Asep Sumpena, No. 63
.
“Di atas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia.
Aku hendak bangun dan berkeliling di kota; di jalan-jalan dan di lapangan-lapangan kucari dia, jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia”
.
Pagi yang segar dengan sinar mentari yang hangat. Aku terbangun, bergegas mandi dan bersiap untuk mengikuti upacara tujuh belas agustus-an. Aku baru saja diterima di sebuah perusahaan persis tiga bulan setelah menyelesaikan studi. Baru beberapa hari bekerja, perusahaan mengutusku sebagai salah satu perwakilan peserta upacara untuk bergabung di perusahaan induk.
Saat berbaris, sambil menunggu upacara dimulai peserta sibuk bersenda gurau walaupun dalam formasi barisan. Aku agak terganggu dengan keriuhan kelompok cowok di belakang, dimana kelompok cewek berdiri di depan.
Sejak remaja ting-ting sampai usia dewasa ini, saya hampir tidak tertarik, dalam arti jatuh hati kepada makhluk Tuhan yang bernama cowok. Mereka adalah temanku, bukan pacarku. Teman biasaku dan bukan teman sepesialku. Singkatnya aku belum pernah pacaran.
Kembali kepada keriuhan cowok-cowok di belakang, aku sedikit jengkel kepada mereka. Lalu dengan agak jengah aku menoleh ke belakang.
Namun tiba-tiba dunia berhenti berputar, hening dan damai. Sayup-sayup terdengar nyanyian surgawi dan hanya terasa kesejukan, keteduhan dan sinar yang bening.
Hanya sejenak, lalu aku tersadar dan itu menyisakan kekakuan. Mataku sedang bertatapan dengan sepasang mata bening dan teduh. Si pemilik mata tersenyum, pipiku memerah dan secepat kubisa kembali menatap ke depan, berdiri tegak dalam formasi barisan.