Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Mimpi, Kembali ke UUD '45 yang Asli, Segalanya akan Beres?

13 Desember 2016   10:57 Diperbarui: 13 Desember 2016   12:20 1116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

REVOLUSI SPIRITUAL.

Kabarnya. Mereka yang berniat makar akan menduduki gedung MPR dengan tuntutan agar NKRI kembali memakai UUD ’45 yang asli dan MPR mencabut mandat Jokowi-JK sebagai presiden.  

Kalau demikian niatnya maka pantas mereka ditengarai akan berbuat makar. Karena menduduki—menguasai, Gedung MPR pasti  akan mengambil alih peran MPR untuk melaksanakan apa yang dituntut mereka.

 Tuntutan yang tiba-tiba akan disampaikan dengan cara melakukan makar, hendaknya  mampu menyadarkan semua pihak untuk bisa menyadari.  Bahwa bangsa ini sejak proklamasi  sampai hari ini senantiasa bermasalah dalam penyelenggaraan negara. 

 

Pancasila dan UUD ’45, bermasalah

Sejak proklamasi sampai disingkirkan Pak Harto. Bung Karno tiada hentinya mengajak bangsa Indonesia untuk berjuang mengokohkan tegaknya NKRI. Sejak proklamasi NKRI selalu dalam berbagai goncangan politik yang luar biasa dahsyat dan berbahaya. 

5 Juli 1959 Bung Karno terpaksa mengeluarkan dekrit presiden. Membubarkan dewan konstituante yang tak mampu membuat undang-undang dasar untuk NKRI, karena tidak mengerti isi Pancasila. Dan NKRI kembali menggunakan UUD ’45.

Selanjutnya.  Presiden Megawati tak berdaya menghadapi manuver elit parpol-parpol di DPR dan MPR yang amandemen UUD ’45 secara brutal. Tanpa peduli bahwa amandemen UUD ’45 mutlak harus berdasar Pancasila.

UUD ’45 diamandemen karena mereka yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan seperti mengalami kebingungan dalam bernegara.

Pancasila dan UUD ’45 dilihat seperti hanya pasti menampilkan sosok Bung Karno dan Pak Harto menjadi seorang pemimpin yang otoriter.

Dan yang lebih mengerikan. Apakah karena Pancasila dan UUD ’45 yang melahirkan tragedi-tragedi nasional yang berlumuran darah? Menghadirkan peristiwa pengkhianatan G30S PKI-1965 dan kerusuhan reformasi 1998?

Jawabnya. Peristiwa pengkhianatan G30S PKI-1965 dan kerusuhan reformasi 1998 bisa terjadi bukan karena Pancasila dan UUD "45.  Tragedi itu bisa terjadi karena Bangsa Indonesia belum mengerti dan tidak bisa mengamalkan Pancasila.

 

Amandemen UUD’45 sia-sia

Dengan UUD ’45 yang diamandemen tampaknya bangsa ini tetap saja kebingungan dalam bernegara. Kekuasaan tertinggi yang ada di MPR hilang tidak jelas tempatnya. 

Yang duduk-duduk di ruang agung MPR agaknya hanya seperti mahluk-mahluk halus yang hampir seperti fosil. Yang setiap kali hanya menebar asap kemenyan mendirikan ritual empat pilar dengan gelar budaya di mana saja. 

Setiap lembaga yang ada dalam negara dianggap banyak pihak punya kedudukan dan kewenangan setara yang tidak bisa “dikritisi.” Tetapi seperti boleh dilecehkan.

Demokrasi jadi tidak jelas asal usulnya. Maka anarki sering jadi ciri demonstrasi di Indonesia. 

Tanpa disadari banyak elit politik jadi korban dengan kedudukannya. Mereka banyak yang terkena penyakit aji mumpung. 

Di pusat dan daerah banyak aparat pemerintah yang terpaksa menyandang gelar cacat seumur hidup sebagai koruptor. Kena otete KPK yang hapus semua nama baik yang menghias nama besar keluarga.

Dengan UUD ’45 hasil amandemen.  Presiden SBY selama dua periode memimpin hampir tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada GBHN. Seolah-olah tanpa program. 

Presiden SBY terpaksa hanya bisa melakukan tugas-tugas rutin seorang presidenan. Mempersiapkan bangsa Indonesia untuk meninggalkan zaman SBY selamanya.  Demi menyambut “giliran” pemimpin Indonesia yang baru. Pemimpin Indonesia murni pilihan rakyat, yang mau kerja keras dengan apa adanya; juga tanpa GBHN. Tetapi berbekal nawacita.

Penulis berani pastikan bahwa kembali menggunakan UUD ’45 tidak akan menghadirkan perubahan apa-apa. Selain menjadikan bangsa ini tetap mondar-mandir di alam kebingungan bernegara seperti di masa lalu. Kembali seperti zaman di Bung Karno, zaman Pak Harto atau seperti memperpanjang masa bingung di zaman Presiden SBY.

 

Pancasila harus Disepurnakan dulu.  Kemudian Kembali ke UUD’45 harus direncanakan. 

Kalau NKRI harus kembali menggunakan UUD ’45 yang asli, "Bangsa Indonesia" harus merencanakannya dengan baik dan terukur dengan sempurna. Menentukan kapan akan memakai kembali UUD "45. Mempersiapkan segalanya yang perlu harus siap dengan sebenar-benarnya siap. Dan dipersiapkan dengan secermat-cermatnya.

Terutama mempersiapkan para pembina kepribadian bangsa. Dalam hal ini sangat penting peran Puan Maharani, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia. Dengan memberi tempat strategis kepada para pakar, profesor, ilmuwan, budayawan dan para ulama.

Kemudian mengajak—mempersiapkan, parpol-parpol yang ada di negara ini supaya siap untuk membina dan mengarahkan kader-kader pemimpin bangsa yang pancasilais.

Pasti semua rencana kembali menggunakan UUD '45 akan sia-sia belaka. Jika Bangsa Indonesia tidak bisa “menyempurnakan” keberadaan Pancasila.  

Pancasila tidak boleh diperlakukan hanya diakui ada sebagai dasar negara. Yang hanya bisa dihafal judul sila-silanya saja. Pancasila mutlak harus disempurnakan dengan rincian detil uraian amanah yang terkandung dalam setiap silanya. Dengan uraian kata-kata yang berisi pengertian yang mutlak yang langsung bisa dimengerti; tanpa perlu ada penafsiran berbeda. 

Menyempurnakan keberadaan Pancasila sangat-sangat penting untuk kembali menggunakan UUD’45 yang asli.

Bung Karno hanya menggali sampai menemukan dan merumuskan apa-apa yang benar ada dan bisa dipakai sebagai dasar negara—Pancasila, yang sebaiknya dipakai dalam penyelenggaraan NKRI. 

Bahwa Bangsa Indonesia mutlak harus berjuang menyempurnakan keberadaan Pancasila adalah harga mati yang tidak bisa ditawar.

Dengan menyempurnakan keberadaan Pancasila secara teruji dengan berbagai ilmu yang ada dalam peradaban. Barulah bangsa Indonesia akan bisa memastikan memakai UUD ’45 yang asli secara sempurna.

Jangan sekali-kali ragu dan takut menyempurnakan Pancasila. Apapun wujud kesempurnaan Pancasila, pasti akan menginspirasi Bangsa Indonesia untuk selalu menyempurnakan kesempurnaan Pancasila. 

Harus diakui bahwa UUD ’45 yang asli pun belum sempurna. Maka NKRI selalu terombang-ambing oleh gonjang–ganjing politik yang tidak bermutu yang tidak pernah sekali pun membawa perubahan lebih baik. Oleh karena itu UUD ’45 juga perlu diperbaiki atau dikoreksi dengan sempurna berdasar kesempurnaan Pancasila yang sempurna. 

Tanggung jawab menyempurnakan Pancasila mungkin akan sangat tepat bila seluruh elemen bangsa terutama para profesor, para pakar, para akademisi, para ulama, para budayawan di negeri ini merasa punya kewajiban bersama untuk berperan menyempurnakan Pancasila.

People power tidak akan mendukung makar

Maraknya isu makar yang terjadi akhir-akhir ini. Menunjukkan bahwa hampir semua pihak yang terlibat, terkesan sangat seperti kanak-kanak.  Walau pelakunya rata-rata sudah di atas Jokowi atau Ahok. Mereka juga sudah kenyang dengan asam garam pengalaman berpolitik.

Pengalaman bernegara memberi isyarat. Bahwa makar yang mengandalkan dukungan people power seperti di negara-negara lain atau pun membawa bendera revolusi sosial tidak akan pernah bisa terjadi di NKRI. Karena sejak awal posisi pemerintah sama sekali bukan lawan rakyat yang harus dikalahkan. Pemerintah adalah wadah semua pihak untuk mengabdi kepada rakyat.

Mayoritas rakyat Indonesia tidak suka dan mengharamkan hiruk pikuk menuntut, menghina, menghujat dan menyalahkan orang lain. Kecuali sebagian kecil dari mereka yang menjual jasa dengan ikut meramaikan demo-demo yang "komersil."

Mayoritas rakyat Indonesia lebih suka menyelenggarakan “pesta suka ria” dalam ritual menyukuri kebahagiaan bersama. Dari pada teriak-teriak menyebut nama-nama Tuhan yang disucikan dalam orasi-orasi demonstrasi yang salah kaprah dan salah arah di negeri ini.

 

Demikian. Salam bahagia dan damai sejahtera bagi yang sempat membaca tulisan ini. Terimakasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun