Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada 2017 DKI Jakarta Darurat? Anies dan Agus Harus Maju?

1 Oktober 2016   09:54 Diperbarui: 1 Oktober 2016   10:09 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Padahal kekuasaan yang demikian bersifat sementara walau tidak pernah berakhir. Tetapi akan selesai dengan sendirinya. Tepat pada waktunya bagi siapapun yang menerimanya.    Aneh tetapi nyata. Kekuasaan selesai, tetapi kesombongan seperti tetap berlanjut melekat dengan kebanggaan sebagai mantan penguasa yang merasa masih punya bayangan kekuasaan di dirinya.

Di Zaman Presiden Jokowi. Terjadi pergantian nilai-nilai kesempurnaan bernegara.  Sebelumnya kekuasaan dipuja. Dianggap wajar jika kekuasaan menunjukkan kuasanya agar dihormati, dipatuhi, ditakuti.  Dan diperebutkan.  Sekarang yang dipuji dan disanjung itu bukan kekuasaan penguasa. Tetapi siapa yang menerima dan mengamalkan kekuasaan sesuai dengan yang diamanahkan.  Yang dihormati bukan jabatannya tetapi siapa pejabatnya. Yang dihormati bukan seragam polisi. Tetapi siapa yang berseragam polisi. Sebab yang berseragam  bisa polisi gadungan.

3.”Serakah.”   Penguasa nusantara seringkali mengidap penyakit-kekuasaan yang disebut tamak atau serakah. Tak segan minta apa yang dilihat dimiliki orang lain. Tak malu minta disuap, digratifikasi dan merampas harta orang lain secara hukum. Yang lebih parah lagi jika masih mau mengambil kekuasaan dari bawahannya. Karena kekuasaan itu menghasilkan banyak uang.

Di zaman Presiden Jokowi seluruh pendapatan—duit, yang diterima negara dibagikan dan dibelanjakan demi kesejahteraan seluruh rakyat dan kejayaan negara. Kekuasaan lembaga negara tidak ada yang pernah diambil. Yang mungkin terjadi adalah menyempurnakan kekuasaan setiap lembaga yang ada. Agar lebih sempurna dalam bernegara.

4.Munafik.”   Penguasa nusantara seringkali mengidap penyakit-kekuasaan yang disebut "munafik."  Penguasa yang tidak memegang prinsip yang seharusnya dipegang. Terkesan suka ngotot yang tak jelas dan tegas apa maunya. Berbuat yang tidak sesuai—berlawanan, dengan yang sering dikatakan.

Di Zaman Presiden Jokowi. Presiden jelas terlihat tegas tanpa ragu bertindak nyata dan pasti. Menteri-menteri pun sama.   Yang gerpol—gerilya politik, diabaikan sampai frustasi.   Yang melakukan terpol—teror politik, diredam hanya bisa menghujat, marah-marah dan merengek-rengek minta tolong kepada Tuhan.   Semua kekuatan gerpol dan terpol seperti peluru ompong. Letusannya terdengar tapi tidak menyakiti apalagi melukai.

5.Kafir.”   Penguasa nusantara seringkali mengidap penyakit-kekuasaan yang disebut "kafir."  Penguasa yang kafir tidak mau disalahkan. Karena merasa berkuasa. Maka berhak mendustakan kebenaran. Yang nyata-nyata benar dikatakan tidak benar, sedang yang nyata-nyata tidak benar kukuh dinyatakan benar.

Di zaman Presiden Jokowi. Seluruh dunia bersaksi. Yang benar memberi bukti kebenarannya. Dan yang salah ditunjukkan bukti salahnya. Salah dan benar adalah hal biasa dalam hidup berperadaban yang memuliakan manusia.   Tanpa mengakui ada  perbuatan yang salah. Hidup manusia seperti tanpa hukum.   Berani mengaku salah dan minta ampun sangat dihormati negara. Buktinya ada tax amnesty.

 6.Pengecut.”   Penguasa nusantara bisa diliputi perasaan takut kekuasaannya dikalahkan atau hilang direbut orang.  Banyak hal yang membuat penguasa ketakutan. Terutama takut disalahkan, takut bertanggung jawab, takut dituntut, takut malu, takut diejek dan takut ketahuan belang.  Maka penguasa bisa jadi pengecut dan bisa bebas melempar tanggungjawab. Bebas mengorbankan siapa saja yang dipandang patut dikorbankan. Demi kekuasaan, bila perlu bisa mengorbankan sahabat yang dibuat tak berdaya.

Di zaman Presiden Jokowi. Ditunjukkan keberanian seorang pemimpin Indonesia yang tidak gentar menghadapi teroris yang siap meledakkan diri dengan bom. Tidak pantang dikritik atau dicemoh. Presiden hanya akan sangat tersinggung dan marah, jika diberitakan kebagian jatah komisi.

7.Malas.”   Umumnya penguasa nusantara lebih suka bermalas-malasan di kelilingi banyak istri dan dayang-dayang seksi dan cantik. Karena merasa berkuasa dan berkecukupan. Tidak mau repot. Maunya hanya bersenang-senang. Rakyat ditundukkan untuk mengabdi kepada penguasa.  Merasa cukup perkasa karena dibentengi dengan berbagai pengawal sakti. Dari yang paranormal sampai dukun santet dan tukang teror yang serem dan ganas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun