Bacasaja
China adalah negara dunia ketiga...., yang hari ini juga gencar memproduksi Mobil Listrik selain Uni Eropa..., bahkan melewati prestasi Amerika. Uni Eropa hanya ingin membeli bahan baku nikel dari kita..., dan enggan melakukan kerjasama. China sadar....; bahwa mereka memiliki teknologi dan SDM Ahli..., tetapi tidak memiliki bahan baku baterai. Sementara Indonesia...., memiliki bahan baku tapi tidak dengan teknologi. Â Mutualisme ini..., melahirkan investasi yang saling menguntungkan.
Inilah asal muasal mereka pada heboh TKA China. Mereka menolak...., karena belum tahu latar belakang ceritanya bukan....?
Jika bukan China..., masa depan cerah Indonesia akan terlewatkan.
Arab Saudi sudah diundang..., tetapi tidak mau menanamkan modalnya...., karena jelas Arab Saudi tidak punya teknologi itu.
China tidak merampas kesempatan pekerja...., karena dalam perjanjiannya China hanya akan mendatangkan tenaga terkait mesin dan alat produksi yang berkaitan dengan teknologi mereka.Â
Begitu juga soal TKA China...., yang di Sulawesi.
Mereka bertugas mengaplikasikan instalasi alat-alat dari perusahaan China ke Indonesia...., untuk mendirikan pabrik nikel sampai pada produksi baterainya.
Apa wajah masa depan Indonesia....?
Minyak bumi akan habis..., Arab Saudi sudah kebingungan untuk menanamkan modalnya kemana-mana. Eropa terutama Jerman...., dan juga Jepang..., sedang banting setir dari otomotif emisi menuju otomotif listrik...., tapi mereka tidak punya baterainya. Hanya Indonesia yang punya bahan baku...., lahan...., SDM...., dan pasar.
Nah..., bagaimana cara untuk memperlancar itu semua....? Indonesia harus siap insfratruktur...., karena bentuk geografis kita adalah pulau dengan jangkauan yang sangat luas.
Lalu regulasi....; Omnibus Law ini adalah senjata jitu...., untuk memuluskan transisi berpindahnya banyak sekali perusahaan asing ke negeri ini.
Lantas...., apa kita tidak takut nanti negara kita dijajah bangsa asing....?
Jangan samakan era sekarang...., dengan jaman Pak Harto.
Sekarang kita sudah memiliki UU Kontrak Karya...., apapun bentuk usaha asing yang masuk ke negeri kita...., minimal 51% sahamnya harus milik perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Kalau sudah menguasai 51% saham...., maka kita adalah pengelola aktif....; saham yang lain itu hanya menyokong dana dan saran.
Apa Jokowi bisa menjamin pelaksanaan UU tersebut....?
Buktinya sudah nyata...., yaitu Freeport.