REVOLUSI SPIRITUAL
Banyak pihak yang kecewa. Kenapa Agus Harimurti Yudhoyono harus meninggalkan garis depan penjagaan kedaulatan negaranya. Keluar dari TNI?
Terutama Ruhut Sitompul yang tampaknya menaruh harapan sangat besar kepada perwira muda putera SBY. Demi sebagian dari masa depan Indonesia yang cemerlang dan abadi.
Apakah keputusan Agus HY maju ke Pilkada 2017 adalah asli keputusan bersama SBY dan Ani Yudhoyono, atau berkat keampuhan bisikan doa para tokoh Demokrat? Tidak ada yang tahu, seperti kata Ruhut Sitompul yang mengaku merasa sangat dekat dengan SBY.
Bahkan mungkin setan dan jin yang mengaku malaikat pun membisikkan. Bahwa Tuhan pun tidak tahu kenapa Agus HY harus maju sebagai cagub dalam Pilkada 2017. Dan yang demikian memang harus dimaklumi sebagai sesuatu yang memang bukan urusan Tuhan.
Juga bukan urusan negara. Walaupun keputusan Agus HY harus melepaskan statusnya sebagai anggota TNI mungkin agak berpengaruh terhadap kepentingan sebuah institusi negara.
Agus HY harus melepaskan statusnya sebagai anggota TNI, sepenuhnya adalah urusan SBY sekeluarga. Sebagai tanda bahwa keluarga Agus HY menjunjung tatanilai luhur “trah” keluarga besar. Lazim anak berbakti kepada ibu-bapak. Harus tidak boleh mengecewakan kedua orang tua.
Banyak “arwah veteran” yang dulu dekat Pak Harto dengan wajah dingin muncul berseliweran di antara mereka yang kecewa. Umumnya mereka berkata, keputusan Agus HY harus maju sebagai cagub dalam Pilkada 2017 pasti murni atas permintaan, dukungan dan restu SBY.
Masalahnya. Kenapa Agus HY harus sampai melepaskan karir sebagai prajurit?
Sebuah pertanyaan yang dilontarkan banyak pihak yang tidak mengerti secara pasti jawabannya. Juga sebuah pertanyaan yang mengejar jawaban pasti, yang sangat wajar saja dari setiap warga negara.
Bisa berkarir di militer tidak mudah dan sangat-sangat terhormat. Tak kalah terhormat dengan jabatan gubernur bahkan jabatan presiden sekalipun. Karena semua jabatan hanya bersifat “dipercaya” sementara untuk menerima kekuasaan—kewenangan, yang bertanggung jawab dan langgeng yang serba dibatasi oleh kekuasaan itu sendiri.
Mungkin mereka yang dulu dekat Pak Harto, rata-rata mencoba menerka menjawab tanpa ekspresi untuk bisa memahami langkah Agus HY tersebut.
Bahwa sebaiknya Agus HY memang harus segera keluar dari militer kalau memang mau berjuang jadi presiden NKRI. Seperti cita-cita SBY masa kecil.
Barangkali SBY tanpa sengaja sangat tersadarkan oleh bagaimana gaya sosok Pak Harto yang seorang prajurit bisa berperan sebagai presiden sampai enam kali lebih masa jabatan yang lima tahunan. Dan juga tersadarkan oleh pengalaman SBY pribadi yang bisa mendapat hak sebagai presiden NKRI untuk dua periode.
Barangkali SBY berkesimpulan. Di manapun di dunia ini. Agaknya seorang presiden yang berlatar belakang militer akan sulit meninggalkan naluri keprajuritan yang suka perang. Bahkan seorang presiden yang tak pernah jadi tentara pun bisa bernaluri prajurit yang suka perang.
Barangkali naluri seorang prajurit adalah "segera dapat mengalahkan musuh.”
Naluri segera mengalahkan musuh inilah yang mungkin menjadikan Pak Harto dengan tanpa ampun menghabisi PKI. Pak Harto sebagai presiden tak segan-segan segera menumpas siapa pun yang dianggap musuh. Pak Harto sebagai prajurit tidak mau ambil resiko dengan bertele-tele menghadapi musuh.
Saat ini. Bagaimana sikap SBY sebagai ketua partai politik dengan pengalamannya sebagai mantan prajurit dan duaperiode sebagai presiden?
SBY seperti terkungkung dengan masa lalu dan masa kini.
Sudah pasti sikap SBY “dipengaruhi” oleh sosok Pak Harto, Megawati dan sangat terusik oleh gaya kepemimpinan penggantinya—Presiden Jokowi, dan juga Ahok yang hanya seorang gubernur DKI Jakarta. Yang keduanya berlatar belakang seorang pengusaha.
Naluri seorang pengusaha yang menjadi pejabat negara, agaknya bukan segera mengalahkan lawan atau musuh. Melainkan bernaluri untuk “selalu berjaya dalam usaha.”
Atau harus sukses dalam usaha. Selalu berusaha menyempurnakan usahanya agar senantiasa berlanjut. Tanpa mencederai pihak manapun.
Naluri seorang presiden yang bernaluri pengusaha, bukan harus berjaya dengan kekuasaan. Bukan berjaya dengan koalisi. Bukan berjaya dalam setiap pertarungan politik. Bukan berjaya dengan oposisi.
Dan bukan pula berjaya dengan mengabaikan pungli yang pakai uang recehan dan kesalahan yang kecil-kecil yang menjengkelkan. Tetapi “selalu berjaya dalam usaha” yang disempurnakan dengan hasil bukti-bukti nyata usaha yang dicapai.
Berjaya dalam militer pun terwujudkan dengan terjaganya keutuhan wilayah kedaulatan NKRI. Dan penghormatan seluruh negara lain terhadap Presiden Jokowi dengan segala kebijakannya.
SBY sangat cerdas membaca debut Presiden Jokowi dan gubernur DKI Jakarta Ahok yang mengejutkan rakyat dan bangsa seluruh penjuru tanah air dan dunia.
Mungkinkah pilkada 2017 adalah kesempatan SBY mencoba untuk memperbaiki sejarahnya. Dengan menghentikan debut Jokowi melalui pertarungan Agus HY melawan Ahok? Agar prestasi masa lalunya sebagai presiden terkesan seperti jauh tidak sebanding dengan prestasi penggantinya?
Agus HY mendapat tugas berat.Melanggengkan nama besar keluarga.
SBY sendiri tampaknya masih punya beban yang semakin berat terhadap negara. Yang seharusnya tidak pantas lagi bagi mereka yang sudah usai perannya sebagai pejabat negara.
Selain masih harus berkepentingan mengarahkan para kader Partai Demokrat. Menata peran Agus HT dan Ibas dalam bernegara. SBY agaknya juga sibuk melayani gangguan arwah Munir dari akhirat yang terpaksa diwujudkan oleh Presiden Jokowi dengan menanyakan laporan TPF kasus terbunuhnya Munir.
SBY sebaiknya segera menyadari. Seorang prajurit yang menjadi pejabat negara—presiden, pada akhir masa bakti, sebaiknya bercita-cita “madeg pandito,” seperti yang diimpikan Pak Harto yang tidak pernah terwujud sampai akhir hayatnya.
Mungkin yang jadi penjabat negara—presiden, sebaiknya berasal dari tokoh pengusaha-pengusaha yang bersih. Seperti di negara kapitalis (?)
Bagaimana jika tokoh-tokoh dari militer jadi presiden? Tidak masalah, semua ada aturannya. NKRI negara demokrasi. Banyak prajurit TNI yang berjiwa ulama. Mereka punya naluri prajurit harus membela dan menyelamatkan jiwa bangsanya.
Bagaimana jika seorang ulama jadi presiden di NKRI? Mungkin harus ditanyakan dulu kepada umat-umat yang memeluk berbagai agama dengan aliran atau mahzab masing-masing. Yang penting jangan sampai terjadi salah menterjemahkan yang bisa berdampak salah memahami dan salah mengamalkan surat Al Maidah 51.
Gara-gara di Pulau Seribu lidahAhok menyebut Al Maidah 51. Pidatonya bisa “divermak” dalam versi lain. Maka Ahok dituduh menistakan agama, Alqur’an dan ulama.
Yang pasti. Ahok tidak pernah menistakan agama, Alqur’an maupun ulama Islam. Tetapi mereka yang demo menuntut Ahok dengan tuduhan menistakan agama.
Dengan demikian bisa dipertanyakan siapa sebenarnya yang pantas menuntut dan dituntut di pengadilan mengenai penistaan agama?
Siapa pun tahu siapa kira-kira yang berkepentingan dengan tuduhan itu. Kampanye Pilkada 2017 sudah dimulai.
Jangan-jangan sasaran demo bukan cuma Ahok. Tetapi Presiden Jokowi.
Dan isu sara diramaikan. Karena kecerdasan mereka yang menuntut, tak mampu menutupi kebenaran yang disampaikan Ahok.
Demikian. Salam bahagia dan sejahtera bagi yang sempat membaca tulisan ini. Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H