Menurut pendapat pribadi penulis tentu saja boleh, siapa yang melarang? Negara tidak berhak memaksa seseorang harus memeluk suatu agama. Agama adalah hak pribadi untuk memeluknya.
Orang yang tidak faham agama wajar saja jika tidak memeluk sutu agama. Bahkan mungkin mereka yang sangat faham agama pun tidak dilarang untuk tidak memeluk suatu agama yang sangat difahaminya.
Dampak Sosial. Putusan MK
Nah kembali ke masalah menuliskan nama agama atau "nama aliran" di kolom agama. Â Penulis melihat kemungkinan akan ada dampak sosial yang tidak diinginkan dalam berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.
Penulis sampaikan masalah ini karena penulis pernah mendengar ada warga masyarakat yang sangat menolak menguburkan seorang penganut aliran kepercayaan yang meninggal.
Untunglah seorang tokoh masyarakat yang bijaksana berhasil memberi pengertian kepada masyarakat bahwa umat beragama berkewajiban menguburkan jazad siapapun yang meninggal. Jika golongan orang yang meninggal itu tidak ada di sekitarya. Umat beragama yang ada wajib menguburnya dengan baik-baik menurut adat dan ajaran agama yang dianut.
Menguburkan jasad mereka yang sudah meninggal itu berbuat kebaikan karena menyempurnakan kematian sesamanya dalam kehidupan. Jika tidak justru umat beragama---agama apa pun, telah berbuat nista dengan agamanya sendiri.
Konsekuensi putusan MK
Konsekuensi putusan MK tentang penulisan penghayat kepercayaan di kolom agama di katepe bisa memungkinkan bahwa siapa pun boleh menuliskan secara benar tuntunan hidup pribadinya.
Di kolom agama seseorang boleh menulis sebenarnya tentang tuntunan hidup yang dianut. Boleh ateis, tidak beragama, dan tentu saja boleh menulis "bertuhan sesuai Pancasila."
Barangkali bisa diusulkan bagi yang tidak mau menyebut nama agamanya bisa ditawarkan untuk memakai istilah "pengamal Ketuhanan dalam Pancasila."