Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Ngobrol dengan AI Tanpa Khawatir: 7 Tips Untuk Menjaga Privasi

31 Desember 2024   01:06 Diperbarui: 31 Desember 2024   01:06 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Lebih rumit lagi. Semua sahabat Robbie tahu seberapa besar pengorbanan pacarnya. Dari membantu membayar utang kecil ketika Robbie tak punya uang, hingga memberikan waktu dan dukungan tanpa pamrih. Kalau Robbie bilang ingin putus, mereka pasti akan bilang: "Lu gila, Rob. Orang kayak dia susah dicari. Emang lu nggak bersyukur apa?"

Mau Curhat ke AI?

Robbie pernah dengar, AI bisa jadi teman bicara yang netral. Tidak akan menghakimi, tidak akan memihak. Tapi, pikiran lain muncul: Apa aman? Gimana kalau data gue bocor? Gimana kalau percakapan gue direkam? Dia pernah baca soal kebocoran data, dan itu cukup membuatnya takut.

Robbie kembali menyeruput kopinya yang mulai dingin. Dia menatap layar ponselnya lagi, tapi tak ada jawaban untuk kebingungannya. Suara jangkrik semakin nyaring terdengar, memecah kesunyian malam.

Malam itu, di Pos Ronda yang sepi, Robbie hanya punya dirinya sendiri untuk menjawab pertanyaan terbesar dalam hidupnya: berani memilih, atau terus terjebak dalam keraguan.

Pendahuluan: Antara Rahasia dan Teknologi

Robbie bukan satu-satunya. Di zaman di mana manusia semakin sibuk, teknologi justru menjadi teman yang paling mudah dijangkau. Tak lagi terbatas pada mesin penghitung atau penjawab pertanyaan sederhana, kecerdasan buatan kini menjadi pendengar setia bagi hati yang galau. Chatbot dengan nama-nama hangat seperti "Ella," "Replika," atau "Companion AI" telah mengisi ruang-ruang sunyi, menjadi tempat orang-orang mencurahkan isi hati tanpa takut dihakimi.

Namun, di balik kemudahan ini, muncul pertanyaan yang menggantung seperti bayangan di malam hari: Apakah AI benar-benar tempat yang aman untuk berbagi cerita?

Menurut laporan World Economic Forum (2024), penggunaan aplikasi berbasis AI untuk kebutuhan emosional meningkat sebesar 40% dalam dua  tahun terakhir. Orang-orang menggunakan AI untuk segala hal, mulai dari meminta saran hubungan hingga sekadar mengobrol tentang hari yang melelahkan. Tetapi, kasus-kasus kebocoran data pribadi dan penyalahgunaan informasi telah menimbulkan kecemasan baru.

Bukan hanya soal privasi, tapi juga soal etika: bagaimana jika AI tidak hanya mendengar tetapi juga menyimpan, menganalisis, atau bahkan menjual rahasia kita?

Di era di mana data adalah mata uang paling berharga, berbicara dengan AI tidak lagi hanya soal kenyamanan, tetapi juga risiko. Apakah teknologi yang kita percaya ini benar-benar memahami batasan antara menjadi pelayan dan penjaga rahasia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun