Mohon tunggu...
Moh. Ashari Mardjoeki
Moh. Ashari Mardjoeki Mohon Tunggu... Freelancer - Senang baca dan tulis

Memelajari tentang berketuhanan yang nyata. Berfikir pada ruang hakiki dan realitas kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada 2017 DKI Jakarta Darurat? Anies dan Agus Harus Maju?

1 Oktober 2016   09:54 Diperbarui: 1 Oktober 2016   10:09 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Susilo Bambang Yudhoyono, punya idealisme yang manusiawi. Bahwa dirinya punya nama besar yang pernah berperan dalam kehidupan bangsanya.  Sangat wajar dan benar.  Bahwa sampai kapanpun nama SBY tidak boleh diremehkan oleh siapapun dalam semua rezim yang ada.   Dengan Partai Demokratnya, Pak SBY mengarahkan putera-puteranya agar tidak lalai menjaga kehormatan dan kebesarkan nama keluarga. Dan mendorong serta menggairahkan mereka untuk mau peduli dan juga mau ikut mendapatkan kekuasaan negara seperti yang pernah digenggamnya.

Barangkali begitulah halnya. Maka PAN, PKB, PPP dan dengan diusung Demokrat, Agus Harimurti nekad  maju ambil bagian dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.   Memang agak terkesan sangat mendadak harus maju. Seolah-olah tidak ada kesempatan dan tempat lagi yang lebih memadai dan lebih tepat.  Tetapi demi Pilkada 2017 yang jurdil dan damai Agus Harimurti Yudhoyono berani maju bukan asal maju.  Kesabaran Susilo Bambang Yudhoyono terukur pada sikapnya yang seperti ingin selalu mengatur waktu.

Ahok—Basuki Tjahaja Purnama. Semua orang di negeri ini tahu. Tokoh yang satu ini tidak berpartai yang menghormati dan dihormati banyak orang yang berpartai.  Idelismenya. Semua atau setiap warga negara baik berpartai atau tidak berpartai punya kesempatan yang sama untuk menduduki semua kedudukan apa saja di mana saja di negeri ini.

Ahok tidak mengajarkan ideologi apapun dia hanya berusaha keras mengajak warga Jakarta hidup dalam kebersamaan di rusun-rusun dan di perkampungan yang akrab di ruang-Ruang Publik Terpadu Ramah Anak—RPTRA. Dari pada tinggal di bantaran-bantaran sungai dan di hunian liar di tanah-tanah negara. Tentu saja dengan menaati hukum dan aturan yang berlaku.   Barangkali dengan tata kehidupan bersama di rusun-rusun dan rajin bersilaturahmi bersama di RPTRA, warga Jakarta secara alami akan menampilan budaya Betawi modern yang akan memesona dunia.

Ahok tidak megajarkan apa-apa. Hanya memberi keteladanan dengan sepak terjangnya. Kepada anak-anak bangsanya yang merindukan figure-figur yang bisa diteladani.   Ahok berusaha bisa menerapkan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Mahaesa yang terwujudkan langsung pada sila kelima Pancasila, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.   Dia membangun Jakarta dengan mengembalikan keberadaan sungai-sungai dan pantai Utara Jakarta yang hampir hilang dipadati pemukiman liar yang tidak manusiawi—berperikemanusiaan.  Kesabaran Ahok terukur pada sikapnya yang menaati "aturan main." 

Salahkah idealisme keempat tokoh tersebut? Jawabnya tentu saja “tidak.”  Kebenaran masing-masing pasti akan dihadirkan oleh waktu yang tak pernah sedetikpun menyembunyikan kebenaran hakiki.

Selain empat tokoh tersebut, lalu di mana Presiden Jokowi?   Pak Jokowi memang tidak sederetan dengan empat tokoh yang disebut di atas. Beliau bukan petugas partai yang seperti lazimnya. Beliau adalah seorang kepala negara yang memberi dan membatasi kewenangan semua lembaga apapun yang ada dalam NKRI. Semua parpolpun diberi dan dibatasi wewenangnya oleh negara.

Sejak awal zaman Presiden Jokowi segalanya mulai berubah. Segalanya sinkron dan sejalan dengan perubahan.  Keindahan dan kebenaran sejarah NKRI diabadikan. 1 Juni, hari lahir Pancasila dinyatakan sebagai hari libur nasional.

Orde baru menjadi pengalaman pahit yang harus ditelan dengan ikhlas. Tanpa niat sedikitpun untuk memuntahkannya kembali.   Semua lembaga—kekuasaan, negara berjuang untuk mewujudkan kesempurnaan bernegara.   Jika sebelumnya, kekuasaan negara untuk menguasai rakyat.   Sekarang, di zaman Presiden Jokowi. Kekuasaan negara untuk mengabdi kepentingan rakyat.

Kepentingan rakyat dalam berpolitik. Rakyat bisa memberi kekuasaan kepada mereka yang benar-benar bisa diandalkan mampu bekerja dengan benar dan taat konstitusi.  Bukan memberi kekuasaan kepada mereka yang terus menerus menjanjikan kesopanan dan kesantunan sambil  terisak berdoa kepada Tuhan. Memohon untuk dipercaya dan diberi kesempatan jadi gubernur dan jadi presiden.

2.Sombong.”   Bisa meraih kekuasaan sungguh merupakan sukses yang luar biasa.  Karena tidak mudah.  Perlu mengerahkan dukungan dana, kekuatan dan strategi yang luar biasa untuk berhasil meraihnya.   Kekuasaan yang “menguasai” seluruh kekuasaan dalam negara adalah kekuasaan yang diperebutkan oleh mereka yang punya ambisi berkuasa dalam setiap negara.  Maka tak heran. Bahwa dengan kekuasaannya seseorang bisa merasa lebih hebat dan dengan sombong bisa berbuat sesenangnya dipertontonkan kepada yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun