Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saracen, Legal atau Ilegal Mutlak Harus Ditumpas

31 Agustus 2017   08:05 Diperbarui: 31 Agustus 2017   11:06 1590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saracen, Legal atau illegal tidak Perlu Diperdebatkan. Yang Penting Harus Ditumpas Sampai Selesai.

REVOLUSI SPIRITUAL

Pagelaran HUT RI 72 pada 17 Agustus 2017---di Istana Merdeka, yang untuk pertama kali menggelar wajah Bangsa Indonesia yang bhinneka tunggal ika seperti sebuah "kejutan," karena penuh warna-warni yang sangat indah dan memukau bagi setiap jiwa seorang pribadi Bangsa Indonesia sendiri, dari mana pun asalnya dan apa pun kesukuannya.

Bagi mereka yang selalu bersama dan merasa Disaksikan oleh Tuhan Yang Maha Esa pasti juga merasakan bahwa Tuhan pun sangat Bersyukur dan Memuji Bangsa Indonesia yang sangat bangga dan mensyukuri keberadaannya yang dalam bhinneka tunggal ika alami.

"Jaya Bangsa Indonesia. Jaya N.K.R.I.. Jaya Indonesia Raya," barangkali demikianlah salam Tuhan Yang Maha yang sangat indah kepada seluruh Keluarga Besar Bangsa Indonesia, yang terdengar DiucapkanNYA dalam hati sanubari setiap warga negara.

Barangkali sama indah dengan salam Allah subhanahu ta'ala kepada setiap UmatNYA yang berbahagia atas berkat dan RahmatNYA karena ketaqwaannya.

Karena Bangsa Indonesia sungguh menyadari dan mengakui hanya atas kehendakNYA maka ada Bangsa Indonesia yang memiliki dan dimiliki N.K.R.I.. Dan dengan KuasaNYA pula maka Bangsa Indonesia bisa menyatakan kemerdekaannya di Jakarta. Atas nama nama Soekarno-Hatta, 17 Agustus 1945.

Saracen. Sa-Ra-Cen-Dana?

 Suasana optimisme gembira ria bahagia merayakan HUT RI 72 pada 17 Agustus 2017  pun segera dilengkapi dengan berita heboh keterlaluan dan membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa.

Yaitu terkuaknya ada sindikat penyebar ujaran kebencian yang bewujud hoax, caci maki, fitnah, sumpah serapah sambil terus menabur nafsu permusuhan.  Yang rupanya selama ini sudah ikut meramaikan pertarungan politik dengan teriakan-teriakan seperti "menantang" minta ditindak aparat negara, di dunia maya di negeri ini.

Dan tentu saja sindikat tersebut patut dicurigai selama ini sebagai pihak yang harus bertanggung jawab yang terus menerus mendendangkan lagu-lagu yang bernada menghujat, menghina yang berkicau-kicau mencari-cari salah dan dosa Presiden Jokowi yang juga berkedudukan sebagai kepala negara.

Yaitu kicauan-kicauan yang senada atau seperti yang diperdengarkan oleh beberapa orang di antara mereka yang duduk sebagai anggota---ketua, depe'er er'i. Misalnya, seperti Fahri Hamzah. Fadly Zon dan beberapa politisi yang lain.

Apa untungnya mencemooh seorang Presiden---Jokowi?  Jawabnya "pasti ada duitnya." Setiap suara yang bernada memusuhi Pak Jokowi sangat mungkin ada hadiahnya yang lumayan. Karena sudah terbukti pada peristiwa demo-demo besar yang menjatuhkan Pak Ahok. Maka ramailah ujaran kebencian didendangkan di medsos dan tayangan-tayangan televisi.

Makin terkenal posisi dan nama seseorang di layar kaca makin mahal dana bayarannya.

Siapa yang mau bayar ujaran kebencian? Jawabnya pasti ada di Saracen.

Semula memang semua ujaran kebencian, hujatan dan serangan  berbau SARA cukup bisa diarahkan habis-habisan hanya kepada Gubernur Ahok. Dengan harapan pasti akan menggoyang Pak Presiden. Tetapi dana yang demikian banyak dihabiskan untuk menggoyang Presiden Jokowi ternyata sia-sia.

Pak Ahok memang bisa dipenjara tetapi sama sekali tidak menjatuhkan nama besar pribadinya sebagai negarawan masa kini dan masa depan untuk N.K.R.I..  Dan kesalahan yang ditimpakan kepada Pak Ahok sama sekali tidak mengurangi kewibawaan dan keperkasaan seorang Jokowi.

Sindikat yang memproduksi ujaran kebencian itu disebutkan menamakan diri Saracen.

Penulis belum melihat atau mendengar secara pasti apa "arti" di balik nama tersebut.  Yang sudah terdengar oleh penulis. Sindikat itu menjual jasa untuk mereka yang butuh menyebarkan hoax, fitnah dan menggunakan isu berbau SARA.  Sangat mungkin guna menyambut pertarungan politik pada pesta demokrasi 2018 dan Pilpres 2019.

Karena isu SARA masih dipandang sangat berhasil menjatuhkan lawan politik seperti yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 tempo hari.

Meski sangat jelas bahwa Pak Ahok sesungguhnya tidak cukup hanya bisa diserang dengan isu SARA saja. Perlu ada kolaborasi ampuh yang sulit ditanggulangi untuk mencegah kekalahan Pak Ahok.

Penulis melihat ada kolaborasi antara para pedagang politik yang berkedok "ahli nujum" kemenangan suara di tepe'es di seluruh pelosok Jakarta. Dan bantuan mahluk-mahluk "tuyul" membawa amplop untuk membeli surga bagi mereka yang beriman, yang rajin menyusup di perkampungan, terutama di rumah-rumah ibadah.

Di tambah lagi jurus jitu memasang Anis yang tak pernah ikut melamar jadi gubernur, harus maju "mengimbangi Ahok" untuk "didampingi" Sandiaga yang lebih sebelumnya digadang Gerindra untuk jadi cagub.

Tetapi yang sekarang terasa dan terkesan menyedihkan adalah Anies dan Sandiaga yang seperti tidak siap untuk menjadi pemenang. Buktinya selesai Pilkada keduanya nyaris tidak bersuara yang bisa menandai meningkatnya optimisme warga Jakarta akan kepemimpinan mereka mendatang.

Mohon maaf sebelumnya bahwa penulis punya dugaan pribadi terlepas dari pernyataan pihak lain maupun pihak yang mengaku sebagai orang-orang Saracen sendiri.  Bahwa ada kemungkinan nama Saracen bisa saja berasal dari kata Sa-Ra-Cen-Dana, yang bisa pula membawa bermacam makna. Misalnya, satu rasa dengan cendana.  Atau bisa pula dari kalimat "satu rasa dari cendana."

Sekali lagi penulis minta maaf---kepada kompasianer, kalau dugaan penulis ini ngawur. Dan juga tetap minta maaf kalau dugaan penulis ini benar. Karena menyampaikan dugaan yang ternyata benar adalah bisa seperti suatu upaya untuk pencitraan diri penulis ingin dipandang sebagai seorang paranormal yang agak lumayan pridiksinya.

Juga ada yang terkesan mengada-ada. Ada pendapat bahwa Saracen sama dengan peka'i modern. Apa iya di zaman sekarang masih ada orang peka'i yang begitu bodoh cari duit dengan bikin proposal pakai nama Saracen?

Anak orang peka'i kecil kemungkinan bikin parpol atau organisasi. Mereka lebih nyaman ada di parpol-parpol yang sudah ada untuk menjadi mahluk politik yang sebenarnya yang pasti bukan peka'i lagi.

O ya. Kenapa pakai nama Saracen? Penulis menduga menggunakan simbol dengan nama pohon cendana yang harum sungguh masih pantas untuk digunakan walau terpaksa. Walaupun Saracen katanya masih dalam wacana. Tapi toh gejala kegiatannya sudah sangat jelas mewarnai hiruk pikuk sumpah serapah di medsos yang sangat membahayakan persatua bangsa dalam kesatuan.

Yang butuh jasa Sarasen?

 Siapa yang kira-kira butuh menggunakan jasa Sarasen? Jasa Sarasen dibutuhkan oleh mereka yang ingin segera mengganti kepemimpinan nasional seperti harapan dalam doa R.M Syafei politisi Gerindra 16 Agustus 2016 di Gedung DPR/MPR RI setahun yang lalu.

Dan tentu saja juga dibutuhkan mereka yang ingin melawan petahana dalam Pilpres 2019. PKS, PAN, PKB, Partai Gerindra dan Partai Demokrat boleh jadi tak berminat menggunakan jasa Sarasen. Toh ada macam-macam peka'es-peka'es yang berpengalaman di Pilkada DKI Jakarta 2017.

Peka'es-peka'es itu bisa bernama atau berarti macam-macam juga. Bisa berarti partai kroni sejati; partai komunis siluman; partai kaum sesat, pengikut kyai setan dan lain-lain.

Tetapi penulis sangat berharap jangan sampai ada Partai Keluarga Suharto. Keluarga Pak Harto mungkin belum saatnya ikut-ikutan nimbrung dalam Pilpres 2019. Meski dukungannya masih sangat dibutuhkan oleh banyak pihak.

Demikian. Terimakasih kepada yang telah sempat membaca tulisan ini.  Diiringi salam bahagia sejahtera bagi kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun