Pembelajaran Kontekstual
Oleh Asep Suhendi Arifin
Widyaiswara LPMP Jawa BaratÂ
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
Konstruktivisme merupakan landasan filosofis pendekatan kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.Â
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makan melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan konsep-konsep.Â
Siswa dilatih mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi yang kompleks ke situasi yang lain dan apabila dikehendaki, informasi tersebut menjadi milik mereka sendiri (Wadsworth, 1984)..
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan/inquiri sendiri.Â
Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan inkuiri. Siklus inkuiri yang lazim digunakan adalah kegiatan pengamatan, bertanya, berhipotesis, mengumpulkan data dan penyimpulan. Langkah-langkah kegiatan inkuiri secara spesifik yaitu: 1) merumuskan masalah; 2) mengamati; 3) menganalisis dan menyajikan data; dan 4) mengkomunikasikan data dan temuan (Sund, 1979).
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri yaitu menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Konsep masyarakat belajar pada intinya menyarankan agar hasil pembelajaran yang diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Interaksi siswa menjadi fokus dari proses belajar.Â
Dalam pendekatan kontekstual, guru disarankan untuk melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Masyarakat belajar bisa terjasi apabila terjadi komunikasi dua arah sehingga terjadi proses saling belajar.
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang ditiru. Model yang dimaksud adalah model bagaimana cara belajar.Â
Dalam pendekatan kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi contoh temannya. Model juga dapat didatangkan dari luar sekolah seperti mendatangkan petani bunga, kelompok pemerhati lingkungan dan sebagainya. Ataupun, kelas mengunjungi model seperti mendatangi pusat atau lembaga yang mengelola permasalahan lingkungan.
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang mengenai apa-apa yang telah dilakukan di masa lalu. Dalam refeleksi termuat faktor revisi dan pengayaan pengetahuan sebelumnya. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses dan pengetahuan diperluas melalui konteks pembelajaran sehingga akan lebih bermakna.
Pandangan baru terhadap penilaian sekarang ini adalah penilaian yang dapat menggambarkan proses belajar siswa yang sebenarnya. Oleh karena itu, data yang diperoleh dari kegiatan nyata siswa selama pembelajaran. Penilaian yang dapat menggambarkan proses belajar siswa disebut penilaian autentik.Â
Dalam penilaian otentik, siswa juga dapat dilibatkan. Sementara itu, karakteristik asesmen otentik yaitu: 1) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; 2) bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif; 3) yang diukur berupa kinerja dan produk; 4) berkesinambungan; 5) terintegrasi dan 6) dapat digunakan sebagai umpan balik. Perangkat penilaian yang dapat digunakan diantaranya laporan proyek, kuis, karya siswa, kinerja, jurnal dan sebagainya yang seringkali dipergunakan sebagai portofolio.
Konteks Pengembangan Pembelajaran Kontekstual Konsep Pembuatan Nata de Coco
Daerah Cilaku di Kabupaten Cianjur merupakan daerah yang terkenal sebagai daerah industri nata de coco. Hasil observasi awal ke sekolah menengah di daerah tersebut menunjukkan bahwa konsep pembuatan nata de coco belum dikembangkan secara komprehensif.Â
Dalam hal ini, pada periode tertentu konsep pembuatan nata de coco diberikan, sementara pada periode lain tidak diberikan. Salah satu alasan yang mengemuka adalah para guru lebih mempercayakan eksplorasi konsep penerapan nata de coco pada lingkungan.Â
Permasalahan yang mengemuka adalah belum optimalnya pengembangan pembelajaran konsep pembuatan nata de coco. Permasalahan tersebut kemudian direalisasikan dengan identifikasi konsep-konsep apa saja yang perlu diberikan kepada siswa.Â
Setelah penentuan konsep yang akan diberikan, kemudian dirancang juga kemungkinan penerapan aplikasi konsep yang menekankan pada pilar inkuiri (praktikum pembuatan nata de coco).
Pada dasarnya, nata berarti bacterial celulose atau selulosa sintesis, yaitu hasil sintesis dari gula oleh bakteri pembentuk nata, yaitu Acetobacter xylinum.Â
Bakteri ini adalah bakteri asam asetat, bersifat aerobik, gram negatif dan berbentuk batang pendek. Dalam medium cair, A xylinum membentuk suatu lapisan (melalui proses fermentasi mengeksresikan selulosa) yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri itu sendiri terperangkap dalam massa fibriler yang dibuatnya. Untuk memperoleh massa fibriler yang kokoh, kenyal, tebal, putih dan tembus pandang diperlukan beberapa kondisi yang sesuai seperti suhu inkubasi, komposisi dan keasaaman media.
Setelah identifikasi konsep, langkah selanjutnya adalah merancang tahapan pembelajaran. Dalam keseluruhan tahapan pembelajaran diupayakan untuk mengakomodasi tujuh pilar dari pembelajaran kontekstual seperti telah dikemukakan pada bagian sebelumnya. Rancangan tahapan pembelajaran yang diadopsi meliputi tahapan pengenalan konsep, evaluasi konsep serta sintesis dan aplikasi konsep.
Daftar Pustaka
- Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, (2002), Pendekatan Kontekstual, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
- Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2003). Biologi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
- Duch, B. J. (1995), What is Problem Based Learning? Newsletter of the Center for Teaching Effectiveness. Tersedia [on line] di http//:www.udel.edu. 5 Maret 2003.
- Gunstone, R., Mc Kittrick, B. & Marshall, P. (2002). Structured Cognitive Disscusion in Senior High School, Student and Teacher Perceptions.
- Imel, Susan (2000), Contextual Learning in Adult Education. Tersedia [on line] di http//:www.udel.edu. 5 Maret 2003.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H