Surat at Takwir secara eksplisit tekstual memberikan ilustrasi tentang peristiwa di hari kiamat. Â Urutan ayatnya bisa dipahami sebagai rundown atau timeline setiap fragment dalam huru hara hari kiamat itu.
Secara khusus ayat 1, 2, dan 11 menyebut diksi matahari, bintang-bintang, dan langit. Sehingga kronologi kiamat dalam konteks ayat-ayat ini bisa dipahami dimulai dari kehancuran matahari, bintang, dan langit.
Ketiganya juga adalah entitas kosmologis. Secara kosmologis bisa ditafsirkan kehancuran kosmos secara rundown dimulai dengan kehancuran matahari, galaksi, dan ruang-waktu. Karena matahari, dalam ayat 1 surat tersebut, secara kosmologis juga sebuah bintang, maka ayat 2 nya kata bintang-bintang kita pahami sebagai galaksi atau galaxy cluster atau cosmic web dalam perspektif kosmologi. Ayat 3 kata langit kita maknai sebagai ruang-waktu seperti dijelaskan oleh relativitas umum yang merupakan dasar dari model standar kosmologi saat ini.
Jadi urutan kiamat dari perspektif kosmologi dimulai dari kehancuran matahari, kehancuran galaksi, dan kehancuran kain ruang-waktu sebagai flatform semua aktivitas kosmologi.
Bagaimana kosmologi menjelaskan rundown kiamat dalam surat tersebut?
Setiap kehancuran dimulai dengan proses pembentukan, maka narasi kita mulai dari proses pembentukan semesta.
Big bang terjadi sebagai akibat dari transformasi energi potensial tinggi di false vaccum ke energi potensial rendah di real vaccum yang dipicu oleh fluktuasi medan inflaton.
Transformasi energi ini menghasilkan energi kinetik yang sangat besar yang besaran energi dan suhunya berada dalam skala Planck. Peristiwa ini menyebabkan cosmic inflation yang berlangsung sangat cepat, bahkan kurang dari satu detik.
Setelah cosmic inflation berakhir, ruang-waktu terus mengembang. Peristiwa ini dikenal sebagai cosmic expansion.
Peristiwa cosmic inflation yang berlangsung sangat cepat telah menurunkan suhu semesta secara drastis dari suhu pada skala Planck sekitar 10^32 kelvin menjadi hanya 10^9 kelvin saja. Energi kinetik pun menurun dari sekitar 10^19 GeV menjadi 100 GeV saja.
Penurunan suhu dan energi yang mendadak dan drastis itu menyebabkan cosmic perturbation sehingga simetri ruang-waktu pecah. Bagian-bagian tertentu ruang-waktu  menjadi lebih mudah bagi pembentukan partikel sehingga mencetak jejak gravitasi yang lebih besar.
Gravitasi kemudian mengamplikasi cosmic perturbation sehingga pembentukan partikel di wilayah-wilayah ini menjadi lebih cepat. Seiring waktu terbentuklah atom bebas, lalu unsur-unsur hidrogen, helium, dan oksigen. Reaksi fusi hidrogen menjadi helium menghasilkan bintang pertama dengan bantuan gravitasi.
Kemudian gravitasi mengikat bintang-bintang menjadi galaksi. Galaksi-galaksi membentuk galaksi cluster, cosmic web, dan great attractor.
Sementara wilayah ruang-waktu yang tidak mengalami cosmic perturbation, tarikan gravitasinya lemah dan tetap menjadi kosong. Kain ruang-waktu yang kosong itu karena dorongan dari dark energy terus mengembang seiring waktu dengan kecepatan yang terus meningkat.
Tarikan gravitasi dalam wilayah tertentu yang mengalami cosmic pertubation terus menarik materi ke dalam sehingga ketika batas tertentu kekuatannya mengalahkan dorongan dark energy. Â
Ketika dorongan dark energy secara lokal semakin lemah, dan perluasan semesta secara lokal terhenti, Â maka sebagai akibatnya gravitasi semakin besar, materi dan radiasi semakin menggumpal, dark matter semakin besar dan berat, jangkauan dark matter semakin jauh, dan galaksi-galaksi semakin mendekat, kemudian bertabrakan. Â
Jika proses tabrakan galaksi itu berlangsung lambat, maka yang terjadi adalah proses penggabungan galaksi berlangsung secara soft dan smooth  membentuk galaksi yang lebih besar secara konstruktif.
Tapi jika tarikan dark matter dan gravitasi sudah sangat besar di mana sedari awal cosmic perturbation sudah besar dan teramplifikasi secara cepat pada wilayah tertentu tersebut, maka proses tabrakan antar galaksi adalah proses destruksi yang menghancurkan bintang-bintang. Pada proses ini matahari dan tata surya lah yang pertama kali hancur.
Kehancuran matahari atau bintang pada proses pertama ini selaras dengan kehancuran matahari sebagaimana disebut pada ayat pertama dalam surat at Takwir.
Selanjutnya proses tabrakan galaksi menjadi semakin lumrah dan cepat, sehingga proses konstruksi telah berubah sepenuhnya menjadi proses destruksi. Galaksi-galaksi hancur secara masif.
Inilah fragmen kedua dari proses kehancuran semesta. Proses ini identik dengan ayat kedua surat at Takwir. Ayat kedua itu dan fragment kedua kehancuran semesta ini klop atau click satu sama lain.
Sementara jika pada wilayah-wilayah tertentu yang kepadatan materi, radiasi, gravitasi, dan dark matter-nya tinggi proses ekspansi semesta berhenti, maka wilayah-wilayah ruang-waktu lainnya yang kosong dan proporsinya dominan terus mengembang akibat dorongan dark energy.
Perluasan ruang-waktu seperti itu akan mengakibatkan suhu menurun terus sampai ke titik nol absolut, sehingga semua proses fisika terhenti dan entropy mencapai titik terendah seperti tergambar oleh hukum III thermodinamika. Semesta dalam skenario ini berakhir dengan Big Freeze.
Perluasan semesta juga akan menyebabkan energy density semakin lemah, ditambah dengan desakan dark energy yang terus membesar tanpa batas, maka semesta akan robek terkoyak. Inilah akhir semesta dengan Big Rip.
Jika perluasan semesta diikuti transformasi semua materi menjadi energi serta black hole decay menyebabkan energi semesta bertambah besar dan membentuk kembali pure energy yang sangat panas, maka ruang-waktu runtuh ke dalam Big Heat.
Tapi jika amplifikasi gravitasi dan dark matter berlangsug lebih epat dan besarannya mengalahkan desakan dark energy, semesta akan menciut kembali dan berakhir dengan Big Crunch.
Â
Inilah rundown ketiga seperti diilustrasikan oleh ayat kesebelas surat at Takwir dan merupakan rundown proses ketiga juga dalam perspektif kosmologi yaitu proses kehancuran ruang-waktu, semesta, atau disebut langit dalam diksi al Qur'an.
Apakah pendekatan seperti ini terhadap al Qur'an dan tafsir Qur'an dibenarkan?
Coba perhatikan surat al Ghasiyah ayat 17 - 20 yang bertanya bagaimana unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung ditancapkan, dan bumi dihamparkan. Tantangan dalam keempat ayat tersebut bisa dijawab dengan surat lainnya dalam al Qur'an, dengan lisan Nabi melalui hadist, dengan filsafat atau meminjamkan filsafat Aristoteles, Plato, dan Socrates, dan yang terbaru adalah dengan sains.
Keempat ayat ini dan banyak ayat lainya yang senafas mengajak kita untuk berpikir dalam kerangka sains. Sains dengan konteks ini masih bisa dibenarkan, bahkan memperkuat argumen ayat, di samping akan terasa lebih mengena dalam konteks masa kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H