Mohon tunggu...
Asham
Asham Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis Karya untuk Kehidupan Abadi

Belajar 'menulis' mengenai khakikat kehidupan akhirat yang kekal nan abadi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyikapi Rasialisme antara Kambing vs Monyet

19 Agustus 2019   13:34 Diperbarui: 20 Agustus 2019   14:52 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah Mahasiswa menggelar aksi di Lampu Merah Abepura, ditengarai tindak rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. (Foto: Asham)

Mahasiswa bakar ban di Papua Barat buntut protes tindakan rasisme di Jawa Timur (Foto: Asham)
Mahasiswa bakar ban di Papua Barat buntut protes tindakan rasisme di Jawa Timur (Foto: Asham)
"Kalian monyet atau bukan," Ucap salah satu pemimpin orasi di depan kantor Pos Abepura, Kota Jayapura, pada Senin Siang. Ucapan itu dijawab serentak "BUKAN" oleh ribuan mahasiswa ikut demo. Kalian sadar bukan monyet. Lalu apa yang kalian begitu marah?

Kawan...! Kalian sama dengan sebagian orang yang hidup di negeri ini. Mereka setiap hari mendapat perlakuan rasial dan rasisme. Anda pernah melihat orang berjenggot. Ya...! Mereka dicela dan diserupakan dengan "kambing" karena mereka memelihara jenggot. Mereka dicurigai teroris karena penampilannya. Padahal mereka hanya memakai celana di atas mata kaki. Bahkan perempuan di antara mereka di serupakan dengan ninja. Dan beragam celaan yang mereka terima.

Tapi mereka menyikapi dengan cara berbeda...!

Mereka dicaci seperti kambing, mereka hanya tersenyum, mereka dikatakan celana kebanjiran mereka tetap tenang dan katakan ninja tak membuatnya bereaksi berlebihan. Tak ada aksi bakar ban, aksi merusak apalagi membakar. Tidak pula balik mencela mereka dengan ucapan serupa.

Walaupun mereka dikatakan "kambing" mereka tersenyum, bersabar dan tegar di atas celaan itu. Itu semua karena mereka sadar, mereka bukan kambing. Jadi tidak ada yang perlu dipersoalkan. Padahal celaan itu sudah bertahun-tahun mereka alami dan rasakan. Mereka menganggap angin lalu, walaupun mulut para pencela itu berbusa, mereka tetap tak menghiraukan karena memang bukan kambing.

Mental mereka kuat bagai baja. Tak terbawa perasaan atau istilah kerennya Baperan. Mereka tidak terpancing dengan sebutan kambing, ninja dan olok-olokan lainnya.

Anda mengalami rasisme dan rasialisme. Mereka juga mengalami. Tapi cara pandanglah yang membuat reaksi dan aksi yang berbeda.

Asham, di Kota Jayapura, Papua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun