Tentu saja pengertian itu juga belum tentu sama dengan pendapat para tokoh semua agama dan juga tokoh semua aliran kepercayaan di negeri ini.
Pengertian (batasan) tersebut di atas hanya sekadar contoh untuk membedakan apa yang disebut pemeluk agama dan yag disebut penganut "penghayat kepercayaan" di negeri ini.
Penggunaan istilah "penganut pengahayatan ...,"
Untuk penggunaan istilah "penganut pengahayatan ...," atau "penganut kepercayaan ...," atau "pengamal penghayat kepercayaan ..." atau "penganut penghayat kepergayaan kepada Tuhan yang Maha Esa" pasti akan sangat sulit. Kalau tidak dicantumkan pula sebutan atau nama yang dihayati atau pun dipercaya.
Demikian pula jika yang dituliskan adalah "nama suatu aliran kepercayaan." Sebab suatu aliran kepercayaan di Indonesia pada dasarnya bersumber dari ajaran suatu agama---Islam. Sehingga tidak mengherankan jika aliran-aliran tersebut seringkali dipimpin atau bersumber dari tuntunan orang-orang yang mungkin disebut sebagai kaum "sufi" atau kaum tarikot.
Kelompok aliran kebingungan.
Tetapi tak bisa dipungkiri bahwa hadirnya aliran-aliran dalam pemehaman agama sangat bisa diikuti juga lahirnya berbagai aliran yang macam-macam bahkan ada yang disebut sebagai "aliran kanuragan, aliran kebatinan bahkan ada yang disebut aliran sesat.
 Dan di Indonesia sangat mudah suatu aliran "disesatkan" oleh kelompok yang merasa paling benar dalam soal agama. Dan mudah pula suatu sindikat membuat suatu aliran kerohanian yang kemudian ternyata layak disebut sebagai aliran kejahatan.
Maaf. Harus diakui bahwa kelompok-kelompok aliran itu pun mungkin sangat kebingungan menentukan posisi dirinya dalam bernegara. Mereka secara pasti dan nyata telah menempatkan diri bukan sebagai kelompok beragama tetapi minta diakui keberadaannya sama seperti umat beragama. Maka mereka minta diakui keberadaanya dalam kolom agama di katepe.
Atheis di negeri Pancasila.
Apakah di negara Pancasila boleh ada orang yang tidak beragama?Â