Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Rethingking Konsep Seleksi Alam

15 September 2024   22:36 Diperbarui: 16 September 2024   02:29 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan 

Kecepatan suatu organisme berevolusi selalu berkejaran dengan kecepatan perubahan lingkungan, sehingga seleksi alam adalah mekanisme yang sangat kuat. Untuk bisa eksis, suatu organisme harus mengembangkan evolusi yang lebih cepat dari seleksi alam. Tapi nyatanya ini tidak selalu terjadi. Sejumlah besar organisme menyerah kepada seleksi alam, punah. Kenapa?

Jawabannya, karena semua organisme di Bumi mempunyai batasan terutama dalam hal kemampuan adaptasi, sehingga mekanisme seleksi alam bisa saja melenyapkan semua organisme yang ada. Perubahan ekosistem dan biosfer secara mendadak, masif, dan ekstrem karena satu dua sebab seperti letusan gunung atau jatuhnya meteor seharusnya tidak menyisakan satu organisme pun.

Paradoks Seleksi Alam

Tetapi setelah berlaku lima masa kepunahan massal, ternyata hal itu tidak terjadi. Selalu saja ada yang tersisa dan berhasil selamat. Seleksi alam tidak seperkasa yang kita kira. Seleksi alam tidak pernah mampu menghapuskan kehidupan dari Bumi ini. Beberapa organisme bahkan merasa tidak perlu mengembangkan suatu mekanisme adaptasi dan evolusi untuk mengatasi tantangan seleksi alam ini. Organisme-organisme tetap dalam bentuknya sedari awal walaupun telah berlalu ratusan juta tahun.

Ini aneh karena di satu sisi seleksi alam menuntut adaptasi yang cepat, tapi di sisi lain adaptasi tidak diperlukan pun untuk kejadian seleksi alam yang mendadak, masif, dan ekstrem.

Paradoks ini membawa kita kepada hipotesis bahwa tekanan lingkungan bukan prekusor utama terjadinya adaptasi dan evolusi.

Kemampuan adaptasi jika ingin berguna untuk lolos dari seleksi alam membutuhkan kecerdasan dan kesadaran yang tinggi. Ini syarat yang berat. Syarat ini bahkan tidak dimiliki manusia. Sedangkan manusia untuk mengatasi tantangan perubahan iklim akibat pemanasan global saja begitu kepayahan hampir kehabisan akal. Plastik dan karbondioksida terus menjadi ancaman dengan belum adanya solusi tuntas. Padahal tantangan-tantangan ini sangat mengancam eksistensi manusia.

Jika adaptasi terjadi secara otomatis melalui mekanisme trial and error akan banyak biaya waktu dan biaya energi yang dibutuhkan. Ini tidak sinkron dalam situasi di mana ada desakan kecepatan evolusi dan adaptasi harus lebih cepat dari kecepatan tekanan perubahan lingkungan. Belum lagi, seharusnya fosil-fosil yang kita temukan akan banyak berisi organisme gagal.

Organisme harus secara sadar dan cerdas menentukan bentuk evolusi yang paling sesuai dengan tekanan lingkungan. Pilihan itu tidak boleh salah dan gagal, karena jika salah atau gagal maka eksistensinya akan terancam.

Kesadaran dan kecerdasan yang tinggi itu dalam adaptasi dan evolusi dibutuhkan untuk:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun