Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Ketika AI Mendominasi Kreativitas, Mungkinkah Manusia Menggugat Haknya yang Dicuri?

30 November 2024   06:47 Diperbarui: 30 November 2024   07:55 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bernard Stiegler: Teknologi dan Individuasi

Stiegler melihat teknologi sebagai alat individuasi manusia. Namun, jika AI menciptakan teori dan karya secara mandiri, manusia mungkin kehilangan kendali atas individuasi tersebut. Bagaimana manusia bisa tetap menjadi subjek kreatif di tengah dominasi AI?

Luciano Floridi: AI sebagai Agen Moral Parsial

Floridi menyoroti bahwa AI memiliki bentuk agensi moral, meski terbatas. Ini berarti bahwa hasil karya AI tidak sepenuhnya bisa dianggap sebagai hasil manusia, tetapi juga bukan milik AI sepenuhnya. Kolaborasi antara manusia dan AI memerlukan sistem penghargaan baru yang adil.

Yuk Hui: Kosmoteknologi

Hui menekankan bahwa teknologi tidak netral, tetapi dipengaruhi nilai-nilai manusia. Jika AI menciptakan sesuatu, hasilnya mencerminkan bukan hanya algoritma, tetapi juga nilai-nilai yang manusia tanamkan di dalamnya.

Nick Bostrom: Superintelligence dan Masa Depan Kreativitas

Jika AI suatu hari mencapai superintelligence, manusia harus menghadapi kenyataan bahwa kreativitas bisa menjadi monopoli mesin. Dalam skenario ini, manusia perlu mendefinisikan ulang apa artinya menjadi kreator dan siapa yang layak mendapatkan penghargaan.

Perjalanan kita dari berjalan kaki, kisah Facebook, hingga penemuan struktur protein membawa kita pada pertanyaan inti, Apa artinya menjadi kreator di era AI? Apakah nilai kerja manusia akan hilang, atau justru berubah?

Proses Dialektika

Kerja telah lama dimaknai sebagai manifestasi usaha manusia yang nyata dan langsung. Dalam pandangan tradisional, nilai kerja terletak pada sejauh mana individu melibatkan tenaga fisik dan mental mereka dalam menyelesaikan suatu tugas. Ketika seseorang berjalan kaki sejauh 24 km untuk pulang, setiap langkah mencerminkan usaha dan pengorbanan personal. Hasil akhirnya, yaitu sampai di rumah, menjadi simbol dari nilai intrinsik kerja yang dilakukan sepenuhnya oleh tubuh dan pikiran manusia tanpa bantuan eksternal. Dalam konteks ini, kerja dipandang sebagai proses yang otentik karena keterlibatan manusia bersifat total. Maka, semakin besar usaha manual yang dikeluarkan, semakin besar pula nilai moral dan esensial dari kerja itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun