Mohon tunggu...
Asep Sumpena
Asep Sumpena Mohon Tunggu... Auditor - Suka mengamati

Suka hal-hal sederhana yang bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Jantung Hatiku

2 Oktober 2015   20:57 Diperbarui: 2 Oktober 2015   21:23 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Asep Sumpena, No. 63

.

“Di atas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia.

Aku hendak bangun dan berkeliling di kota; di jalan-jalan dan di lapangan-lapangan kucari dia, jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia”

.

Pagi yang segar dengan sinar mentari yang hangat. Aku terbangun, bergegas mandi dan bersiap untuk mengikuti upacara tujuh belas agustus-an. Aku baru saja diterima di sebuah perusahaan persis tiga bulan setelah menyelesaikan studi. Baru beberapa hari bekerja, perusahaan mengutusku sebagai salah satu perwakilan peserta upacara untuk bergabung di perusahaan induk.

Saat berbaris, sambil menunggu upacara dimulai peserta sibuk bersenda gurau walaupun dalam formasi barisan. Aku agak terganggu  dengan keriuhan kelompok cowok di belakang, dimana kelompok cewek berdiri di depan.

Sejak remaja ting-ting sampai usia dewasa ini, saya hampir tidak tertarik, dalam arti jatuh hati kepada makhluk Tuhan yang bernama cowok. Mereka adalah temanku, bukan pacarku. Teman biasaku dan bukan teman sepesialku. Singkatnya aku belum pernah pacaran.

Kembali kepada keriuhan cowok-cowok di belakang, aku sedikit jengkel kepada mereka. Lalu dengan agak jengah aku menoleh ke belakang.

Namun tiba-tiba dunia berhenti berputar, hening dan damai. Sayup-sayup terdengar nyanyian surgawi dan hanya terasa kesejukan, keteduhan dan sinar yang bening.

Hanya sejenak, lalu aku tersadar dan itu menyisakan kekakuan. Mataku sedang bertatapan dengan sepasang mata bening dan teduh. Si pemilik mata tersenyum, pipiku memerah dan secepat kubisa kembali menatap ke depan, berdiri tegak  dalam formasi barisan.

Upacara berlangsung dengan khidmat namun hatiku bergetar, bergemuruh. Suatu rasa yang asing menyergap perasaanku. Apakah yang terjadi? Inikah rasa tertarik kepada lawan jenis itu?

Waktu berlalu begitu cepat dalam satu hal, dan berjalan begitu lambat dalam hal lain. Kumasuki dunia kerja dengan segala dinamikanya. Aku memasuki keadaan normal dan stabil bernama rutinitas. Sampai ada kabar bahwa perusahaan akan mengadakan pesta ulang tahun dan seluruh karyawan akan berkumpul dan bersuka-ria.

Dengan gaun yang terbaik aku datang ke pesta itu. Berombongan kami datang ke sebuah resort tempat pesta berlangsung. Ketika aku turun dari bis dan menjejakan kaki, mataku fokus kepada high heels-ku dan permukaan trotoar. Setelah aman ketengadahkan tatapan mataku. Namun, what the freezing world happen again. Di depanku berdiri dengan manis si pemilik mata itu.

Kemudian aku tersadar dan berusaha tersenyum manis. Namun kemudian aku tak sadar waktu musik mengalun romantis dan si pemilik mata itu mengajakku berdansa. Inikah rasa indah itu?

Ketika pertemuan demi pertemuan terjadi, ada rasa indah yang membuncah. Sampai suatu saat, di atas trotoar merah marun itu, sambil menatap bukit-bukit, dia mengutarakan pernyataan cintanya.

“Ketika saya datang di upacara itu, lalu ribut dengan teman-teman.

Di saat saya menatap mata dan wajahmu

Ehm…Saya seperti telah mengenalmu selama ribuan tahun.

Kini saya berusia dua puluh enam tahun

Maka arti ribuan tahun itu, tiada lain adalah sebuah pertanda

Bahwa Tuhan telah menunjukkan seorang jodoh saya.

Dengan agak malu sebenarnya, saya mau mengatakan

Maukah engkau menjadi pendamping hidupku

My promise, now and forever I will be your man…

Hatiku melambung, inikah bahagia itu? Namun aku belum bisa memberikan jawaban saat itu. Beri aku waktu, karena masih ada halangan untuk memutuskannya.

Namun di suatu pagi saat aku terbangun dan berdoa aku melihat ujung jariku ada tanda jantung hati. Inikah pertanda itu? Di dalam hati yang terdalam Suara Keindahan itu berkumandang.

.

“Baru saja aku meninggalkan mereka, kutemui jantung hatiku; kupegang dan tak kulepaskan dia, sampai kubawa dia ke rumah ibuku, ke kamar orang yang melahirkan aku.”

.

 

NOTE:

- Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

- Silahkan juga bergabung di group FB Fiksiana Community.

- Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun