Mohon tunggu...
mustain
mustain Mohon Tunggu... Karyawan swasta -

wong cerbon

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Masa Depan Bahan Bakar Ramah Lingkungan

14 Oktober 2017   09:54 Diperbarui: 14 Oktober 2017   10:08 1682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Konsumen Indonesia sangat sensitif terhadap harga, apalagi untuk komoditas strategis seperti bahan bakar minyak. Dengan kata lain, jika terjadi perubahan harga secara mencolok antara jenis premium dengan non premium, dipastikan konsumen akan "turun kelas" lagi. Menjadi pengguna premium mania!

Mumpung situasinya sedang kondusif, yakni adanya perubahan perilaku konsumsi bahan bakar minyak di satu sisi dan harga minyak mentah di sisi lain, sebaiknya kita jangan kehilangan momen.

Jangan sampai perilaku konsumen yang sudah amat positif ini mengalami set back  hanya karena kebijakan klasikal di bidang harga: kenaikan harga bahan bakar minyak! Ingat, diperkirakan harga minyak mentah dunia akan rebound  pada 2020.

Artinya harga minyak akan menyundul ke kisaran harga USD75 USD (baca: kembali ke sedia kala). Sekarang ini saja (akhir 2017) harganya pun sudah merambat menjadi USD50 per barel.

Padahal pagu harga yang ditetapkan pemerintah pada APBN 2017 hanya 45 dolar Amerika per barel. Artinya pemerintah tekor USD5!

Bayangkan jika harga minyak mentah dunia rebound, mencapai di atas USD75, pingsanlah kita! Ending-nya, semua pihak harus menelan pil pahit, baik pemerintah (Presiden Joko Widodo) maupun konsumen Indonesia.

Pil pahit itu bisa berupa kenaikan harga bahan bakar minyak di level perital atau sebaliknya menambah subsidi bahan bakar minyak. Dua pilihan yang menyesakkan dada.

Jika menaikkan harga bahan bakar minyak, efeknya tidak populis, apalagi mendekati tahun politik. Beranikah Presiden Joko Widodo mengambil jalur ini? Di sisi yang lain, jika ingin mengambil jalur populis dan aman di mata publik, pemerintah akan menggelontorkan subsidi.

Efeknya? Ah, pastilah postur APBN kita kian defisit, kian berdarah-darah, alias bleeding. Ayo pilih jalur mana?

Lalu caranya bagaimana agar kita tidak kehilangan momen plus tidak ada korban masif baik pengguna BBM dan/atau postur ABPBN?

Upaya mempersempit pasokan bahan bakar dengan kadar oktan rendah (premium) adalah cara yang rasional. Apalagi untuk konsumsi kendaraan bermotor di kota-kota besar. Sebaliknya, cakupan pasokan bahan bakar dengan kadar oktan lebih tinggi (pertalite, pertamax) harus diperluas akses dan distribusinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun