Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemampuan Berbahasa Manusia Dicapai Melalui Pengajaran Tuhan

29 Oktober 2024   14:30 Diperbarui: 10 November 2024   09:06 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Homo Neandhertal dianggap sebagai sepupu terdekat dari kita homo sapiens. Tapi mereka sudah punah. Sepupu terdekat kita yang masih hidup adalah bonobo dan simpanse. Mereka juga spesies sosial seperti kita dan bahkan mengembangkan kemampuan berbahasa juga. Organ fisik bahasa mereka mirip dengan kita, begitu juga struktur otak dan gen yang mengatur kemampuan berbahasa. Beda kita dengan mereka cuma beda generasi hardware saja, hardware kita dengan mereka terpisah jarak 4 sampai 7 juta tahun evolusi, sehingga kemampuan bahasa mereka tidak mencapai kemampuan bahasa kita. Meminjam konsep teknologi, kita adalah gen hardware terbaru.

Tapi benarkah bahwa aspek hardware saja yang berpengaruh dalam kemampuan berbahasa suatu spesies. Ada sekian banyak kisah manusia yang dibesarkan oleh hewan yang menunjukkan kemampuan berbahasa mereka meniru hewan yang memelihara mereka. Ketika orang-orang ini dibawa kembali kepada kehidupan manusia, butuh waktu lama bagi mereka untuk mengembangkan kemampuan berbahasa manusia, walaupun semua perangkat fisik berbahasa mereka miliki. Ini menunjukkan bukan saja fungsi hardware yang berpengaruh dalam kemampuan berbahasa, tapi juga fungsi pengajaran.

Sementara itu kita juga mengenal sejumlah kisah dan eksperimen yang menunjukkan kemampuan sejumlah hewan seperti kuda, burung, dan primata yang bisa meniru bahasa manusia dan berkomunikasi dengan manusia secara terbatas. Sejumlah hewan bisa sangat cerdas juga jika dilakukan pengajaran terhadap mereka. Tapi pengajaran itu butuh effort yang melelahkan, waktu yang panjang, dan hasil yang terbatas.

Bandingkan pengajaran kepada hewan ini dengan pengajaran yang dilakukan kepada masyarakat yang terisolir dan terbelakang sekalipun. Masyarakat terisolir ini dalam waktu singkat menunjukkan perkembangan peradaban yang luar biasa cepat. Pengajaran adalah kunci akselerator kemajuan peradaban pada semua kebudayaan. Pengajaran merupakan faktor kedua dalam kemampuan berbahasa.

Suatu masyarakat akan tetap terisolir dan terbelakang kecuali mereka membuka diri untuk mengenal dan menerima pelajaran dari masyarakat dengan peradaban yang lebih maju. Pribadi yang terisolir dan masyarakat yang terisolir akan jumud. Lalu bagaimana individu homo sapiens pertama dan masyarakat homo sapiens pertama mengembangkan pengetahuan dan peradabannya? Bagaimana momen "aha" dan "eureka" itu datang ? 

Prinsip utama dalam konteks pengajaran adalah bahwa entitas yang memberikan pengajaran harus memiliki kapasitas kognisi, inteligensi, dan intelektualitas yang lebih tinggi daripada entitas yang menerima pengajaran. Baik Homo Neandhertal maupun simpanse tidak layak melakukan pengajaran kepada kita Homo Sapiens.

Keberhasilan pengajaran juga tergantung kepada kualitas kapasitas dari entitas yang menerima pengajaran. Memberikan pengajaran kepada simpanse agar mempunyai pencapaian bahasa dan peradaban setara homo sapiens adalah upaya yang sia-sia. Memberikan susu gajah kepada seekor tikus tidak akan membuat tikus itu jadi gajah.

Kemampuan berbahasa lebih dari sekedar faktor hardware dan pengajaran. Kemampuan manusia dalam belajar jauh di atas semua spesies yang ada di biosfer ini. Kemampuan manusia ini membutuhkan suatu koheren atau kesesuaian antara hardware organ, otak, genetik, dan pengajaran. Lantas, apa yang membuat kemampuan manusia dalam menguasai bahasa secepat itu, jika aspek organ, otak, genetika, dan pengajaran saja tidak memberikan jawaban yang tuntas dan memuaskan?

Kini kita dapati AI mempunyai kemampuan berbahasa setara manusia dan bisa berkomunikasi lancar dengan manusia. Diskusi manusia dengan AI generatif bisa sangat mengasyikkan. Ini membawa kita kepada faktor ketiga dalam hal yang memengaruhi kemampuan berbahasa yaitu sofware, atau lebih spesifiknya adalah operating system bahasa.

Sofware operating system berbahasa pada manusia tidak sama dan tidak setara dengan software operating system bahasa pada hewan. Sofware bahasa manusia memungkinkan manusia bisa belajar bahasa dengan cepat dan kemudian memodifikasi dan memanipulasi bahasa sedemikian rupa sehingga makna bahasa, makna berbahasa,  dan ragam bahasa serta dialek bahasa terus berkembang tanpa batas.

Diksi sofware operating system yang dimaksud di sini bukan sekedar berkaitan dengan kemampuan kognitif dalam menangkap informasi, mengingat kata, dan memahami gramatika bahasa, tetapi terhubung secara mendalam dengan aspek kesadaran yang berkaitan dengan motif bahasa, refleksi yang membentuk pengalaman; inner voice, konsep diri, abstraksi yang membentuk proyeksi, persepsi serta perspektif; imajinasi, harapan, emosi, empati, dan kreativitas.

Tapi ini membuat kita bertanya-tanya, siapa yang mengajari manusia kemampuan berbahasa untuk pertama kali? Bagaimana manusia bisa memiliki software bahasa yang sangat canggih ini? Bagaimana hardware berbahasa yang dimiliki manusia bisa berkembang menjadi sangat unik dan berkembangnya merupakan lompatan evolusi yang sangat jauh? 

Jawaban dari ketiga pertanyaan ini ada kita dapati pada QS 2 ayat 30-31 yaitu ketika Allah mengajari Adam nama-nama segala sesuatu. Serta dalam QS. Al Alaq ayat 4-5 ketika Allah mengajari manusia untuk membaca dan menulis.

Walaupun kemampuan berbahasa manusia bisa berkembang seiring waktu dan tempat, kemampuan itu tidak akan berkembang jika tidak didukung oleh kemampuan hardware, sofware, dan pengajaran yang memadai. Manusia bisa seperti sekarang karena sepenuhnya pengaturan dan pengajaran dari Allah. 

Bagaimana Membuktikan Eksistensi Software Bahasa dan Pengajaran Tuhan.

Pemahaman kita tentang adanya language operating system mengintegrasikan dan menjembatani sejumlah teori yaitu Teori Tabula Rasa dari John Locke, Teori LAD dari Noam Chomsky, Psikologi Perkembangan, Psikologi Kognitif, dan Psikologi Intentional. Tanpa integrasi pada semua aspek yang terkait bahasa tersebut, manusia tidak akan mencapai tingkat peradaban sampai sejauh sekarang ini. Manusia sudah sampai kepada tahap koheren atau kesesuaian dari semua aspek psikologis dan neuroscience yang ada ini. Ini titik temunya ada pada psikologi koheren. 

John Locke menyatakan bahwa pikiran manusia adalah seperti sebuah kertas kosong yang tidak memiliki pengetahuan awal. Pengetahuan dicapai melalui pengalaman, pembelajaran, dan kolaborasi sosial. Walaupun isinya kosong, pikiran manusia punya platform dasar yang sama yaitu sebuah “kertas kosong” itu sendiri. Bagaimana sesuatu konten itu akan dituliskan jika “kertas”nya tidak ada. Kertas kosong itulah apa yang dimaksud oleh Noam Chomsky sebagai LAD. LAD inilah yang memungkinkan proses pembelajaran bahasa. LAD inilah membedakan kecepatan pembelajaran bahasa oleh manusia jika dibandingkan dengan hewan. Penemuan area Broca dan Wernicle di otak memperkuat Teori LAD ini. 

Walaupun LAD ini ada, konten bahasa tidak tumbuh sekaligus tertanam secara utuh pada satu waktu, melainkan melalui proses pembelajaran yang bertahap seperti dijelaskan dengan lugas oleh Psikologi Perkembangan. Bagaimana proses pembelajaran itu diserap dan variasi penyerapannya diuraikan oleh Psikologi Kognitif. Karena bahasa juga bukan hanya terkait komunikasi antar individu, tapi juga berkaitan dengan inner voice dan aspek subyektif, maka bahasa dalam konteks ini dijelaskan dengan fasih oleh Psikologi Intensional.

Tapi semua penjelasan itu tidak juga cukup memuaskan jika kita melihat bahwa dengan perbedaan struktur fisik organ bahasa, struktur otak, dan struktur genetik antara manusia dengan simpanse yang hampir serupa mendekati 99 persen, manusia berhasil mencapai lompatan kecepatan belajar dan kreativitas belajar yang jauh lebih tinggi di atas apa yang bisa dicapai simpanse. Apalagi bagi manusia, manusia mampu menghubungkan kemampuan bahasa itu dengan kemampuan membangun peradaban. Bukan saja mampu membentuk berbagai bahasa dan dialek serta intonasi, tetapi lebih jauh dengan bahasa itu manusia mengembangkan konsep-konsep abstrak, etika, estetika, hukum, agama, filsafat, sains, ekonomi, politik, tradisi, dan teknologi, serta lebih jauh lagi dengan bahasa itu manusia mampu mengebangkan kemampuan kolaborasi yang massif. Padahal dengan perbedaan yang cuma sekitar 1-5 persen itu dalam hal struktur fisik, struktur otak, dan struktur genetik saja seharusnya simpanse pun mampu membuat peradaban yang setara dan berbeda tipis saja dengan apa yang dicapai manusia.

Kita melihat pencapaian peradaban manusia yang bibitnya berasal dari kemampuan berbahasa itu tidak terkait secara signifikan dengan struktur organ fisik, struktur otak, maupun struktur gen, melainkan berkaitan dengan software operating system yang dimiliki manusia.

Kita jangan terkecoh dengan mencari bukti eksistensi operating system bahasa ini dengan mencarinya pada struktur otak, struktur organ, dan struktur genetik ataupun mencarinya melalui prinsip-prinsip mekanika kuantum. Sama halnya kita tidak bisa mengetahui kapasitas suatu sistem operasi komputer melalui kapasitas RAM, HDD, bentuk casing, dan resolusi layar. Dalam kasus komputer, kapasitas suatu operating system harus dilihat dari output atau kinerjanya seperti kecepatan, kemampuan multitasking, dan kinerja jaringan. Begitu juga dengan operating system bahasa pada manusia harus dilihat pada kemampuannya bekerja secara efisien, pencapaian peradaban, dan kemampuannya membentuk ikatan sosial dan kolaborasi global. 

Walaupun begitu, secanggih apapun sebuah operating system bahasa tetap hanyalah sebuah kertas kosong, Untuk menghasilkan output tinggi, dibutuhkan agen dengan kecerdasan, intelegensi, intelektualitas, dan kesadaran yang lebih tinggi untuk memberikan pengajaran pada manusia. Pengajaran seperti itu tidak bisa kita dapatkan dari simpanse maupun homo Neanderthal. Kasus-kasus manusia feral atau manusia yang diasuh dan dibesarkan oleh hewan menjadi buktinya. Pengajaran Tuhan adalah konsekuensi logis dari kebutuhan akan hadirnya agen dengan kecerdasan yang lebih tinggi dalam memberikan pengajaran kepada manusia.

Semua aspek pencapaian peradaban yang kita capai sampai saat ini adalah hasil pengajaran Tuhan sejak pertama kalinya dan sepanjang sejarahnya.

Menyanggah Filsafat Emergence

Diskusi kita sampai saat ini sudah sampai kepada pemahaman tentang peran psikologi koheren, language operating system software, dan pengajaran Tuhan dalam kemampuan manusia berbahasa.  Tapi kita masih ingin tahu dari manakah language operating system software itu berasal? Apakah emerge dari struktur organ, struktur otak, dan struktur genetik? Ataukah itu ditanamkan dari luar?

Kita bandingkan langsung antara manusia ketika masih hidup dengan ketika manusia sudah jadi mayat. Mayat dalam segala sesuatunya, baik struktur organ, struktur otak, dan struktur genetiknya, sama persis dengan ketika dia masih hidup. Tapi seluruh kemampuan berbahasanya hilang sama sekali.  

Walaupun bagian-bagian otak yang menyimpan memori bahasa tetap utuh dalam kondisi mayat, tetapi dia tidak lagi bisa digunakan untuk berbahasa. Kemampuan self organizing, sistem hirarki, dan interkoneksi antar struktur yang memengaruhi kemampuan berbahasa tidak ada lagi. Lenyap. Secara material dan struktural ini aneh.

Pada mayat tudak ada lagi saluran yang menghubungkan sistem Holon dalam perspektif Arthur Koestler dan saluran yang menghubungkan All Quadrants All Lines dalam perspektif Ken Wilber pada kemampuan berbahasa manusia. Kenapa begitu?

Jika kemampuan berbahasa emerge dari struktur organ, struktur otak, dan struktur genetik, maka pada mayat yang ketiga strukturnya masih utuh seharusnya kemampuan berbahasanya juga tetap utuh. Tapi nyatanya kan tidak.  Kinerja berbahasanya tiba-tiba hilang. Kemana hilangnya?, padahal segala dan setiap sesuatunya masih utuh.

Maka jika mencari kemampuan berbahasa pada hal-hal fisik, dan tidak diukur berdasarkan kinerja, kita tidak akan menemukan jawaban dari sana.

Jadi apa? Jadi kita melihat bahwa kemampuan berbahasa tertanam dari luar tubuh kita, baik itu operating system maupun kesadarannya. Kesadaran berbahasa, operating system bahasa, dan pemaknaan bahasa tidak timbul dan tumbuh dari dalam diri manusia sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun