Karena salah ajar, maka terjadi salah arah. Maka beragama yang seharusnya bersama-sama tak pernah lelah berbuat yang ibadah. Yang terjadi justru memaksa diri mengumpulkan dana untuk bermegah-megah menyelenggarakan ritual-ritual akbar.
Karena salah ajar, maka orang sering omong salah-salahan omong, mencari-cari salah dan dosa orang lain sambil berpura-pura dirinya bebas dari segala salah dan dosa.
Karena sering salah omong, maka orang jadi salah tingkah yang berakibat sering salah urus segala hal. Korupsi dianggap hal biasa atau wajar. Korupsi yang seharusnya dipantang. Berubah menjadi hak menggunakan peluang menghalalkan yang diharamkan.
Beruntunglah Bangsa Indonesia. Presiden Jokowi hadir seperti berani keluar dari jalur “normal” yang sepuluh tahun dilalui Presiden SBY.
Presiden Jokowi berani tanpa kompromi membawakan nawa cita. Berani seperti tak peduli dengan DPR RI yang sedang gagap bergulat sendiri dengan gigih membagi diri dalam koalisi KMP dan KIH.
Maka dengan kehadiran Presiden Jokowi, cahaya terang Pancasila agak tampak sedikit lebih jelas dan nyata walau masih hanya pada wujud judul sia-silanya.
Demi Ketuhanan Yang Maha Esa. Kaum Muhammadiah dan Nahdlatul Ulama bisa salat—idulfitri, pada hari yang sama.
Demi perikemanusian yang adil dan beradab semua penjahat narkoba disempurnakan hukumannya secara terhormat oleh regu tembak yang ditunjuk negara.
Demi persatuan Indonesia Petral dibubarkan.
Demi menghormati demokrasi, bisa digelar besar-besaran acara demo 411 dan demo 212 super damai.
Demi menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat diselenggarakan tax amnesty.