Pertama, mengidentifikasi perubahan lingkungan.
Kedua, mengidentifikasi organ apa yang perlu berubah dan gen apa yang harus bermutasi.
Ketiga, mensinkronkan semua perubahan ke dalam keseluruhan proses metabolisme dan fisiologis.
Keempat, mengatur kecepatan perubahannya.
Kelima, mengukur daya dukung ekosistem dan rantai makanan.
Di tengah kebutuhan akan kecerdasan dan kesadaran yang tinggi untuk melakukan adaptasi dan evolusi, serta ganasnya mekanisme seleksi alam, sejumlah besar organisme bahkan tidak butuh beradaptasi untuk lolos dari seleksi alam. Luar biasanya organisme seperti trilobita, kepiting tapal kuda, nautilus, dan coelacanths, serta banyak lagi organisme serupa itu.
Fenomena seleksi alam ini tampaknya bersifat paradoks banyak sisi sehingga kita perlu selektif dan kritis dalam menerapkannya ke dalam pemikiran evolusi biologis kita.
Berikut ini beberapa titik kritis dalam pemahaman kita tentang seleksi alam.
1. Untuk lolos seleksi alam, organisme tidak harus melakukan adaptasi. Kita sudah sebutkan organisme seperti trilobita, nautilus, dan kepiting tapal kuda adalah sejumlah kecil dari kelompok ini.
2. Untuk lolos seleksi alam dengan adaptasi membutuhkan kesadaran yang tinggi. Organisme berpacu dengan tekanan lingkungan sehingga tidak memperkenankan adaptasi yang salah dan gagal. Untuk itu adaptasi harus dirancang dan tidak boleh coba-coba.
3. Organisme-organisme yang mengalami tekanan seleksi alam yang sama memilih bentuk adaptasi yang berbeda. Â Organisme dalam ekosistem yang sama harus mengembangkan evolusi konvergen dan sisanya mengambil bentuk-bentuk yang divergen.