untuk melawan korupsi. Karena negara telah diselenggarakan dengan salah sistm.
Sistem negara mana yang dianggap baik oleh Fahri? Fahri mungkin hanya cukup menyinggung masalah bagaimana parpol harus dibiayai negara. Agar parpol tidak cari duit. Mungkin semua parpol sebaiknya disejajarkan dengan lembaga negara yang dibiayai negara.
Fahri mungkin tidak pernah mau melihat bahwa Republik Rakyat Cina adalah negara yang diselenggarakan oleh sebuah partai. Karena komunis.